Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Aktifis buruh dan kemerdekaan Indonesia

8 Agustus 2015   20:29 Diperbarui: 10 Agustus 2015   18:26 204 0
Tanggal 30 September 1939, sekitar 400 orang lebih berkumpul di Mojokerto. Mereka hadir untuk memperingati seperempat abad aktivisme serikat buruh di bawah pimpinan Raden Panji Suroso. Lahir di Porong – Sidoarjo, Jawa Timur pada 03 Nopember 1893, Suroso adalah lulusan Sekolah Guru (Kweekschool) di Probolinggo, tapi tidak bekerja sebagai guru sesuai bidang studi yang ditekuninya. Malahan ia melamar menjadi pegawai di Jawatan Irigasi. Pada 1914, memasuki usia 21 tahun, Suroso menjadi ketua Serikat Buruh Pegawai Pribumi Departemen Pekerjaan Umum cabang Probolinggo. Sejak itu karirnya berkembang menjadi pemimpin serikat di sektor publik, termasuk Persatuan Vakbond Pegawai Negeri  (PVPN) sejak 1930. Seperti banyak tokoh serikat, ia juga terjun dalam politik nasionalis. Pada 1914, ia menjadi ketua cabang Sarekat Islam di Probolinggo dan kemudian anggota eksekutif pusat, meski memasuki tahun 1923 sepertinya ia tidak lagi duduk dalam keanggotaan eksekutif pusat. Sepanjang periode penuh gejolak, ia menjadi pimpinan cabang Serikat Buruh Pabrik Gula (PFB). Keanggotaan singkatnya dalam Sarekat Islam dan keterlibatan di PFB menjadi awal perjalanan panjang dalam aktivisme serikat buruh bersama Surjopranoto, yang dijuluki "si Raja Mogok" di Jawa Tengah karena kiprahnya memimpin PFB dan serikat buruh pegadaian dalam petarungan sengit melawan pihak majikan. Suroso berperan penting dalam pembentukan Persatuan Vakbond Hindia pada 1923 dan memimpin organisasi itu sebelum kehancurannya setelah pemogokan buruh kereta api pada Mei 1923. Ia diangkat menjadi anggota Dewan Kota Probolinggo dan pada 1923 ditunjuk menjadi anggota dewan penasehat koloni, Volksraad, yang menjadi tempat terakhir baginya memperjuangkan penuh semangat nasib kaum buruh Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun