Mohon tunggu...
KOMENTAR
Financial Pilihan

Langkah Sederhana Bantu Menstabilkan Keuangan Negara

4 April 2020   11:03 Diperbarui: 4 April 2020   11:57 180 12
Kebijakan makroprudensial adalah langkah yang memiliki tujuan utama untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan peningkatan risiko sistemik.

Dalam bahasa yang  paling sederhana bisa diterjemahkan sebagai kebijakan yang mengatur pola sirkulasi keuangan secara wajar. Sehingga perekonomian berjalan dengan stabil, karena arah perputaran modal yang mengalami surplus rugi laba tidak mengalami peningkatan atau penurunan secara sporadis.

Arus pergerakan modal secara berlebihan sesungguhnya akan menimbulkan sedikit kekacauan.  Karena BI harus mengutamakan stabilitas keuangan yang  diprediksi melaui angka-angka pertumbuhan dengan rumus tertentu, untuk menekan perilaku pasar agar tidak cenderung membahayakan keuangan negara secara keseluruhan.

Bank Indonesia menerapkan Countercyclical Buffer  sebagai instrumen penyangga keuangan, yaitu tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan perbankan yang berlebihan (excessive credit growth) sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Dalam skala global kita tak mungkin membahasnya karena terkait dengan disiplin ilmu khusus yang membahas tentang sistem perbankan kelas dunia.

Kita mungkin bukan orang penting yang punya kewenangan mengubah pola dan sistem keuangan negara.

Tapi dalam hal berperilaku keuangan kita bisa bersikap bijak dalam pengambilan keputusan.  Sebagai sebuah sinergi agar negeri ini tetap sehat secara ekonomi. Dan bertahan saat gelombang ancaman secara global menyerang.

Kita menyadari merebaknya virus corona yang mendunia yang ditetapkan oleh WHO sebagai Pandemi global, merubah  sikap dan perilaku manusia di atas bumi hampir keseluruhan.  

Ketakutan yang  berlebihan mengakibatkan setiap orang mengambil jalan sendiri-sendiri untuk mengatasi berbagai persoalan yang  timbul.

Secara nasional pemerintah telah menurunkan berbagai kebijakan dengan dasar rekomendasi WHO. Berupa berbagai kebijakan yang  berimbas pada perilaku dan tata kelola berbagai bidang untuk mengantisipasi,  menghentikan,  dan mencegah dan memotong rantai penyebaran  virus.

Kebijakan  yang diturunkan ini menyulut  berbagai persoalan publik. Dari bidang pendidikan, ibadah, sosial, budaya, dan yang paling terpukul adalah bidang ekonomi. Karena banyak aktifitas ekonomi yang  lumpuh seketika.

Secara naluriah manusia menginginkan agar kebutuhannya bisa terpenuhi saat terjadi  pembatasan aktifitas,  sehingga menimbulkan perilaku sebagai akumulasi rasa takut dan kawatir berupa panic buying.

Membeli barang dalam jumlah besar,  menyetoknya sebagai persediaan sebagai bentuk perlawanan atas situasi yang sedang terjadi.

Khawatir kalau suply barang akan terganggu, pabrik berhenti memproduksi,  atau sirkulasi barang terhambat karena mobilisasi angkutan barang tersendat, padahal kondisi semacam ini pada kenyataannya hanya dugaan atau memang riil terjadi.

Kepanikan ini tentu saja akan memunculkan efek lain yang  mengiringinya berupa penarikan dana secara besar-besaran, baik dalam bentuk  uang virtual, emas batangan, maupun uang cash,  untuk mendukung kebutuhan.

Sampai di sini akan muncul masalah keuangan yang  lain. lembaga keuangan Bank yang  dananya ditarik secara besar-besaran akan mengalami insolven.

Risiko default institusi keuangan yang bersangkutan makin meningkat, hingga menyebabkan bangkrutnya institusi perbankan bila hal tersebut tidak segera ditangani.

Perbankan akan dilanda panic bank bila itu terjadi secara bersamaan di banyak bank. Di mana permodalan akan menghilang dari suatu negara hingga menyebabkan negara mengalami krisis secara sistematis.

Terlebih banyaknya kredit macet karena nasabah yang tak bisa membayar angsuran.

Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan, biasanya bank membatasi jumlah penarikan, menerapkan jumlah minimum dana yang mengendap dan berbagai langkah lain.

Misalnya dengan menaikkan suku bunga tabungan,  menaikkan bunga deposito,  menerapkan produk  pinjaman dengan bunga murah dan angsuran ringan bagi nasabah, dan sebagainya.

Tapi kondisi saat ini,  dimana pandaemi menggerogoti habis sumber-sumber ekonomi,  sepertinya menabung atau mengambil kredit perbankan adalah pilihan yang  sulit.

Pemenuhan bahan pokok terutama bahan pangan yang  terus mendesak membuat semua orang mengambil uang, bukan menyimpannya di bank.

Hari ini semua orang merasakan keterpurukan ekonomi. Dari efek PHK masal, kehilangan mata pencaharian, dan simpanan yang makin hari terkikis habis karena tidak ada pemasukan.

Tapi masih ada hal yang masih kita lakukan agar ekonomi negara tetap stabil. Dengan tidak mengambil uang simpanan secara besar-besaran. Tapi mengambilnya seperlunya dan secukupnya saja.

Sebab itu bagian dari cara warga negara membantu perekonomian secara makro.
Sehingga dana di bank tetap berputar untuk ekonomi berkelanjutan.

Kita tidak perlu melakukan panic buying, agar stok barang terjaga, dan produsen tetap bisa menyediakan barang secara stabil.  

Sebab dalam hukum ekonomi dinyatakan bahwa, "Jika ketersediaan barang banyak dan permintaannya sedikit maka harga jual barang tersebut akan murah dan sebaliknya jika ketersediaan barang sedikit sedangkan permintaannya banyak maka akan menyebabkan harga jual barang mahal"

Kita juga terhindar dari gangguan fihak ketiga yang memanfaatkan situasi. Mereka memborong barang  dengan niat menimbun lalu mendapatkan keuntungan berlipat dari barang yang dijualnya dengan harga tinggi.

Kita tak pernah bisa sendiri untuk menyelesaikan masalah ekonomi.  Tapi kontribusi para nasabah bank secara mandiri  akan menimbulkan efek baik bagi kemajuan ekonomi.

Jadi...  Jangan ambil semua simpanan anda ya?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun