Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Resensi Novel “Negeri di Ujung Tanduk” Karya Tere Liye

4 Agustus 2013   22:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:37 11813 0
  • Judul               : Negeri di Ujung Tanduk
  • Penulis             : Tere Liye
  • Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
  • Cetakan           : April 2013
  • Tebal               : 360 halaman
  • ISBN               : 978-979-22-9429-3

Novel “Negeri di Ujung Tanduk” menceritakan perjuangan seorang lelaki yang sedang berusaha untuk melepaskan dirinya dari buronan karena dia terbukti tidak bersalah. Tidak diceritakan secara detail maksud dari negeri di ujung tanduk ini tetapi kita bisa melihatnya dari beberapa alur tempat yang diceritakan seperti Bali, Jakarta, dan beberapa tempat lainnya. Serta masalah-masalah yang sedang dihadapi di negeri ini sedikit disinggung.

Kehidupan semakin rusak bukan karena orang jahat semakin banyak, tetapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi. Novel ini menceritakan perjuangan yang dilakukan oleh seorang lelaki bermata sipit yang tengah berjuang menyelamatkan hidupnya dari ancaman para mafia hukum. Pekerjaannya menuntut dirinya untuk selalu waspada terhadap segala hal yang berbau politik. Belum lagi Maryam, gadis wartawan yang ikut terlibat dalam aksinya. Thomas, tokoh utama dalam novel ini digambarkan sebagai sosok dengan style khasnya, tampan, rapi, dan balutan eksekutif muda yang cerdas dan berpengaruh tetap melekat padanya. Sebagai seorang konsultan politik tentu dia sering bertemu dengan kliennya dan berusah mendukung partainya.

Negeri di Ujung Tanduk juga sedikit menyinggung masalah-masalah yang sedang terjadi di tanah air seperti kasus korupsi Bank Century. Dulu Thomas menjadi konsultan ekonomi, sekarang merambah ke dunia politik, yaitu konsultan bidang politik.

Konflik semakin rumit karena klien Thomas yang merupakan mantan walikota yang ingin menjadi gubernur ibu kota kini ditangkap karena terkait kasus korupsi. Lalu, ada istilah-istilah asing yang seperti breaking news yang sudah bertahun-tahun dipakai wartawan, pengamat politik, komentator hukum, hingga orang awam. Dan di novel tersebut, Thomas mengakui sebagai orang pertama yang menemukan istilah breaking news. Novel Negeri di Ujung Tanduk memiliki makna yang sama dengan teori sastra yang selama ini banyak dianut. Sastra adalah seni dan seni itu indah sehingga selalu mengandung akhir kebaikan dan bahagia. Snovel posmodern biasanya menimbulkan ketidakpastian dan membuat keliru. Mungkin ini yang dirasakan para pembaca ketika diceritakan banyak konflik dan membuat Thomas terpojok sehingga tidak bisa lagi keluar dari kepungan penjahat. Namun, diakhir ternyata banyak bala bantuan dari teman-temannya. Penulis menginginkan pembaca melihat pada imaji tentang kehidupan realita di tanah air. Seperti kasus yang sedang terjadi diarahkan pada konvensi sebuah partai besar yang beberapa waktu lalu tokoh-tokohnya terjerah kasus Hambalang dan Wisma Atlet.

Ketika Anda membaca novel ini, Anda akan heran karena pada pembukaannya diceritakan dua orang petarung tinju yang sedang mempertaruhkan harga dirinya sebagai pemenang. Novel heorik ini sangat memikat karena membuta kita berdebar-debar dengan aksi-aksi Thomas yang dikemas secara menarik dan mengurasi emosi pembaca. Novel ini merupakan sekuel dari “Negeri Para bedebah” karya Tere Liye. . Jika buku sebelumnya Tere Liye membahas borok kapitalisme, kali ini ia mengupas kebobrokan demokrasi.

Tere Liye mampu membawa emosi dan imajinasi pembaca dengan aksi-aksi Thomas dalam menghadapi musuh-musuhnya dimulai dari kejar-kejaran, tembak-tembakan, pukul-pukulan, bakar-bakaran. Intensitasnya terjaga, setiap halaman mengandung tensi tersendiri. Para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat menjadi pujaan. Seorang petarung sejati akan terus melawan kejahatan walaupun dirinya sendiri terjebak dalam berbagai masalah. Meski habis seluruh darah di badan, menguap segenap air mata, dia akan berdiri paling akhir, demi membela kehormatan.

Setahun setelah Thomas berjuang menyelamatkan Bank Semesta, ia telah menambahkan unit bisnis dalam perusahaan konsultannya. Jika dulu ia hanya fokus mengurus strategi keuangan dan instrumen investasi, sekarang Thomas merambah dunia politik. Menjadi konsultan strategi politik, Thomas telah berhasil mengantar dua kliennya memenangkan pemilihan gubernur. Ia sukses menunjukkan bahwa kompetisi politik bisa dimenangkan dengan kalkukasi yang cermat. Bagi Thomas sendiri, politik tidak lebih adalah permainan terbesar dalam bisnis omong kosong, sebuah industri artifisial penuh kosmetik yang pernah ada di dunia.

Setahun sebelumnya, setelah kasus penyelamatan Bank Semesta, dalam penerbangan menuju London, Thomas bertemu JD, mantan wali kota dan gubernur yang dikenal sebagai figur muda yang sederhana dan bersih. Pertemuan itu menjadi momen penting dalam hidup Thomas.  Percakapan dengan JD menginspirasi Thomas untuk terlibat dalam dunia politik.

Dalam sosok JD Thomas menemukan jawaban dari pertanyaan yang melindap dalam benaknya terkait sosok politikus dengan kemuliaan dan kelurusan hati bak Gandhi atau Nelson Mandela. Maka, Thomas pun menawarkan diri menjadi konsultan strategi demi mewujudkan penegakan hukum yang dikehendaki JD. Dan karena presiden merupakan pemilik komando tertinggi bagi penegakan hukum di Indonesia, cita-cita JD hanya bisa direalisasikan dengan menjadi presiden.

Menjelang konvensi partai yang akan mengumumkan secara resmi kandidat presiden dari partai yang menominasikan JD, mendadak terjadi terjadi peristiwa yang tidak diantisipasi Thomas sebelumnya. Terjadi ekskalasi besar-besaran dari peserta konvensi yang ditandai dengan manuver raksasa yang dilakukan pihak lawan JD. Situasi yang berkembang tidak terduga itu membuat JD meminta Thomas yang berada di Hong Kong untuk kembali ke Jakarta. Tapi sebelum Thomas meninggalkan Hong Kong, seusai konferensi mengenai komunikasi dan pencitraan politik, ia ditangkap satuan khusus antiteror otoritas Hong Kong. Di dalam kapal yang digunakan Opa dan Kadek menjemput Thomas di Makau, ditemukan seratus kilogram bubuk heroin serta setumpuk senjata api dan peledak. Tidak ada hipotesis lain yang terbentuk di benak Thomas selain bahwa kejadian ini adalah salah satu agenda serius yang dijalankan pihak lawan JD. Ditahannya Thomas di Hong Kong, membuat ia tidak bisa hadir di konvensi partai. Untunglah ada Lee, pengusaha Hong Kong yang dikalahkannya dalam pertarungan di Makau. Lee berhasil meloloskan Thomas dan mengatur perjalanan pulang Thomas ke Indonesia. Setibanya di Jakarta, Thomas disambar berita penangkapan kliennya. JD ditetapkan sebagai tersangka korupsi megaproyek tunnel raksasa selama menjabat sebagai gubernur ibu kota. Penangkapan itu tak pelak lagi disinyalir Thomas sebagai upaya pembunuhan karakter untuk mencemarkan reputasi cemerlang JD. Kemungkinan besar, JD akan didiskualifikasi dari kandidat calon presiden partai.

Maka sebelum notifikasi pelariannya dari Hong Kong menyebar ke seluruh jaringan interpol dunia dan menobatkannya menjadi buruan internasional, Thomas harus bergerak cepat memperjuangkan nasib kliennya. Ia harus pergi ke Denpasar untuk melakukan konsolidasi para pendukung JD. Tapi hal itu pun tetap tidak mudah. Karena seperti dugaan Thomas, ada kelompok yang disebutnya sebagai mafia hukum, bergerak di belakang setiap kejadian itu.

Apakah Thomas bisa menghadiri konvensi partai dan mengembalikan kepercayaan semua pendukung JD? Thomas, mau tak mau, mesti merancang sebuah plot untuk bisa menghadapi tekanan demi tekanan mematikan yang dihadapinya. Tidak hanya berupaya membawa keluar seorang saksi mahkota dari tahanan kepolisian, Thomas pun menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk menjalankan rencananya. Hingga pada akhirnya ia menyadari, sesungguhnya ia sedang berhadapan dengan para pendiri benteng kekuasaan yang mampu melakukan apa saja demi pencapaian tujuan mereka. Dan sebagai pemimpinnya adalah bedebah yang menyeruak dari puing-puing masa lalu Thomas.

Diakhir cerita, Thomas bisa dibilang beruntung karena memiliki teman-teman yang peduli dan peka terhadap pekerjaannya. Thomas mengakhiri konfliknya dan mendapat bantuan dari teman-temannya saat sedang terpojok.

Novel “Negeri di Ujung Tanduk” menarik untuk dibaca karena terdapat sentuhan politik yang dituangkan dalam kata-katanya. Kalimat-kalimat yang pilih pun menarik dan mengalir begitu saja. pembaca seakan disuguhkan kejadian yang benar-benar terjadi dalam kehidupan. Belum lagi aksi heroik yang dilakukan Thomas bersama temannya, membuta pembaca hanyut dalam situasi yang terjadi.

Bagi Thomas sendiri, politik tidak lebih adalah permainan terbesar dalam bisnis omong kosong, sebuah industri artifisial penuh kosmetik yang pernah ada di dunia. Tere Liye ingin mempertegas melalui sastra bahwa politik hanya menganduk kepemimpinan dan kekuasaan saja. selain itu politik akan menimbulkan keangkuhan, kesombongan, cemoohan, dan sifar iri hati. Politik hanya berisi omong kosong yang dilakukan agar mencapai kemenangan.

Tere Liye ingin menyampaikan bahwa penegakan hukum di tanah air, Indonesia memang masih sangat lemah. Hal ini terbukti dari berbagi kasus korupsi yang terjadi hingga berlarut-larut belum juga tuntas. Dan lagi fasilitas penjara yang membedakan orang-orang yang melakukan korupsi dengan yang tidak. Orang-orang yang melakukan korupsi seperti Om Liem, Paman Thomas, memiliki fasilitas penjara yang tidak layak untuk disebut penjara. Om Liem terjerat kasus korupsi dan dijadikan tersangka korupsi. Kehidupannya cukup enak di dalam penjara karena apapun yang dia inginkan sudah tersedia. Kita terlalu sibuk dengan urusan masing-masing sehingga tidak memperdulikan lagi hal-hal sepela yang akan berakibat buruk ke depannya. Tere Liye mengibaratkan bahwa negeri ini sedang berada di ujung tanduk. Dia tidak menyebutkan negeri ini di mana, namun di dalam ceritanya dia menyebutkan kita Jakarta dan Bali. Memang ini merupakan refleksi dari kehidupan kita.

Untuk itu mulailah dengan peduli dengan sesama karena rasa kepedulian saat ini mulai menghilang dari masyarakat. Hal kecil yang kadang terabaikan bisa merubah masa depan. begitu juga dengan politik yang tidak pernah ada habisnya jika dibahas. Bahkan sekarang ini politik tidak segan untuk ‘membunuh’ sesama, saling membodohi, dan memperbudak.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun