Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari

10 Oktober 2020   20:00 Diperbarui: 10 Oktober 2020   19:58 231 5
Semua orang tentu sudah tahu dan sering mendengar peribahasa ini, sepintas sepertinya tidak ada yang terlalu istimewa dari kalimat tersebut namun setelah diperhatikan lebih seksama memiliki makna yang sangat penting bagi kehidupan manusia bahwa murid akan mencontoh perilaku gurunya oleh karena itu guru jangan sampai memberikan contoh yang buruk bagi muridnya. Apalagi manusia sebagai makhluk sosial senang mencontoh sikap/perilaku dari para orangtua, senior, guru, pemimpin, tokoh bangsa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan seterusnya.

Dalam konteks kepemimpinan dimanapun levelnya, pemimpin itu memiliki tanggung jawab moral yang besar bukan semata kemampuan menyelesaikan tugas dan target yang dicapai tetapi juga dalam proses menyelesaikan target dengan cara terukur/beretika agar dapat menginspirasi anggota/bawahannya maupun lingkungannya, memudahkan sampai ke tujuan sekaligus membentuk karakter/perilaku komitmen tinggi, disiplin, etos kerja baik, loyalitas bagi semua anggota yang berada di lingkungan tersebut otomatis keuntungan profit, harmoni dan kondisi stabil terwujud.

Dalam konteks kepemimpinan pemerintahan di sebuah negara,  pemimpin harus bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya agar kehidupan masyarakat berjalan kondusif dan berkualitas akan memudahkan menyelesaikan persoalan yang muncul walau secara ekonomi belum tercapai sesuai harapan. Dituntut menjadi pemimpin panutan bagi masyarakat, pejabat negeri jangan sampai memberi contoh yang buruk.

Bagaimana dengan kepemimpinan di Indonesia? Tidak mudah untuk menjadi seorang pemimpin yang memiliki peran dan tanggung jawab besar karena harus bisa menjalankan kepemimpinan yang amanah dengan baik. Tidak sembarang orang pula bisa berada pada level kepemimpinan strategis di negri ini karena selain negara besar yang berbentuk kepulauan, memiliki 17.000 pulau dan memiliki jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia, memiliki iklim tropis membentuk karakter masyarakat lebih santai dibanding negara-negara empat musim (memiliki effort besar yang selalu siap menghadapi dan mengantisipasi pergantian musim tersebut) yang memunculkan karakter peduli  terhadap keselamatan diri sendiri, selalu siap serta kuat menghadapinya, sehingga energi terfokus pada kondisi tersebut yang membentuk pola pikir, sikap dan perilaku disiplin bagi masyarakat, karena jika tidak disiplin ia akan mengalami kesulitan sendiri. Akhirnya semua orang memiliki kebiasaan dan pola hidup yang sama, memudahkan dalam menghadapi gangguan otomatis solusi yang dihadirkan lebih efektif.

Pada masyarakat empat musim ini jika mendapatkan amanah sebagai pemimpin lebih mudah menjalankan proses kepemimpinan dalam penyelenggaraan negara, lebih mudah dalam mengatur dan mengarahkan masyarakatnya walau tidak dipungkiri ada juga negara empat musim yang belum berhasil baik.

Berbeda dengan kepemimpinan di Indonesia, yang sepanjang masa masyarakat bangsanya hidup dengan pola yang sama, sehingga saat terjadi perubahan kondisi tidak terduga yang mengganggu khususnya, kebanyakkan masyarakat rentan secara alamiah sebagai korban dan ini menjadi perhatian khusus bagi negara untuk menjaga dan melindungi warga negaranya. Tidak memiliki spirit survival akhirnya sering mengeluh dan menuntut sebelum melakukan upaya mandiri bagi diri sendiri, mengharuskan pemimpin-pemimpin di semua tingkatan khusus di pemerintahan harus cepat tanggap dan peduli.

Oleh karena itu dibutuhkan karakter pemimpin yang kuat bagi Indonesia karena mereka dituntut untuk lebih memperhatikan masyarakat yang rentan tersebut. Tidak bermaksud untuk menolak takdir dianugerahi sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya seperti Indonesia, namun jika kekayaan (keragaman adat, budaya, etnis, bahasa serta biodiversity) tersebut tidak dapat dieksplorasi dan dikelola dengan lebih baik maka anugerah tersebut menjadi tidak maksimal dirasakan.

Pemimpin menjadi kekuatan utama bagi kehidupan sosial bermasyarakat berbangsa. Bangsa yang hidupnya lebih santai justru harus memiliki pemimpin yang kokoh dan handal, karena dipundaknya disandarkan harapan rakyat agar dapat menjalankan proses bernegara dan berbangsa sebagaimana yang diharapkan rakyat. Pemimpin itu seperti orangtua, guru, pelindung yang setiap saat harus bisa memberikan kesejukkan, keteduhan, perlindungan bagi rakyatnya agar kehidupan lebih aman dan nyaman.

Namun saat ini konteks kepemimpinan yang dirasakan khusus di Indonesia belum memberikan rasa sejuk dan teduh serta ketauladan bagi rakyat karena pemimpin-pemimpin yang tidak amanah tersebut sering menjadi sasaran komisi pemberantasan korupsi (KPK) akibat lebih mementingkan hasrat pribadi daripada tujuan mensejahterakan rakyat, hampir di semua level kepemimpinan seperti ini dan akibatnya hal ini dicontoh oleh rakyat. Jika seorang pemimpin berbuat buruk maka pengikutnya akan berbuat lebih buruk daripada yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Dampaknya perilaku korupsi semakin meluas dan sulit dihentikan apakah muncul dari kesadaran sendiri maupun efek jera dari sanksi hukum yang berlaku, dan menjadi budaya buruk.

Contoh lain terkait keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta tenaga kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang (UU) sebagai payung hukum omnibus law yang mengatur tentang investasi, bisnis, pengusaha. tenaga kerja, sumber daya alam dan lain-lain. Harapannya output dari UU ini dapat mensejahterakan atau menguntungkan stakeholders, namun karena melalui proses yang tidak sebagaimana harusnya dengan lebih dulu mendengarkan aspirasi masyarakat/buruh, pengusaha, investor agar menguntungkan semua pihak (growth with equity).

Kata kuncinya RUU ini harus disosialisasikan seluas-luasnya lebih dulu agar dapat menjadi masukkan yang berimbang di DPR. Akhirnya berdampak gejolak masyarakat seluruh Indonesia tidak dapat dihindari yang menimbulkan masalah baru apalagi dalam situasi masih belum terbebas dari covid-19. Di sini dituntut kepemimpinan yang memiliki sense of belonging terhadap kondisi rakyat karena fungsi negara adalah melindungi rakyat dari  gangguan yang merugikan mereka. Apalagi masyarakat Indonesia rata-rata masih dalam tataran sebagai pekerja dan sangat hapal jika terjadi demo sering merusak fasilitas umum dan mengganggu ketertiban masyarakat lainnya karena disusupi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dituntut kepemimpinan yang arif dan kehati-hatian yang tinggi bagi pemimpin dalam setiap kebijakannya.

Beda dengan pola pikir ketua umum partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang berpikir jauh ke depan, bahwa dalam situasi masih belum terbebas dari wabah covid-19 alangkah baik fokus ditujukan untuk menghalau wabah, jika wabah dapat kita atasi maka fokus untuk membahas pasal demi pasal akan lebih memiliki dukungan waktu dan kesadaran dari semua pihak untuk peduli pada payung hukum omnibus law tersebut dengan harapan transparansi tercipta  serta lebih efektif dan memenuhi rasa adil bagi semua yang terkait otomatis ekonomi negara dan rakyat bangkit. Gejolak masyarakat juga dapat dihindari dalam situasi wabah yang sejatinya harus menghindari berkumpulnya banyak orang untuk memutus rantai penyebaran virus.

Dibutuhkan komitmen kuat dari semua pemimpin, menjadi pemimpin yang memiliki rasa percaya diri yang baik dan terus konsisten dalam keberpihakan kepada rakyat. Pemimpin sebagai leader dan panutan serta tauladan bagi rakyatnya harus sadar adanya beban tanggungbjawab yang besar di sana, memang tidak mudah karena ia harus memiliki empati dan kepedulian besar bagi rakyat pada level yang membutuhkan untuk diperhatikan. Jika tidak demikian maka rakyat akan menjadi lebih buruk keadaanya akibat kepemimpinan yang tidak amanah seperti saat ini karena UU omnibus law yang dianggap cacat secara substansial dan prosedural otomatis situasi ini akan berkepanjangan menjadi bahasan nasional dan melelahkan semua pihak.

Peribahasa guru kencing berdiri, murid kencing berlari harus dipahami dan menjadi pegangan bagi semua pemimpin, karena apa yang dibuat pemimpin akan dicontoh oleh rakyatnya disadari atau tidak. Spirit semua pemimpin mewujudkan keadilan, kesejahteraan, kedamaian, keharmonian harus menjadi pedoman dan mampu diwujudkan.

Ada pemimpin yang baik dan menjadi tauladan serta panutan bagi rakyat, namun  belum mampu mengubah dan menginspirasi rakyat untuk hidup lebih baik, dibutuhkan lebih banyak lagi pemimpin-pemimpin Indonesia yang dapat memberi aura positif bagi lingkungan kehidupan berbangsa untuk memotivasi rakyat hidup dengan menghargai perbedaan, fokus pada bidang giatnya masing-masing dan produktif serta berprestasi.

Pemimpin harus bisa mengendalikan diri sendiri maka lingkungan akan mudah dikendalikan. Kata kuncinya, bagaimana seorang pemimpin menjadi pemimpin baik akan terlihat dari bagaimana kehidupan rakyatnya. Tidak pernah lelah bagi pemimpin untuk mengarahkan dan mendidik rakyatnya dengan kebijakan-kebijakan yang menyentuh sisi kemanusiaan mereka.

Pemimpin itu, tidur setelah rakyat nyenyak dan makan setelah rakyat kenyang..


Jakarta. 10 Oktober 2020.
Dr. SusiLawati M.Han
Wakadep Luar Negeri dan Keamanan Nasional DPP PD.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun