Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Dakwah Digital dan Tantangan Komunikasi Profetik: Menghadirkan Kemanusiaan di Tengah Layar

13 Oktober 2025   18:45 Diperbarui: 13 Oktober 2025   18:45 25 0
Di tengah derasnya arus digitalisasi, dakwah kini tidak lagi terbatas pada mimbar atau
majelis taklim. Media sosial seperti YouTube, Instagram, dan TikTok telah menjadi ruang baru
bagi para dai dan umat Islam untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan. Fenomena ini membawa
peluang besar bagi perluasan syiar Islam, namun juga menimbulkan tantangan serius. Tidak
jarang, dakwah digital justru kehilangan ruh keislaman dan bergeser menjadi ajang popularitas
semata. Dalam situasi inilah, konsep komunikasi profetik menjadi sangat relevan. Komunikasi
profetik mengajarkan tiga prinsip utama: humanisasi (amar ma'ruf), liberasi (nahy al-munkar),
dan transendensi (tu'minuna billah). Ketiganya bersumber dari firman Allah SWT dalam QS. AlImran (3):110, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah".
Pendekatan profetik ini menegaskan bahwa dakwah bukan sekadar menyampaikan pesan
agama, tetapi juga menghadirkan kemanusiaan, membebaskan dari kebodohan, dan menuntun
pada keimanan. Dalam konteks dakwah digital, nilai-nilai tersebut penting agar aktivitas di dunia
maya tidak kehilangan arah dan tetap berfungsi sebagai jalan pencerahan spiritual, bukan sekadar
hiburan atau perdebatan.
Nilai pertama dalam komunikasi profetik adalah humanisasi, yaitu menghidupkan nilainilai kemanusiaan dalam setiap pesan dakwah. Rasulullah SAW bersabda, "Sampaikanlah dariku
walau satu ayat" (HR. Bukhari)
. Pesan ini menekankan pentingnya menyampaikan kebaikan
dengan kelembutan dan empati. Dalam ruang digital, humanisasi berarti menghadirkan dakwah
yang menyejukkan hati, tidak menghakimi, dan tetap menghormati perbedaan. Sayangnya,
banyak pendakwah digital lebih fokus pada popularitas dan sensasi, bukan pada akhlak
komunikasi. Padahal, Allah menegaskan misi utama Nabi Muhammad SAW dalam QS. AlAnbiya (21):107 "Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam'. Dakwah digital yang profetik seharusnya membawa rahmat dan
kesejukan, bukan ketegangan dan perpecahan.
Dimensi kedua adalah liberasi, yaitu membebaskan manusia dari kebodohan dan
kemungkaran. Dalam konteks media digital, liberasi berarti mendidik umat agar mampu
memilah informasi keagamaan yang benar. tantangan utama dakwah digital adalah rendahnya
literasi digital masyarakat terhadap konten keagamaan. Oleh karena itu, dai digital harus
berperan sebagai edukator yang menyebarkan ilmu dengan pendekatan yang cerdas dan
mencerahkan. Dakwah yang profetik tidak hanya menegur kesalahan, tetapi juga memberi
pemahaman. Prinsip nahy al-munkar dalam era digital bisa diwujudkan melalui konten
klarifikasi, edukasi, dan narasi positif yang melawan ujaran kebencian.
Nilai ketiga, transendensi, menjadi inti dari komunikasi profetik. Transendensi bermakna
menghadirkan kesadaran spiritual menjadikan setiap kata, unggahan, dan interaksi sebagai
ibadah. Dalam dakwah digital, hal ini berarti menjaga keikhlasan dan integritas, bukan sekadar
mengejar jumlah views atau followers. Rasulullah SAW bersabda, "Ulama adalah pewaris para
nabi." (HR. Abu Dawud)
. Artinya, setiap dai memiliki tanggung jawab besar atas apa yang
disampaikan. Bahkan Allah mengingatkan dalam QS. Qaf (50):18, "Tiada satu kata pun yang
diucapkannya melainkan ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)." Karena itu, setiap
bentuk komunikasi digital harus disertai niat yang lurus dan tanggung jawab moral.
Selain itu, penerapan komunikasi profetik dalam dakwah digital juga menuntut strategi
komunikasi yang kontekstual dan kreatif. Pendakwah perlu memahami bahasa generasi digital:
visual, singkat, dan interaktif. Konten yang mengandung nilai-nilai profetik bisa dikemas dalam
bentuk video pendek, infografis, atau podcast yang inspiratif. Namun yang terpenting, setiap
pesan harus menyentuh sisi kemanusiaan dan spiritual audiens. keberhasilan dakwah digital
bukan ditentukan oleh jumlah pengikut, melainkan oleh sejauh mana konten tersebut mampu
menumbuhkan kesadaran moral dan sosial. Dengan demikian, komunikasi profetik bukan
sekadar teori normatif, melainkan pedoman praksis yang sangat relevan di era digital. Ia
mengingatkan bahwa teknologi hanyalah alat, sedangkan tujuan dakwah tetaplah memanusiakan
manusia dan mendekatkannya kepada Sang Pencipta.
Komunikasi profetik memberikan arah yang jelas bagi dakwah digital agar tetap berakar
pada nilai kemanusiaan, kebebasan berpikir, dan spiritualitas. Humanisasi mengajarkan empati
dalam berdakwah, liberasi menuntun pada pencerahan dan pembebasan dari kebodohan,
sementara transendensi mengingatkan bahwa semua komunikasi sejatinya adalah ibadah.
Dakwah digital yang berlandaskan nilai-nilai profetik akan melahirkan ruang dakwah yang
damai, santun, dan inspiratif. Keberhasilan dakwah digital bukan diukur dari jumlah tayangan,
melainkan dari sejauh mana pesan dakwah mampu menginspirasi perubahan perilaku dan
memperkuat keimanan masyarakat. Maka, di tengah hiruk-pikuk media sosial, setiap dai dan
pengguna Muslim perlu menghadirkan kemanusiaan di tengah layer karena sejatinya, layar
hanyalah media, sedangkan misi dakwah adalah menumbuhkan cinta, ilmu, dan iman di hati
manusia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun