Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Buku: Jakarta Uncovered

11 Desember 2013   12:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:04 73 0

Prostitution is not the oldest profession. Prostitution is the oldest oppression.

Membaca judulnya segera mengingatkan saya pada buku Jakarta Undercover (Moamar Emka). Pada saat itu pula saya berpikir bahwa buku ini akan membahas tema bisnis seks dan perempuan, suatu tema yang sudah berkali-kali dibahas oleh berbagai orang di berbagai tempat. Sempat muncul pertanyaan, apakah akan ada inovasi dari buku ini?

Buku ini sudah terbit pada tahun 2010, tetapi konteksnya masih sangat aktual hingga kini. Ternyata buku ini menyihir saya sehingga saya segera menyelesaikannya dalam 2 hari. Ketika terpotong aktivitas lain, saya tidak sabar untuk segera lanjut membacanya. Saya termasuk orang yang sudah lumayan kenyang dengan bahan bacaan terkait isu kesetaraan jender dan kompleksnya budaya patriarki yang ada di masyarakat Indonesia. Akan tetapi, buku ini memberi memperkuat perspektif bahwa masalah sesungguhnya dari bisnis layanan seks adalah ada pada laki-laki. Masalahnya adalah pada adanya demand, sehingga gurita industri seks mengadakan supply, dan layanan seks oleh perempuan menjadi komoditasnya. Buku ini juga mengingatkan kembali bahwa pendekatan kebijakan yang selama ini dilakukan selalu berpusat pada pandangan bahwa yang bermasalah adalah perempuannya. Bahwa tidak pernah ada intervensi kuat yang menyasar pada laki-laki pembeli seks bayaran. Sebagai sumber masalah, maka laki-laki menjadi sangat strategis dalam mengatasi masalah.

Nori menyajikan gagasannya dengan menghubungkan dan membandingkan temuan-temuan lapangan (khususnya di Jakarta), hasil-hasil penelitian ilmiah, dan juga kritik-kritik atas berbagai literatur tentang bisnis layanan seks. Tampak pula bahwa tulisan Malarek (2003) sangat kuat pengaruhnya dalam gagasan bahwa dilihat dari aspek manapun, dalam bisnis layanan seks perempuan akan selalu dalam posisi tertindas dan menjadi pihak paling dirugikan. Buku ini memiliki nuansa ilmiah yang kuat, namun tetap menggunakan bahasa ‘bercerita’ yang mudah dicerna oleh paling tidak oleh kelas menengah. Kelas yang berkontribusi dalam peredaran uang di industri seks.

Sesuai subjudulnya ‘membangung kesadaran baru’, buku ini kembali memantik semangat untuk membuat perubahan atas masih berlangsungnya praktek trafiking, pemerkosaan, penipuan, pelacuran yang dipaksakan, jeratan hutang, terhadap perempuan. Kalimat seperti ‘prostitusi adalah profesi tertua di dunia’ justru mengindikasikan posisi menyerah terhadap masalah ketidaksetaraan perempuan dan laki-laki. Penulis mengajak pembacanya untuk bergerak melihat langsung ke anak, saudara, dan anggota keluarga, agar tidak lagi tidak peduli, sehingga buku ini patut dibaca setiap perempuan dan setiap laki-laki yang masih menghormati ibunya.

Selamat hari ibu.

Tulisan ini juga dimuat di www.RakAtas.com

@siradj

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun