Saat matahari lagi ngebisnis.
Membakar ubun-ubun tanpa kompromi,
Aku hadir, bikin adem hati.
Kamu capek? Aku hadir,
Dengan embun di gelas bening yang lirih.
Manisnya pas, nggak kayak chat kamu,
Yang manis doang di awal, terus ngilang gitu.
Andai aku es teh di warteg pojokan,
Diseruput sambil ngeluh kehidupan.
Aku rela jadi tempat pelarian,
Asal kamu balik lagi buat pesen tambahan.
Aku nggak perlu fancy kayak kopi kekinian,
Nggak pakai nama rumit biar keliatan intelek.
Aku cukup disayang karena sederhana,
Dan selalu dicari saat panas mendera.
Tapi aku sadar ini cuma angan,
Aku bukan teh, cuma harapan.
Yang kamu abaikan tiap jam makan siang,
Padahal aku udah manis dan penuh perjuangan.