Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

KPK Duga Fayakhun Terima "Fee" Rp 12 Miliar dan 300.000 Dollar AS dalam Kasus Bakamla

14 Februari 2018   21:45 Diperbarui: 14 Februari 2018   21:46 405 0
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.

 Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Fayakhun diduga menerimafee sebanyak 1 persen dari total anggaran proyek Bakamla RI senilai Rp 1,2 triliun.

"Diduga FA menerima fee 1 persen atau senilai Rp 12 miliar," kata Alex, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).

Baca juga: KPK Tetapkan Anggota DPR Fayakhun Andriadi sebagai Tersangka Kasus Suap di Bakamla

Fee Rp 12 miliar untuk Fayakhun itu, lanjut Alex, diberikan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya Muhammad Adami Okta.

Suap untuk Fayakhun diberikan secara bertahap sebanyak empat kali.

Alex mengatakan, selain itu, Fayakhun juga diduga menerima 300.000 dollar AS. Suap untuk Fayakhun diduga diberikan atas peran yang bersangkutan memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN-P Tahun Anggaran 2016.

Dalam kasus ini, Fayakhun merupakan tersangka keenam.

Baca juga: Bantah Bukti KPK, Fayakhun Merasa Akun WhatsApp Miliknya Diretas

KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Fayakhun sebagai tersangka.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan seorang lagi sebagai tersangka yaitu FA, anggota DPR periode 2014-2019," kata Alex, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang lain sebagai tersangka kasus ini. Mereka adalah Fahmi Darmawansyah dan dua anak buahnya Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.

Baca juga: Terkait Bakamla, Fayakhun Mengaku Awalnya Dikenalkan oleh Politisi PDI-P

Kemudian, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.

Dari kelima tersangka, tersisa Nofel yang kasusnya masih dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor. Empat yang lain kasusnya sudah divonis di Pengadilan Tipikor.

Dalam kasus ini, Fayakun disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau (b) atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun