Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

PPKM Darurat Bukan "Adu Urat"

9 Juli 2021   06:57 Diperbarui: 9 Juli 2021   07:42 311 3
"Kenali dirimu, kenali musuhmu, dan kenali medan tempurmu. Dan kamu akan memenangi seribu pertempuran" (Sun Tzu).

Sebuah kalimat sederhana yang bisa dijewantahkan kedalam berbagai bidang kehidupan.

Sun Tzu seorang Jenderal dari Cina. Ahli strategi militer. Pun filsuf pada musim semi dan gugur masa Cina Kuno. Dia juga penulis The Art of War, sebuah strategi militer yang secara luas berpengaruh terhadap filosofi Barat dan Timur.

Memahami dan mengetahui kekuatan sendiri, kita sudah memenangkan separuh peperangan ini (Sun Tzu). Hal yang perlu kita garis bawahi adalah Planning is less than half the battle.

Hari ini musuh terbesar kita adalah virus corona. Seberapa jauh kita mengenal musuh tersebut, kita harus mengenali diri kita dulu.

Virus bukan makhluk hidup. Dia benda mati. Bentuknya super kecil itu tak bisa dilihat dengan mata. Virus hanya bisa hidup menempel pada inangnya yakni sel manusia.

Tapi bisa dirasakan dampaknya. Ia-virus corona- bisa menyerang siapa saja. Tergantung daya imun kita. Tergantung tata cara hidup kita. Yang tak kalah penting tingkat kesadaran kita dalam memeranginya.

Anda ingin membantu mengurangi atau menambah kasus baru Covid-19? Tergantung diri Anda. Ada tiga hal pang patut diketahui. Biasakan hidup bersih dan sehat. Menerapkan physical distancing. Jangan lupa pakai masker!

Hidup sehat dan bersih tak bisa ditawar. Rajinlah mencuci tangan dengan sabun. Mencucinya pun tidak bisa sembarang. Ada aturan mengoles dan mengusapkan telapak tangan.

Dulu bangga dengan julukan Jarum Super (Jarang di Rumah Suka Pergi). Sekarang harus stay at home. Diam di rumah. Bekerja di rumah. Istilah kerennya: Work From Home (WFH).

Yang tak kalah penting ini: pakai masker. Jangan easy going atau menyepelekan. Virus corona yang berukuran 100-125 nanometer bisa berpindah lewat bersin dan batuk.

Itu sebabnya, mengutip Halodoc, cara efektif mencegah virus ini masuk ke tubuh kita ialah dengan memakai masker dengan pori lebih kecil dari 100 nanometer.

Menurut Prof. Wing-Hong Seto, guru besar Hong Kong University dan Wakil Direktur Pusat Kolaborasi WHO, pemakaian masker yang tepat adalah dengan menempatkan bagian berwarna biru atau hijau di bagian luar karena bagian ini dilengkapi dengan material yang waterproof.

Jika dulu suka 'kongkow-kongkow', sekarang sebaiknya dihindari. Physical distancing atau pembatasan fisik adalah salah satu langkah yang disarankan untuk mencegah penyebaran virus Corona. Anda diminta untuk tidak bepergian ke tempat yang ramai, misalnya mal, restoran, pasar, serta gym, atau pusat kebugaran.

Suka atau tidak, budaya cium tangan, tata caranya sekarang harus diubah. Jika dulu sebelum masuk rumah, istri dan anak menyambut dengan mencium tangan kita. Sekarang tunggu dulu!

Ubah perilaku itu dengan cuci tangan dulu. Taruh pakaian langsung ke tempat cucian dan dicuci. Kemudian langsung mandi. Baru setelah itu istri dan anak Anda mencium tangan Anda.

Jika dulu suka berbohong, kali ini harus jujur. Terutama menyangkut tentang kondisi kesehatan masing-masing. Meskipun sudah tahu kondisi tubuh panas tinggi dan batuk masih tetap mengaku sehat. Ini bisa berbahaya karena bisa itu merupakan serangan Covid-19.

Item-item ini kelihatannya sederhana. Tapi, tidak mudah dilakoni. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyakarat (PPKM).

PPKM berlangsung di beberapa wilayah yang menjadi titik penyebaran infeksi COVID-19, yakni di Pulau Jawa dan Bali. Mulai dari PPKM I pada 11 Januari 2021. PPKM II 26 Januari 2021.

Kemudian ditambah PPKM Mikro I-XI. Tapi, hasilnya tak maksimal. Kini dipertegas dengan PPKM darurat mulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021. Tujuannya ntuk mengurangi penyebaran kasus korfimasi harian hingga di bawah 10 ribu kasus per hari.

Tapi, baru hari pertama diberlakukan, masyarakat seperti tak peduli. Masih banyak yang nekat wara-wiri. Kemacetan terjadi di tiap penyekatan. Mereka adu urat dengan petugas. Berbagai alasan. Miris saya melihatnya di televisi.

Kesadaran masyarakat kita masih rendah. Masih seenaknya. Akibatnya, tingkat penyebaran virus corona begitu mudah.

Sejatinya masyarakat tak bisa disalahkan sepenuhnya. Pagi ini, Jumat (9/7), saya mengulik situs wordometers.info. Kasus baru Covid-19 di Indonesia tertinggi kedua di dunia.  Jumlah penambahannya gila: 38.391 kasus. Lebih tinggi dari India (34.443) kasus baru. Brasil di puncak dengan  penambahan 53.749.  Amerika Serikat yang total masih di puncak klasemen malah jauh lebih rendah new cases-nya: 17.702.

Indonesia saat ini bertengger di posisi 16 dengan total kasus 2.417.788, naik dua tangga dari sebelumnya: 18. Tingkat kematian Covid-19 Indonesia tertinggi kedua di dunia: 852 setelah Brasil (1.733).

Saya tak ingin menyalahkan masyarakat setutuhnya. Saya juga tak menghujat pemerintah yang telah bersusah payah. Tapi, biasanya sikap masyarakat tergantung dari pemimpinnya. Dibutuhkan kerjasama semua pihak.

Dari lapisan paling bawah, ada Rukun Tetangga (RT). Di pemukiman teratur (perumahan) masyarakatnya lebih mudah diatur. Tingkat pendidikan tentu mempengaruhi.

Tapi, di pemukiman non teratur, teramat sulit. Dibutuhkan sosialiasi yang inten. Kalau perlu berulang-ulang. Jangan bosan. Pemimpin harus terus mengingatkan dan mengedukasi masyarakat agar dapat mematuhi peraturan. Saya kurang sependapat dengan idiom: peraturan dibuat untuk dilanggar. Karena kali ini taruhannya nyawa.

Perilaku para pejabat atau pemimpin itu bisa menjadi contoh yang kurang pada masyarakat yang paternalistik. Langkah para pejabat itu bisa diikuti masyarakat. Jika seorang pemimpin berbuat buruk, pengikut-pengikutnya akan berbuat lebih buruk daripada yang dilakukan oleh pemimpin tersebut.

Jadi, tantangan perubahan perilaku dalam memerangi Covid-19 bukan hanya ada di masyarakat. Para pejabat pemerintah daerah juga perlu berubah perilaku yang tidak mendukung program percepatan penanganan Covid-19.

Mereka harus bisa memberikan contoh yang baik dalam soal menjaga kebersihan, memakai masker, menjaga jarak, tidak bepergian, tidak menimbulkan kerumunan, dan yang paling utama tentunya bersikap jujur.

Sudah efektifkah kampung siaga yang dibentuk?

Dibutuhkan kejujuran pejabat kompeten untuk menjawabnya. Jangan hanya buang-buang anggaran. Maksimalkan keberadaan kampung siaga covid beserta fungsi RT/RW. Itu menjadi kunci yang tak kalah penting dalam memberantas penyebaran covid-19.

Jadi bukan hanya slogan atau himbauan. Butuh keseriusan bersama jika PPKM Darurat tidak ingin ambyar. ***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun