Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Menilik Revisi UU Perkawinan dalam Lingkup Kependudukan, Sebuah Solusi?

17 Mei 2020   23:29 Diperbarui: 17 Mei 2020   23:41 229 0
Revisi UU Perkawinan telah dilakukan dan disahkan terhitung sejak tanggal 16 September 2019. Bagian yang direvisi pada UU tentang perkawinan tersebut adalah batas minimal usia untuk menikah yang terdapat pada Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan. Pada awalnya Pasal 7 ayat 1 tersebut berbunyi, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Diganti menjadi kedua belah pihak wanita maupun pria batas usia minimalnya adalah 19 tahun. Revisi UU Perkawinan ini dilakukan setelah mendapat kritisi dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) karena dianggap tidak sesuai dengan UU Perlindungan anak. Dikutip dari suara.com bahwa Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan, Pengesahan ini dilakukan sebagai bukti bahwa negara terus melindungi anak Indonesia. Tentu saja Revisi UU Perkawinan ini memberikan dampak positif dalam melindungi anak. Namun, apakah dampak dari revisi UU Perkawinan tersebut hanya ada pada lingkup melindungi anak saja? Atau adakah dampak lain yang terjadi sebagai akibat dari Revisi UU Perkawinan tersebut?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun