Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Djiaw Kwin Moy dan Rumah Sejarah Rengasdengklok

1 April 2014   00:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:14 250 1
Tak banyak yang tahu siapa sosok wanita bernama Djiaw Kwin Moy. Keriput diwajahnya nampak jelas, menandai ia tak lagi muda. Usianya kini 61 tahun.. Ia hanyalah seorang penjaga rumah. Namun, rumah yang dijaganya bukanlah rumah biasa. Djiaw Kwin Moy merupakan penjaga rumah sejarah di Rengasdengklok. Rumah inilah yang menjadi cikal bakal kemerdekaan Republik Indonesia.

Sedikit bercerita, rumah sejarah Rengasdengklok ini menjadi saksi hidup, saat Soekarno-Hatta, Fatmawati serta Guntur Soekarno Putra diculik kelompok pemuda dari perkumpulan Menteng 31. Pada pukul 03.00 WIB dini hari, tanggal 16 Agustus 1945, mereka diculik dan dibawa disebuah rumah sederhana dengan luas bangunan 10 x 25 m2 dan luas tanah 1055 meter milik Djau Kie Siong.

Kala itu, kelompok pemuda yang antara lain terdiri dari Soekarni, Wikana dan Chaerul Saleh, ingin kemerdekaan RI diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 tanpa campur tangan siapapun. Sementara Soekarno-Hatta, masih menunggu janji Kekaisaran Jepang yang akan memberikan kemerdekaan tersebut secara penuh kepada pihak Indonesia.

Akhirnya, setelah melalui perundingan, naskah proklamasipun dikumandangkan kepada seluruh rakyat Indonesia, menandai kemerdekaan Republik Indonesia. Tanpa Rengasdengklok, mungkin saja kemerdekaan Indonesia tak akan seperti hari ini.

Rumah sejarah Rengasdengklok ini memang memiliki banyak arti bagi sejarah Indonesia. Selayaknya rakyat Indonesia tak pernah melupakannya. Rumah ini terletak enam kilometer dari pusat kota Karawang. Rumah yang saat ini memiliki luas 150 m2 ini, kini di kelilingi oleh rumah penduduk. Sebelumnya, rumah ini berada di tepi sungai citarum, namun karena sering terkena abrasi dan terancam longsor. Sekitar tahun atau awal 1945, rumah ini di pindahkan ke Kampung Tugu, Jalan Sejarah Rengasdenglok dan di tempati keluarga Djiaw Kie Siong warga keturunan china.

Djiaw Kwin Moy merupakan keturunan Djiaw Kie Siong, pemilik rumah yang juga memiliki jasa bagi kemerdekaaan Indonesia. Kini, ialah yang bertugas menjaga cagar sejarah dirumah tersebut. Djiaw Kwin Moy menjaga rumah ini sejak tahun 2008, setelah penjaga sebelumnya yang tak lain merupakan sang kakak telah meninggal dunia.

Tugas Djiaw Kwin Moy sekarang adalah melestarikan rumah yang hingga kini banyak didatangi kalangan masyarakat. Setiap hari, ia harus melayani setiap pengunjung yang datang, seperti dari dari kalangan pelajar, mahasiswa, wartawan dan masyarakat umum. Tak hanya itu, wisatawan asing seperti Jepang, Belanda dan Taiwan juga kerap berkunjung.

Setiap pengunjung selalu disambut hangat. Ia pun tak segan menceritakan detail terjadinya peristiwa Rengasdengklok dirumah tersebut kepada siapapun yang bertanya. Ia tak pernah meminta sepeserpun dari pengunjung, hanya saja terkadang pengunjung sendiri yang berinisiatif memberikan sejumlah uangnya untuk ikut menjaga rumah sejarah itu.

Mungkin tugas ini tak seberat seperti wakil rakyat yang ada dikursi pemerintah. Namun setidaknya, tugas yang dijalani Djiaw Kwin Moy terbilang mulia, karena terus berusaha mengingatkan masyarakat tentang sejarah kemerdekaan Indonesia.

Hal yang sedikit disayangkan adalah tidak adanya perhatian lebih dari pemerintah setempat akan cagar budaya rumah sejarah ini. Djiaw Kwin Moy mengaku tak pernah sepeserpun menerima uang jerih payah menjaga rumah sejarah, meskipun ia tak pernah berharap lebih mendapat upah dari pemerintah. Pemerintah setempat juga tak pernah menggelontorkan dana untuk biaya perawatan rumah ini, justru perhatian datang dari Pemerintah Purwakarta.

Meski begitu, Djiaw Kwin Moy tetap ikhlas dan tetap menjalankan tugasnya mengingatkan masyarakat tentang sejarah Rengasdengklok jika datang kekediamannya itu. Ia ikhhlas dan rela tidak diberi gaji asal tugas yang menjadi amanat turun temurun bisa terus berjalan lancar. Suka dan duka apapun, tetap dijalani Djaw Kwin Moy setiap hari.

Sesungguhnya, banyak persoalan yang pernah dihadapi. Satu di antaranya adalah adanya pihak yang tak bertanggung jawab yang ingin dapat untung besar. Pernah diberitakan, rumah sejarah ini berkali-kali dibujuk agar dijual saja. Ironisnya, sempat tersiar kabar bahwa telah ada yang mengajukan harga sebesar 1,5 miliar untuk kepemilikan rumah ini.

Hal ini membuat sejumlah wartawan lokal kerap datang mengkonfirmasi kebenaran informasi itu. Djiaw Kwin Moy memang tak pernah menuntut lebih dari pemerintah. Namun sebagai penghuni rumah sejarah dan keturunan Djiau Kie Siong, dia tak menolak jika ada pihak yang mau mengulurkan tangan membantu melestarikan warisan sejarah ini.

Pajak Bumi dan Bangunan, selalu dilunasi setiap tahunnya. Tarif listrik juga dibayarkan setiap bulannya. Bahkan ketika pipa air bersih tak pernah terkoneksi ke rumah sejarah itu hingga kini, dia sekeluarga juga diam saja.

Seharusnya, banyak pihak yang memperhatikan keberadaan rumah sejarah ini. Jangan sampai rumah sejarah ini dijual dan pindah tangan untuk kemudian dieksplorasi habis-habisan demi mengeruk keuntungan semata karena tak pernah mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat dan pemerintah pusat.

Terlepas dari itu semua, Djiaw Kwin Moy tetap pada pendirian awalnya, bahwa ia akan terus menjaga rumah peninggalan buyutnya. Ia akan terus berusaha memberikan informasi kepada pengunjung yang datang dan bertanya. Pintu rumah sejarah itu pun akan terus terbuka bagi siapa saja yang memang masih peduli dengan keberadaan rumah sejarah yang menjadi cikal bakal kemerdekaan Indonesia. Keriput diwajah Djiaw Kwin Moy, tak menghalangi semangatnya untuk terus berbagi kepada masyarakat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun