Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Ayam

24 Januari 2023   09:43 Diperbarui: 24 Januari 2023   09:59 591 6
"Bu Ayu, tolong ayam-ayamnya dijagain. Sering buang air besar di teras kami," kata Teguh pada tetangganya yang cantik.

"Namanya juga ayam, Pak. Suka-suka dia, lah," sahut Ayu santai. Tangannya sibuk mengguntingi daun-daun aglonema yang menguning.

"Makanya diurus, dong, Bu. Jangan dibiarkan seenaknya saja," balas Teguh sewot.

"Lah, kan, sudah saya urus. Setiap hari dikasih makan," sahut Ayu lagi.

"Maksud saya dikandangi ayamnya, Bu."

"Repot, Pak. Siapa yang membersihkan kandangnya? Saya kerja, Dena sekolah."

"Kalau gitu, nggak usah pelihara ayam!" sergah Teguh kesal.

"Loh, kok, malah nyolot? Ayam, ayam saya, kenapa situ yang repot?" Ayu meletakkan guntingnya dan membelalak marah.

"Saya cuma mengingatkan, Bu," tukas Teguh mengangkat bahu. "Jangan salahkan saya kalau ayam ibu nggak selamat."

Ayu mengangkat alis, menantang. "Bapak mengancam saya?"

Teguh balas melotot. Ia memajukan kepalanya melintasi pagar daun mangkokan yang membatasi tanah mereka. "Saya tidak mengancam siapa-siapa. Hanya saja bila ada apa-apa dengan ayam Ibu, jangan katakan saya tidak memperingatkan." Ia melempar tatapan sinis dan berbalik.

"Huh! Dasar duda lapuk. Makanya nikah sana, biar nggak sibuk ngurusin ayam orang!" cecar Ayu tak senang.

Teguh spontan berbalik. Wajahnya memerah penuh amarah. "Berkaca dulu sebelum mengatai orang lain. Situ aja yang nikah. Dasar Jalak!"

"Apaan, Situ ngatain saya? Berani?"

"Kamu tuh Jalak! Janda galak! Mana ada cowok yang mau sama emak-emak cerewet!"

"Heh, berhenti ngatain orang! Kamu sendiri gimana? Semenjak tinggal di sini masih aja jomlo. Percuma wajah ganteng dan kekar, kalau kelakuan nyenyes gitu. Nggak bakalan ada yang mau!" Ayu berbalik, dengan langkah lebar ia masuk ke dalam rumah. "Dasar laki-laki reseh!" tukasnya kesal. Dibantingnya pintu itu hingga tertutup rapat.

Teguh menatap jengkel. Setahun lalu saat ia pindah ke sini, Sintong, suami Ayu masih ada. Pria itu yang hobi memelihara ayam. Ada seekor ayam yang paling disayanginya yaitu si Burik, ayam jantan yang kini suka bertengger di tiang terasnya. Setelah Sintong meninggal karena kecelakaan, ayam-ayam itu terlantar. Ayu tidak berbakat beternak. Namun, ia tidak mau menyingkirkan unggas peliharaan itu.

Teguh kesal setiap pagi melihat ayam-ayam itu merdeka di halamannya. Sementara Ayu tak peduli. Wanita itu dengan santai mengendarai motor matik, berangkat bekerja bersama putri semata wayangnya. Dena bersekolah di SD yang sama dengan Rino, putranya.

Ayu seorang pegawai negeri sipil di dinas kependudukan. Teguh bekerja sebagai tukang bikin kunci. Sebenarnya ia bisa saja menjadi pegawai negeri sipil. Kalau saja saat itu ia bersabar sebagai honorer di dinas pekerjaan umum kotanya. Karena teman-teman seangkatannya kini sudah mendapat NIP.

Terkadang Teguh menyesali keputusannya hengkang dari kantor pemerintah itu. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Mungkin inilah jalan ninja baginya. Ia menghela napas panjang dan berbalik. Dilihatnya Rino berdiri di pintu sambil memegang sapu hendak mengusir ayam.

"Rin, biarin aja. Mulai sekarang kita akan makan ayam setiap hari," ujar Teguh sambil mengedipkan sebelah mata.

"Asyik, Rino suka ayam goreng," seru bocah berusia delapan tahun itu senang. Matanya berbinar ceria.

Teguh menatapnya penuh rasa sayang. "Sekarang kamu ikut Bapak. Kita akan membeli sepeda untukmu. Kebetulan tabungan Bapak sudah cukup."

Rino semakin senang. Ia buru-buru mengambil sandal dan menunggu Bapak mengunci pintu.

"Jangan yang pakai keranjang seperti sepeda Dena, Pak." Rino mengingatkan.

Teguh tertawa. "Enggaklah, Rin, itu sepeda cewek. Ayo," ajaknya seraya mengengkol motor.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun