Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Optimisme ASEAN Paska-KTT bagi Demokrasi di Myanmar?

4 Mei 2021   23:25 Diperbarui: 4 Mei 2021   23:39 288 40
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus ASEAN (24/04/201) di Jakarta telah memberikan sinyal optimisme terhadap peran organisasi regional itu di Myanmar. Kehadiran Jenderal Min Aung Hlaing menjadi salah satu bukti nyata keberhasilan KTT tersebut. Bagi ASEAN, kehadirannya memberikannya peluang untuk memainkan peran signifikan dalam perdamaian di negara itu.

Di KTT khusus itu, Jenderal Hlaing datang sebagai perwakilan pemerintahan militer. ASEAN memandang pemerintahan militer sebagai pihak yang secara de facto memerintah Myanmar. Hingga pelaksanaan KTT itu, pemerintahan militer hasil kudeta 1 Februari 2021 merupakan pihak paling diharapkan peran positifnya dalam demokratisasi di Myanmar.

Pandangan optimis dan keberhasilan KTT khusus tersebut berlanjut ketika Jenderal Hlaing bersedia mendengarkan lima butir konsensus dari KTT itu. Kelima konsensus itu meliputi, yaitu: penghentian segera kekerasan di Myanmar, perlunya dialog konstruktif menuju solusi damai, penunjukan utusan khusus sebagai mediator dialog, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar.

Memang tidak ada pernyataan mengenai persetujuan atau penolakan dari Jenderal Hlaing terhadap kelima konsensus itu. Namun demikian, sikap diam dan mendengar itu secara diplomatis juga dapat dianggap sebagai kemauan dari pihak pemerintahan militer untuk mempertimbangkan kelima butir konsensus itu.

Dengan sikap itu, ASEAN dapat memiliki pandangan bahwa ASEAN memiliki prospek mengenai kesempatan untuk berperan lebih kongkrit dalam penyelesaian krisis politik di Myanmar. Peran ASEAN itu adalah sebagai mediator dialog, penujukkan utusan khusus, dan penentuan delegasi ASEAN ke Myanmar.

Tantangan NUG
Meskipun demikian, ASEAN mendapat tantangan nyata dari Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government). Pembentukan NUG di awal April tidak memberikan peluang yang leluasa kepada ASEAN untuk melakukan negosiasi. ASEAN lebih memandang pemerintahan militer sebagai perwakilan Myanmar di KTT Khusus yang diselenggarakan di Sekretariat ASEAN, Jakarta.

Lebih jauh, keberadaan NUG ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, NUG dapat dianggap sebagai aktor baru bagi demokrasi di negeri itu. Walaupun posisi politiknya tidak dapat menggantikan NLD, kemunculan NUG mencerminkan bahwa masyarakat sipil tidak hanya tergantung pada NLD. Sebaliknya, dukungan NLD terhadap NUG akan semakin meningkatkan legitimasi politik NUG di antara berbagai kelompok oposisi.

Melalui NUG, masyarakat sipil dapat memberikan dukungan politiknya, sehingga NUG memperoleh legitimasi politik lebih besar di tingkat domestik. Selain itu, sejak awal pembentukannya, NUG menegaskan posisinya sebagai pemegang otoritas sah dari rakyat myanmar agar pengakuan internasional. Harapannya adalah masyarakat internasional akan lebih mempertimbangkan legitimasi politik NUG ketimbang pemerintahan militer.

Sebaliknya, di sisi lain, keberadaan NUG justru dianggap lebih mempersulit prospek demokrasi Myanmar. Di tingkat domestik, NUG secara tegas tidak bersedia mengakui keberadaan pemerintahan sipil. Konsekuensinya, NUG menolak berunding dengan pemerintahan militer.

Sementara itu, di tingkat regional, NUG cenderung memandang ASEAN secara sinis. Ada kecenderungan NUG bersikap kritis terhadap upaya perdamaian yang diusulkan ASEAN melalui lima konsensus. NUG menganggap ASEAN mengakui pemerintahan militer Myanmar, termasuk janji militer untuk menyelenggarakan pemilu dalam waktu 1 tahun.

Pada KTT Khusus ASEAN itu, NUG bahkan memprotes ASEAN yang telah mengundang Jenderal Hlaing. Sebaliknya, NUG menuntut ASEAN memberikan kursi perwakilan Myanmar kepadanya, bukan kepada pemerintahan militer.

Walaupun sikap NUG menghadirkan tantangan pelik, ASEAN tampaknya tetap optimis mengenai propek demokrasi di Myanmar. Salah satu faktor penentu bagi optimisme ASEAN adalah dukungan dari pemerintahan militer terhadap peran kongkrit ASEAN sebagai mediator.

Persetujuan pihak militer akan menjadi tiket penting bagi ASEAN untuk masuk ke Myanmar. Selain itu, peran mediator itu dapat dimanfaatkan ASEAN untuk mencari peluang dialog dengan NUG atau NLD sebagai perwakilan dari masyarakat sipil.

Jalan memang masih panjang, namun tetap harus dimulai sesegera mungkin bagi perdamaian di Myanmar. Untuk itu, peran ASEAN menjadi sangat strategis bagi Myanmar.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun