Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Siapapun Ketumnya Golkar Tetap Akan Calonkan Jokowi

3 Agustus 2017   15:03 Diperbarui: 3 Agustus 2017   15:18 723 3
Walaupun Pilpres 2019 masih dua tahun lagi tetapi kesibukan parpol sudah terlihat mulai sekarang. Enam parpol yaitu PDIP,Golkar,PKB ,Nasdem,Hanura dan PPP sudah memberi isyarat kuat akan mengusung Jokowi pada perhelatan pilpres nanti.Di kubu lain, Gerindra,PKS dan PAN serta Partai Demokrat diperhitungkan akan mengusung Prabowo Subianto.

Agak menarik memang melihat sikap partai Golkar karena pada pilpres 2014 ketika partai ini dipimpin oleh Abu Rizal Bakrie ,partai berlambang pohon beringin ini merupakan pengusung Prabowo-Hatta Rajasa dan kemudian juga menjadi pemimpin Koalisi Merah Putih(KMP)  yaitu koalisi parpol yang tidak mendukung pencalonan Jokowi-JK.Partai Politik yang bergabung dengan KMP ini ialah Golkar,Gerindra,PKS,PAN dan PPP.Koalisi ini menguasai sekitar 61 persen suara di DPR RI dan kemudian merebut semua kursi pimpinan DPR tanpa menyisakan satu kursi pun untuk PDI P,parpol pemenang pemilu.

Pada awalnya publik beranggapan bahwa koalisi ini akan terus solid dan akan menjadi barisan oposisi terhadap Jokowi-JK.Dengan anggapan yang demikian muncul dugaan kuat bahwa berbagai kebijakan Jokowi-JK akan mendapat ganjalan di Senayan bahkan beredar rumor pemerintahanbJokowi-JK tidak akan berumur panjang.
Tetapi rumor tersebut berantakan karena pada Desember 2014, Partai Golkar mengalami perpecahan parah dengan munculnya kepemimpinan Golkar tandingan dibawah pimpinan Agung Laksono yang bersebarangan dengan Golkar pimpinan Abu Rizal Bakrie. Perpecahan pada tubuh partai berlambang pohon beringin ini tidak hanya menguras enerji partai tetapi lebih dari itu KMP pun mulai layu sebelum berkembang.

Muncul kesan partai yang didirikan pada oktober 1964 ini tidak mampu menyelesaikan sendiri konflik internalnya karena dualisme kepemimpinan Golkar tidak hanya terjadi pada tingkat Dewan Pimpinan Pusat tetapi juga muncul pada Dewan Pimpinan Tingkat Provinsi bahkan merebak pada tingkat kabupaten/kota.
Walaupun tidak dapat dibuktikan secara otentik tetapi muncul dugaan kuat konflik internal ini baru dapat diselesaikan setelah adanya campur tangan Istana. Demikianlah sesudah sekitar satu tahun lima bulan berkonflik maka pada Mei 2016 ,Golkar mengadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa ( Munaslub) di Bali yang menyepakati Setya Novanto (Setnov) sebagai Ketua Umum. Munaslub juga menyepakati susunan pengurus DPP Partai dan Munaslub dimaksud menjadi tonggak penting mengakhiri dualisme kepemimpinan partai yang sangat berjaya dimasa orde baru tersebut.

Dua bulan sesudah terpilih sebagai Ketua Umum partai,Setnov dan partai Golkar membuat " manuver politik " yang cantik karena melalui Rapimnas Partai pada Juli 2016 memutuskan akan mengusung kembali Jokowi sebagai Calon Presiden pada Pilpres 2019. Para pengamat politik yang kritis banyak mempertanyakan sikap golkar tersebut terutama dengan mempertimbangkan dua hal.1).Pada saat dukungan untuk Jokowi diberikan,pelaksanaan pilpres masih tiga tahun lagi.Bahkan PDIP sendiri sebagai pengusung utama Jokowi pada pilpres 2014 saja pun belum menyatakan sikap untuk mencalonkan kembali Jokowi,2).Bagaimana mungkin Golkar ,pemenang kedua pemilu 2014 tiba tiba bisa mengalihkan dukungannya kepada Jokowi yang justru pada pilpres 2014 merupakan penggerak utama KMP.

Banyak spekulasi yang berkembang tentang dukungan ke Jokowi tersebut dan salah satunya menyebut hal ini merupakan gagasan brilian Setnov.Ada juga dugaan yang menyebut dukungan ini sebagai bentuk " terima kasih " Golkar kepada Jokowi yang telah merajut kembali persatuan di partai berlambang beringin tersebut.
Dalam perjalanan Golkar berikutnya terlihat peran Setnov yang semakin dominan dan hubungan mesra dengan pemerintah juga semakin terbina.
Dengan hubungan demikian tidak salah juga kalau mmuncul dugaan hal ini semua terjadi karena yang memegang kendali partai adalah Setnov.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun