Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Sembuh Berdamai, Sehat Bersama: Pentingnya Edukasi Covid-19

15 Juli 2021   07:11 Diperbarui: 15 Juli 2021   08:18 288 3
BELAKANGAN tidur saya kurang nikmat. Kepala terasa penat. Bukan lantaran wasir saya kumat. Pikiran tak karuan meloncat. Menari-nari menjadi paranoid.

Mentari pagi perlahan jadi menjauh. Sejauh sahabat, kerabat, pergi. Rekan seprofesi: wartawan. Satu per satu. Pergi untuk tak kembali. Mereka terlelap dalam perut bumi.

Bukan hanya di Jakarta dan Depok, tempat saya tinggal. Tapi juga di daerah lainnya. Kabar saya dapat dari rekan wartawan di grup Siwo PWI se-Indonesia.

Saya percaya kepergian mereka takdir Ilahi. Jodoh, rezeki, dan maut, rahasia-Nya. Sudah tersurat. Tapi hati terus meronta. Sulit dipercaya, tapi nyata.

Belum lagi mereka yang menginap di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta. Jika Asian Games 2018 lalu, saya ke sana untuk meliput atlet nasional. Kini, wartawan yang diliput. Karena terserang Covid.

Ya, mereka pergi akibat terpapar Covid-19. Ada yang bertahan dua minggu. Seminggu, bahkan hanya sehari. Ada juga yang dalam perjalanan ke rumah sakit.

Virus corona tak pandang bulu. Tak melihat tua atau muda. Pria atau wanita. Pejabat atau rakyat. Mahluk/benda superkecil itu menyerang siapa saja. Imunitas tubuh yang lemah jadi santapannya.

Kepala makin cenat cenut. Info di grup WhatsApp RT hampir tiap hari soal warga covid. Dua warga meninggal. Lebih dari 40 orang isolasi mandiri. Sejak sebulan terakhir ini.

Sungguh prihatin. Tempat kami tinggal masuk zonasi merah. Lebih dari 5 rumah dalam sepekan diserang virus asal Wuhan.

Ketua RT Budi Riyanto cukup cekatan. Melayani warganya dengan penuh kesabaran. Informasi warga yang Covid juga dilaporkan ke gugus tugas kampung siaga.

Dia tak bosan mengingatkan warganya. Tindakan preventif tak henti dilakukan. Mulai dari wajib pakai masker, hindari kerumunan hingga harus 'me-lockdown' lingkungan. Spanduk dibentangkan di gerbang pintu masuk komplek. Pun penyemprotan disinfektan.

Kemarin, RT Budi tersentak. Tersebar informasi lingkungannya tidak masuk 171 dari 5.291 Rukun Tetangga (RT) di Kota Depok yang zonasi merah. Di satu sisi, bersyukur. Di sisi lain khawatir.

"Bang kriteria zona merah apa?" tanya Pak RT kepada saya lewat pesan singkat.

Berdasarkan Intruksi Kemendari Nomor 07 Tahun 2021, tertulis kriteria. Zona hijau: 0 kasus, Zona kuning: 1-2 rumah dengan kasus, Zona orange: 3-5 rumah, Zona merah: Lebih dari 5 rumah dengan kasus dalam sepekan.

Pak RT kemudian memberikan data kepada saya. Tercatat masih ada 9 rumah yang melakukan isolasi mandiri. Satu rumah antara 1-3 orang. Berarti wilayahnya masuk zona merah.

Pertanyaan muncul kenapa tidak tercantum di Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok?

Saya mencoba bertanya kepada Juru Bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok Dadang Wihana. Dikatakan basis data yang digunakan hari minggu (12/7). Zonasi RT dirilis mingguan. RT Zona merah jika dalam 1 RT ada lebih dari 5 rumah terpapar.

Ketika saya sodorkan data yang dikirim Pak RT Budi, Dadang agak terkejut. "Coba akses ke puskesmasnya, saya khawatir belum terlaporkan ke sistem kami," kata Dadang.

Saya coba menghubungi Kepala Puskesmas Ratu Jaya dr. Imron. "Saya kurang paham Pak. Saya juga dapat info zona merah dari Dinkes, yang menentukan tim Kota," jawab dr Imron.

Tak lama berselang, dr Imron kembali mengatakan: "Kami akan lihat hasil inputnya." Itu setelah saya memberikan data.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun