Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Piala Dunia Qatar 2022, Drama dan Euforia

25 November 2022   08:37 Diperbarui: 5 Desember 2022   12:38 584 7
Pada akhirnya, di Piala Dunia tak kan ada pemerataan kesedihan dan sharing kenikmatan. Karena hanya ada satu juara. 

Ya, hanya ada satu tempat untuk juara  sejati. Yang akan menjadi hero bagi negaranya dan dielu - elukan seluruh dunia.

Untuk bisa menduduki singgasana hebat itu, harus menguras pikir dan tenaga, air mata juga darah. Terkadang bahkan nyawa.

Itulah pertunjukan dan drama yang akan ditampilkan di panggung piala dunia Qatar 2022.

Sebulan ke depan, stadion - stadion modern nan megah diantara gurun pasir itu bakal menjadi pusat perhatian dunia.

Qatar, salah satu negeri terkaya di bumi didapuk menjadi tuan rumah perhelatan olah raga paling digemari ini. Kompetisi sepak bola paling bergengsi. Ajang duel - duel kesebelasan menawan. Yang akan diwarnai spirit perjuangan, haru biru emosional dan euforia kemenangan. Serta asa akan berharganya waktu dan sebuah harapan. Namun pasti juga disertai rasa kecewa dan frustrasi.

Terlepas dari kontroversi penunjukannya sebagai host, Qatar sejak tahun 2010 telah bersungguh - sungguh mempersiapkan segalanya. Berupaya menghadirkan sukses penyelenggaraan pesta dan kompetisi olah raga paling populer ini. Yakni pesta perebutan piala dunia, World Cup 2022. Dengan biaya mahal 150 milyar dolar. Sepuluh kali lipat biaya piala dunia Rusia 4 tahun lalu.

Dari negeri kecil padang gurun berpenduduk hanya 2,9 juta ini, kita para penyuka bola akan dipaksa memelotot sebulan nonton langsung atau via layar kaca. Menonton aksi dan atraksi para jawara. Berdebar - debar menunggu kejutan - kejutan aksi dari para pendekar bola kaki. Aktor rumput hijau yang sebagian besar para pengembara di negeri orang. Kini pulang kampung berjuang bersama, demi memenangkan pertarungan. Berebut untuk dapat mengangkat piala Jules Rimet, lambang supremasi bola tertinggi. Pada pesta akhir di Doha, ibukota Qatar.

Di setiap pertandingan, kita akan menonton 22 orang dengan 2 kostum berbeda, berlarian dan berjibaku berebut bola. Dikawal wasit dan penjaga garis berbekal peluit, bendera, kartu dan bantuan mesin VAR menegakan peraturan dan membuat keputusan tegas.

Di pinggiran lapangan, para pelatih dan crew tegang berteriak - terik memberi instruksi dan memompa semangat timnya.

Sedangkan di stadion ribuan penonton, fans setiap tim dengan kostum - kostum atraktif menggelar atraksi tak kalah menarik dibanding pertandingan sesungguhnya. Ibarat nonton konser super diva, para suporter akan larut dalam roller coaster histeris meluapkan emosi mendukung tim jagoannya.

Dalam piala dunia kali ini, barangkali ada terbersit rasa kecewa bagi sebagian besar penggemar bola.

Pertama, tim pangeran biru Italia absen tampil di ajang prestisius ini. Tim yang telah berhasil memenangi empat piala dunia ini gagal lolos ke Qatar. Ironis dan menyedihkan. Pasalnya tim biru belum lama ini, tahun 2021 bersinar. Dengan piawai berhasil menjuarai Euro 2020, level tertinggi kompetisi bola Eropa. Saat final, Gli Azzuri menumbangkan tim tiga Singa Inggris yang tangguh dan kala itu difavoritkan juara.

Namun apa mau dikata, rupanya nasib berkata lain. Saat menapaki seleksi piala dunia, Itali tersungkur. Gigit jari, gagal terbang ke Doha. Harapan tinggi publik Itali pupus. Mereka berduka. Fans bola duniapun ikut kecewa dengan absennya Italia.

Kekecewaan kedua, adalah gagalnya timnas Norwegia tampil di Qatar. Sebenarnya bukan karena timnas Norway, tetapi lebih karena publik bola dunia sangat ingin menyaksikan aksi spektakuler Erling Haaland.

Haaland adalah striker bintang yang sangat benderang saat ini. Memperkuat klub Manchester City Inggris setelah kepindahannya dari Borrusia Dortmund, klub papan atas Jerman. Tentu saja bujangan muda tinggi besar asli Norwegia ini juga jawara andalan skuad timnas negaranya.

Di liga Premier Inggris, Haaland mencuri perhatian dunia lewat aksi - aksi fantastisnya yang spektakuler. Sayangnya Norway tidak manggung di world cup. Haaland bintang bola paling bersinar pengganti CR7 dan Messi masa datang tak bisa menyinari Qatar. Publik bola sangat menyayangkan.

Bintang lainnya yang tak bisa bersinar adalah Karim Benzema dari timnas Prancis. Benzema, striker El Real Madrid adalah penerima terkini Balon d' Or, lambang supremasi individu bintang bola. Yang terpaksa absen di Qatar karena cedera. Juga Sadio Mane striker Bayer Muenchen dan andalan timnas Senegal. Harus rela istirahat, hanya menjadi penonton karena terserang sakit.

Bagi Cristiano Ronaldo kapten Portugal, pesta bola di Qatar ini adalah ajang pembuktian terakhir kehebatannya di level tertinggi sepak bola. Mampukah dirinya mengantar Portugal meraih piala dunia yang pertama? CR7 setelah sukses mengantar Portugal menjuarai kompetisi Euro pasti sangat berambisi menutup karirnya dengan memboyong piala dunia.

Demikian juga bagi Lionel Messi, kapten Argentina. Setelah sukses memimpin tim Tango menjuarai Copa America yang terakhir dan piala Finalissima inilah saatnya Messi dkk berupaya keras merebut kembali piala Jules Rimet. Mengulang sukses tahun 1978, ketika Mario Kempes dkk menumbangkan tim Oranje Belanda di final dan mengangkat piala dunia. Juga sukses Diego Maradona yang di final piala dunia 1986 menumbangkan Jerman di final dengan skor 3 - 2. Mampukah Leo dkk menjemput piala prestisius itu dan menorehkan sejarah untuk ke tiga kalinya. Publik Argentina menyebut inilah golden era sepak bola Argentina. Bakal terbuktikah?

Pewacanaan publik menjagokan Argentina, Prancis, Brazil dan Jerman sebagai kandidat peraih piala kali ini.

Namun banyak juga khalayak  mengharapkan kebangkitan tim negeri kincir angin Belanda untuk melaju. Mengobati kemunduran dunia bola yang akhir - akhir ini melanda negeri bawah laut itu.

Demikian juga harapan besar publik bola tertumpu pada tim tiga Singa Inggris. Tempat lahirnya olah raga sepak bola dan pemangku liga bola paling populer di dunia, Liga Premier. Materi hebat dan usia rerata relatif muda skuad Inggris yang dimiliki saat ini adalah asa besar bagi negeri bola ini untuk mengulang sukses 56 tahun lalu. Saat tahun 1966 Inggris menjuarai piala dunia untuk yang pertama kali dan terakhir kalinya. Harry Kane kapten three Lions dkk pasti akan berjuang keras dan ngotot, rela meneteskan  keringat, air mata dan darah demi kesuksesan memboyong piala dunia yang kedua.

Analisis, ramalan kajian level pakar boleh ditebar. Namun bola tetaplah bundar dengan perilaku tak terduga. Dan disana, dewi Fortuna menaungi dan akan menebar teka - teki, anomali dan kejutan tak terduga. Yang akan membuat para pengamat dan publik ternganga tak percaya.


Kejutan Duel Awal Fase Grup

Tak selamanya yang kelihatannya lebih hebat, pintar dan kuat itu selalu menang. Pertandingan awal di fase grup mempertontonkan drama dan kejutan pahit bagi sebagian tim kandidat favorit juara.

Ketika Inggris garang melumat Iran 6 - 2, dan Spanyol perkasa mencukur Costa Rica 7 - 0, itu adalah hasil yang predictable. Sesuai amatan dan perkiraan para ahli maupun awam bola.

Namun saat Argentina bertekuk lutut dari tim Arab dan Jerman terpuruk ditangan Korsel, itu seolah menjadi kenyataan aneh dan anomali. Para ahli dan awam bola kecelik tak menduga.

Duel tim Tango versus tim petro dolar pada mulanya sangat gampang ditebak. Argentina bakal menang mudah dan pesta gol. Di menit 10, Messi sang kapten menjebol gawang tim hijau Arab Saudi. Memanfaatkan hadiah tendangan penalti.

Kemudian disusul 3 gol Argentina yang dianulir karena berbau off side, masing - masing 2 kali oleh Martinez dan 1 oleh Messi. Sampai akhir babak 1, pengamat optimis tim garis biru langit bakal memetik kemenangan dengan multi gol.

Namun di babak kedua, tim Saudi menjelma menjadi Singa Gurun yang ganas dan perkasa. Entah motivasi apa yang disuntikan pelatih di kala jeda. Adapula rumor yang beredar. Konon saat istirahat, raja Salman himself menelpon tim untuk mengobarkan semangat juang. Tilpon bertuah itu menggedor emosi dan membangkitkan energi kemenangan.

Kita telah melihat, di babak kedua Arab menggali neraka dan menyeret Argentina favorit juara ke dalamnya.

Menit 48 sampai dengan 53 adalah 5 menit yang membuat kiamat bagi Argentina. Singa Arab meraung, taring dan kuku tajam mencabik mencakar lawan. Tim Tango klenger.

Argentina kaget dan marah. Segera mengobarkan permainan. Menggedor dan mengurung. Suplai dan umpan ciamik Angel Di Maria yang khas dan berbahaya beruntun mengalir ke lini pertahanan Arab.

Namun kiper hebat dan defender tim hijau bak benteng Konstantinopel yang masif, pengkuh tak tertembus. Sampai peluit akhir berbunyi, skor tak berubah 2 - 1 untuk Saudi Arabia.

Sungguh kemenangan yang sakral mahal dan tak ternilai.

Gugur sudah reputasi Argentina sebagai tim jawara yang dalam 36 pertandingan terakhir berturut - turut tak terkalahkan. Terdelete oleh lawan yang tak diperhitungkan. Sungguh kenyataan tak terduga amat pahit yang tak bisa diterima.

Eforia kemenangan Arab tidak hanya dirayakan di negeri Saudia saja. Ketika raja Salman memberi libur nasional bagi seluruh pekerja untuk bergembira mensyukuri kejayaan. Namun kemenangan Arab kali ini juga kompak dirayakan oleh negara - negara jazirah Arab lainnya. Perayaan itu sungguh kekompakan yang sangat jarang terjadi.

Kemenangan Arab adalah kemenangan timnas Asia pertama di ajang piala dunia atas tim Argentina. Kemenangan yang menginspirasi tim Asia lainnya untuk bertarung lebih hebat dan berjaya.

Kita sering mendengar istilah bahwa kemenangan itu menular di lingkungannya. Penularan itu terbukti di fase grup hari berikutnya. Jepang seolah terinspirasi, dan mengulang sukses Arab saat menghadapi dan menumbangkan tim raksasa Der Panzer, Jerman.

Publik masih mengira, pada babak awal Jerman akan mudah menekuk tim Samurai biru Jepang.

Skoring Jerman vs Jepang ini mirip dengan hasil duel Argentina vs Arab.

Di menit 33, Gundogan pemain Jerman dari klub Manchester City sukses mengeksekusi penalti untuk kemenangan Der Panzer.

Namun sebagaimana tim Arab, di babak kedua keuletan dan ngototnya tim matahari terbit membuat Jerman tunggang langgang kelimpungan. Tusukan dan tebasan beruntun Samurai 2 kali menjebol gawang Der Panzer di menit 75 dan 83. Jepang menang 2 - 1, Jerman terpuruk.

Jepang berpesta dan mengakhiri dengan aksi unik. Para suporter Jepang membersihkan sampah yang menyebar di stadion. Petugas kebersihan Qatar surprise, merasa terbantu pekerjaannya.

Arab dan Jepang ibarat David penakluk Goliath sang raksasa. Dengan skor sama dengan even dan saat yang mirip. Betapa senang kita melihat pihak yang tidak diunggulkan menang melalui perjuangan hebat. Tim Asia berjaya.

Bagaimana kira - kira perasaan Argentina dan Jerman menerima kekalahan getir itu?

Mereka adalah tim tangguh pemegang piala dunia. Kekalahan yang sungguh mencoreng reputasi dan tak bisa diterima. Kenyataan ini akan membuat mereka marah dan akan menyikapi pertandingan berikutnya dengan cara berbeda.

Lionel Scaloni dan Hansi Flick masing - masing adalah pelatih timnas Argentina dan Jerman yang piawai dan tak diragukan keandalannya.

Lionel Scaloni telah sukses membawa Argentina menjadi kampiun di ajang internasional. Juara Copa Amerika 2021 mengalahkan Brazil di final. Juga bulan juni 2022 lalu, di London pada laga Finalissimo yang mempertemukan juara Copa Amerika dan kampiun Euro, tim Tango mempecundangi Itali kampiun Euro dengan skor telak 3 - 0. Selain itu dibawah kepemimpinannya, Argentina sangat berotot dan perkasa. 36 kali tanding berturut tak terkalahkan, 27 kali menang dan 9 kali imbang. Arablah yang berhasil memutus otot keperkasaan tren kejayaan Argentina di Qatar.

Sedangkan Hansi Flick adalah pelatih dingin dan cerdas. Sebelum melatih timnas Jerman, telah sukses mengantar klub bola Bayern Muenchen menjadi tim garang tak terkalahkan di Jerman.

Kini, tentu 2 pelatih tim yang difavoritkan itu akan bekerja keras. Bertapa, bermeditasi, berpikir untuk merancang strategi efektif dan jitu demi memenangkan pertandingan yang tersisa.

Walau kiamat membayang, namun Argentina dan Jerman masih memiliki peluang untuk meneruskan perjalanan. Bahkan tak tertutup kemungkinan mereka meraih juara masing - masing grup.

Pertandingan awal babak grup telah usai. Tim 3 Singa Inggris dan tim Matador Spanyol menunjukan dominasi dan soliditasnya. Layak pula dijagokan menjadi favorit juara yang baru.

Prancis dan Brazil menjaga asa sebagai favorit juara. Telah memetik kemenangan di laga awal.

Belanda dan Portugal adalah harapan. De Oranje tampil menawan melawan musuh keras Senegal. Cristiano Ronaldo tetaplah master penalti dalam pertarungan ketat melawan Ghana. Portugal unggul 3 - 2.

Arab dan Jepang menjadi simbol perlawanan terhadap kemapanan. Kini mereka adalah kuda hitam berbahaya di piala dunia 2022. Siapapun tak boleh meremehkannya.

Pertandingan awal usai, drama kesedihan dan euforia kemenangan banyak tersisa, akan menjadi pertunjukan mendatang.

Kita masih akan lama melotot dan begadang untuk menjadi saksi juara dunia yang baru.

Lanjutken.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun