1. Recap Singkat PKKMB FISIP UPNVJ 2025
PKKMB FISIP UPN “Veteran” Jakarta 2025 menjadi pengalaman pertama yang benar-benar membuka wawasan saya sebagai mahasiswa baru. Acara ini tidak hanya berisi pengenalan kampus, sistem akademik, dan nilai-nilai UPNVJ, tetapi juga sarana membangun kebersamaan dengan teman-teman baru dari berbagai latar belakang.
Sejak hari pertama, suasana sudah terasa hidup. Panitia menyambut kami dengan penuh semangat, memberikan materi yang relevan, sekaligus menyelipkan berbagai aktivitas interaktif. Jadwal memang padat, tapi itulah yang membuat saya lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman. Justru dalam momen-momen singkat seperti menunggu giliran registrasi, berdiskusi kelompok, atau sekadar beristirahat bersama, saya menemukan banyak cerita baru yang membuat pengalaman PKKMB begitu berkesan.
2. Keberagaman Budaya dan Kebiasaan Teman-teman
Hal yang paling saya rasakan adalah keberagaman teman-teman yang hadir. Ada teman dari **Jakarta** dengan gaya bicara cepat dan lugas, ada yang dari **Banten** yang logatnya terdengar khas, dan ada pula teman dari **Jawa Tengah** yang terbiasa berbicara dengan lebih halus. Walau sekilas sederhana, perbedaan cara bicara itu menciptakan warna tersendiri dalam obrolan kami.
Saya masih ingat, saat sesi perkenalan, salah satu teman dari Jawa Tengah sempat menggunakan bahasa Jawa halus tanpa sadar, dan seluruh kelompok kami pun tersenyum. Teman lain yang dari Banten lalu bercerita tentang kuliner khas di daerahnya, sementara saya dan beberapa teman yang tinggal di Jakarta menimpali dengan cerita tentang hiruk pikuk ibu kota. Dari momen itu, suasana menjadi cair, penuh tawa, sekaligus membuat kami saling mengenal lebih dekat.
Selain soal bahasa dan makanan, saya juga menemukan keberagaman dalam kebiasaan. Ada teman yang sangat disiplin, selalu datang lebih awal dan langsung mencatat semua materi yang disampaikan. Ada pula yang lebih santai, suka menghibur dengan candaan sehingga suasana tidak terasa tegang. Perbedaan gaya belajar dan kepribadian itu justru membuat kelompok kami terasa seimbang: ada yang fokus pada materi, ada yang menjaga mood tetap menyenangkan.
Keberagaman ini bukan hanya tentang asal daerah, tetapi juga cara berpikir, cara berkomunikasi, dan kebiasaan sehari-hari. Semua itu semakin menegaskan bahwa FISIP UPNVJ adalah ruang belajar sosial, tempat kami berinteraksi dengan berbagai karakter yang berbeda namun saling melengkapi.
3. Keberagaman yang Memperkaya Suasana Kampus
Dari interaksi singkat itu, saya menyadari bahwa keberagaman adalah sesuatu yang memperkaya, bukan memisahkan. Setiap logat, cerita, atau kebiasaan menghadirkan pelajaran tersendiri. Dari teman Jakarta, saya belajar tentang keberanian berbicara lugas. Dari teman Banten, saya mengenal keramahan logat daerah. Dari teman Jawa Tengah, saya belajar pentingnya kesantunan dalam berkomunikasi.
Semua perbedaan itu membuat suasana PKKMB lebih berwarna. Ketika berdiskusi, kami sering menemukan sudut pandang berbeda karena latar belakang pengalaman yang tidak sama. Justru karena itulah diskusi terasa hidup, saling melengkapi, dan menghasilkan pemahaman yang lebih kaya.
Saya membayangkan, jika suasana PKKMB saja sudah terasa seberagam ini, bagaimana kehidupan perkuliahan nantinya? Tentu akan lebih banyak interaksi, kerja kelompok, maupun kegiatan organisasi yang diwarnai oleh berbagai pemikiran dan budaya. Semua itu bukanlah hambatan, melainkan sumber energi yang memperkuat kebersamaan.
4. Refleksi: Keberagaman sebagai Modal Sosial
Keberagaman yang saya alami di PKKMB membuat saya berpikir bahwa inilah gambaran kecil Indonesia. Kita tahu, bangsa Indonesia dibangun atas dasar ratusan suku, bahasa, dan tradisi. Namun semua itu bisa disatukan oleh semangat *Bhinneka Tunggal Ika*. Apa yang saya temui di FISIP UPNVJ adalah bukti nyata bahwa semboyan itu hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Di tengah isu intoleransi yang kadang muncul di masyarakat, keberagaman di kampus justru memberikan harapan. Kami bisa saling bercanda, berdiskusi, bahkan bekerja sama tanpa menjadikan perbedaan sebagai penghalang. Hal ini menunjukkan bahwa keberagaman bukan ancaman, melainkan modal sosial yang harus dijaga.
Dengan keberagaman, kita belajar untuk lebih terbuka. Kita belajar menghargai cara pandang orang lain. Dan yang terpenting, kita belajar bahwa persatuan tidak berarti menyamakan semua orang, melainkan menerima perbedaan sebagai sesuatu yang wajar.
5. Menjaga Semangat Kebersamaan
Keberagaman adalah anugerah, tetapi ia hanya bisa bertahan jika dijaga. Menjaga keberagaman berarti membangun sikap saling menghormati, menciptakan ruang inklusif, dan mengutamakan kerja sama.
Di kampus, semangat ini bisa diwujudkan melalui banyak hal:
* Aktif dalam organisasi mahasiswa yang terbuka untuk semua latar belakang.
* Mengadakan kegiatan seni, budaya, atau diskusi yang merayakan perbedaan.
* Saling mendukung dalam kegiatan akademik maupun non-akademik tanpa memandang asal daerah.
Bagi saya pribadi, pengalaman selama PKKMB adalah pengingat bahwa setiap orang membawa identitasnya masing-masing. Ada yang menunjukkan jati dirinya lewat logat, ada yang lewat makanan khas, ada pula yang lewat kebiasaannya sehari-hari. Tugas kita bukan menyamakan mereka, melainkan menghargai keberadaannya.
6. Penutup
PKKMB FISIP UPN “Veteran” Jakarta 2025 bukan hanya acara pengenalan kampus, tetapi juga ruang perjumpaan yang memperlihatkan indahnya keberagaman. Dari teman Jakarta, saya belajar keberanian. Dari teman Banten, saya belajar keramahan. Dari teman Jawa Tengah, saya belajar kesantunan. Semua itu memperkaya cara pandang saya terhadap kehidupan.
Esai ini adalah refleksi kecil dari pengalaman besar yang saya alami. Keberagaman teman-teman di FISIP bukan hanya cerita menarik, tetapi juga modal sosial untuk membangun persatuan. Jika di kampus kecil ini kami bisa hidup rukun dalam perbedaan, maka di masyarakat luas pun hal itu bisa diwujudkan.
Menjaga keberagaman berarti menjaga Indonesia. Dan saya percaya, generasi muda seperti kita yang ada di FISIP UPNVJ mampu menjadi pelopor dalam merawat harmoni di tengah perbedaan. Karena sejatinya, persatuan bukanlah ketika kita sama, melainkan ketika kita bisa saling melengkapi dalam perbedaan.