Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Berjumpa dengan Tuhan dalam Diri Sesama (Matius 25:31-46)

29 April 2024   19:34 Diperbarui: 29 April 2024   19:35 240 0
Iman Kristen selalu percaya bahwa Allah itu ada dimana-mana. Ia maha hadir (Omni Present). Kehadiran Allah itu dengan banyak cara. Cara-cara itu kadang tidak terduga. Untuk itu, manusia harus bersiap setiap saat menjamu kehadiran Allah.

Matius 25:31-46 merupakan salah satu teks yang bisa dipakai sebagai rujukan mengenai kehadiran Allah. Teks ini bisa dilihat sebagai Yesus mengidentifikasi diriNya melalui orang-orang kecil dan terpinggirkan.

Tentu untuk bisa memahami teks ini maka kita perlu tahu bahwa ada dua pendekatan Kristologi dalam Injil. Pertama, Kristologi dari bawah. Model Kristologi ini menekankan tentang kemanusiaan Yesus (lih. Matius-Lukas)

Kedua, Kristologi dari atas. Model Kristologi ini lebih difokuskan pada status Yesus sebagai Anak Allah (lht. Yohanes). Jadi, wajar jika kemudian Yesus mengatakan bahwa diriNya bisa diidentifikasi melalui orang kecil.

Pengidentifikasian diri Yesus sebagai orang kecil dan terpinggirkan hanya dengan suatu maksud bahwa tidak boleh ada sistem diskriminasi sosial dalam hidup masyarakat dan berjemaat.

Semua setara, semua perlu diperhatikan. Konsep melayani orang kecil juga adalah bagian dari cara Yesus menggugah kita untuk peduli pada sesama. Sesama adalah orang-orang yang ada di sekitar kita.

Kita butuh kehadiran mereka dan begitu sebaliknya. Saya berpikir bahwa pelayanan pada sesama itu menjadi tanggungjawab iman ketika sudah hidup dalam suatu komunitas percaya.

Spirit solidaritas ini menjadi seruan di tengah-tengah gempuran budaya hidup individual. Orang tidak lagi mau peduli pada sesama. Yang utama adalah kepentingan diri. Budaya individual tengah merongrong hidup orang percaya.

Di lain pihak, pengidentifikasian diri Yesus sebagai orang kecil dan terpinggirkan juga berbicara soal kehidupan di masa yang akan datang. Itu artinya bahwa apa yang dilakukan hari ini menentukan kehidupan kita nanti.

Biar begitu jangan terjebak dengan anggapan bahwa teks ini lantas mengajarkan kita bahwa selamat indikatornya itu dilihat melalui banyak atau tidaknya perbuatan baik yang kita lakukan.

Malah sebaliknya, kita perlu memahami ini sebagai suatu anugerah. Yesus yang Maha Tinggi menjadi sama seperti manusia. Itu hanya dengan maksud bahwa Ia peduli pada kita. Tindakan ini yang selanjutnya harus kita contohi.

Pada akhirnya, dari hari ke hari kita perlu belajar untuk memberi perhatian pada sesama. Perhatian itu landasannya harus kasih. Ingat bahwa kasih itu bermakna ganda. Mengasihi Allah dan sesama. Tidak boleh berat sebelah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun