Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Bukan Full Day School, tapi Co-Ekstrakurikuler

10 Agustus 2016   02:53 Diperbarui: 10 Agustus 2016   03:11 560 1
Kemarin sempat viral kabar bahwa menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) kita yang baru, Bapak Muhadjir Effendy, mengusulkan sebuah modifikasi program pendidikan yang disebut "Full Day School". Menurut berbagai sumber program ini memungkinkan siswa sekolah dasar hingga menengah untuk "belajar" di sekolah dari pukul 7.00 hingga pukul 17.00 seperti pegawai kantor. Hal ini didasari alasan agar siswa mendapatkan pendidikan karakter yang lebih selama mereka tidak dalam pengawasan orang tua. Nantinya murid akan dibekali pendidikan karakter yang lebih seperti nilai relijius yang kurang didapatkan dalam pendidikan formal biasanya.  Sontak banyak warga jagad maya yang kaget dan menolak usulan menteri kita ini, bermunculan pendapat-pendapat yang kontra dan sebagian besar mengecam ide ini. Sebagai contoh , jika anak dipaksa untuk bersekolah dari pagi sampai sore seperti itu maka waktu bersama keluarga mereka akan berkurang, karena tidak semua orang tua bekerja di kantor hingga sore. Kemudian, banyak juga yang berpendapat bahwa kita belum siap dengan hal yang semacam itu karena kita belum menjadi negara maju yang sumber daya pendidikannya sudah baik. Negara maju pun seperti Jepang, Korea, yang menerapkan full day school jika diperhatikan memiliki tingkat bunuh diri murid yang tinggi karena iklim persaingannya sangat ketat, mari bayangkan Indonesia yang masih kurang dalam segi infrastruktur dan suprastruktur menerapkannya. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat kontra yang bermunculan terhadap ide yang menggelitik ini meskipun belum dijabarkan secara jelas bagaimana sistem dan mekanismenya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun