Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Sebuah Kisah tentang ITB dan Wayang Kulit

8 Maret 2015   20:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:58 155 0
Kemarin, Sabtu 7 Maret 2015, unit kegiatan mahasiswa yang saya ikuti, PSTK ITB (Perkumpulan Seni Tari dan Karawitan ITB) memperingati ulang tahunnya yang ke-44 dengan menggelar pementasan wayang kulit yang direncanakan digelar semalam suntuk sebagaimana umumnya pementasan wayang kulit di Indonesia.

Semuanya sudah disiapkan jauh-jauh hari, susunan acara, logistik, konsumsi, perizinan, publikasi. Kami semua panitia punya harapan besar agar acara ini dapat berjalan sukses dan sebagaimana mestinya pementasan wayang kulit, berlangsung hingga lakon (cerita) yang dibawakan selesai. Alumni PSTK, yang pada acara ini berperan sebagai pemain gamelan (alat musik), sinden, dan dalang, juga sudah berlatih jauh-jauh hari demi pementasan ini, bahkan ada yang rela pulang-pergi Jakarta-Bandung di sela-sela kesibukannya, demi mengikuti latihan jelang pementasan ini. Awalnya semuanya berjalan lancar, berkat bantuan pembina PSTK, yang kami hormati Bapak Indratmo, pihak kampus sudah mengizinkan kami untuk mengadakan pementasan wayang kulit hingga selesai lakonnya (boleh hingga shubuh), saya dan teman-teman panitia sangat bahagia karena pada pementasan tahun sebelumnya, kami memperoleh SP 1 (Surat Peringatan Pertama) karena mementaskan wayang lewat jam 11 malam, pikir saya, mungkin SP1 keluar karena panitia belum mengurus izin pementasan hingga pagi, maka ketika izin pementasan hingga pagi disetujui oleh Lembaga Kemahasiswaan, kami sangat optimis dengan kesuksesan acara ini.

Tapi, tiba-tiba tepat H-1, kami dikagetkan oleh surat izin yang diberikan oleh pihak kampus, bahwa acara yang kami laksanakan hanya boleh sampai jam 11 malam. Kami yang sudah susah payah menyusun acara bersama alumni, langsung bergerak cepat dengan meminta bantuan Pak Indratmo, pembina PSTK agar dibantu sehingga pementasan wayang dapat digelar hingga selesai (pementasan wayang biasanya selesai sebelum shubuh), pak Indratmo pun langsung menghubungi bapak Rektor, dan meminta agar izin pementasan wayang hingga selesai dikabulkan, bapak Rektor pun mengiyakan, dan menginstruksikan kepada bawahannya agar memberikan izin yang kami minta. Ternyata, instruksi yang diberikan oleh bapak Rektor tidak dilaksanakan oleh jajaran yang berada dibawahnya, entah apa alasannya, izin untuk pementasan wayang hingga selesai tidak diberikan. Dan hal ini baru kami terima kabarnya pada hari dimana acara akan dilaksanakan. Kami panitia tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh jajaran yang berada di bawah bapak Rektor, kami lantas berkoordinasi dengan para alumni yang akan mementaskan wayang, dan setelah melalui pembicaraan yang cukup panjang, akhirnya kami memutuskan, pementasan hanya sampai jam 11 malam, alias tidak selesai lakon wayangnya. Jelas, kami sebagai panitia sangat kecewa, saya pribadi merasa bahwa kampus ini benar-benar kaku terhadap aturan, seolah-olah semuanya bisa dipukul rata, bahwa kalo mahasiswa berkegiatan lebih dari jam 11 malam itu jelek, pihak yang berwenang mengenai perizinan menurut saya pribadi, tidak mempertimbangkan bagaimana seharusnya pertunjukan budaya itu sendiri dilaksanakan, mereka begitu strict, jobdesc oriented, dan berkacamata kuda. Mereka lupa, bahwa kampus ini juga memiliki visi-misi di bidang seni, berikut ini kutipan misi ITB yang tercantum dengan jelas di website ITB :

Menciptakan, berbagi dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan kemanusiaan serta menghasilkan sumber daya insani yang unggul untuk menjadikan Indonesia dan dunia lebih baik
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun