Mohon tunggu...
KOMENTAR
Drama

Hujan Deras di Kolong Jembatan

11 Januari 2012   06:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:02 201 0
Di Kolong Jembatan, 11Januari 2012

Duduk di dingklik kayu, memandang hujan yang menguyur kota tercinta, Jakarta.
Kota yang penuh Mimpi dan Harapan bagi semua yang berlomba2 untuk hidup damai.
Memandang pagi yang belum ramai, dengan para pencari nafkah meradang jalanan.
Dibawah kolong jembatan yang penuh sesak dengan para pemulung seperti saya ini.

Hujan memang anugrah juga menahan kami untuk mencari nafkah,
Dimana barang2 rongsokan tertahan di tempat sampah yang basah penuh air.
Dimana semua orang menahan diri untuk membuang sampahnya.
Terlihat mbak2 yang bekerja di rumah tuan2nya tidak membuang sampah hari ini.

Sambil menunggu kopi tubruk yang sedang diseduh mbok Siti,
Terus menerawang dan menghayal menjadi juragan kopi,
Jauh di desa, duduk ditemani kekasih hati, Adinda
Jauh dari keramaian kota Jakarta, menunggu panen kopi.

Hujan di desa tanah kopi sambil duduk di bale2 anyaman bambu,
Memandang air hujan yang turun derasnya, mengenangi halaman.
Menyuburkan tanaman kopi sumber rejeki di hari panen,
Menambah senyum kekasih hati, Adinda yang setia hidup bersama.

Tanah ini adalah tanah tumbah darah yang tercinta dan tersayang.
Cuaca akan selalu berubah dari baik, cerah, panas, menjadi buruk dan badai.
Cuaca akan selalu silh berganti, mengikuti siklus yang telah di skenariokan NYA.
Menyiapkan halaman halaman hidup di akhir hayat yang bahagia dengan kekasih hati.

Oh..... lamunan di kolong jembatan, membawa senyum mesra,
Membawa hati untuk terus mencari kekasih hati, yeahhh Adinda kekasih hati,
Kekasih Hati yang selalu dirindukan setiap malam, dan setiap tetes keringat,
Teringat akan senyum nya yang penuh kasih, dan tawa nya yang penuh ceria.

I wish you are here by my side, and we can enjoy these rain and storms.
Open you arms, and love me the way you always want to be,
These empty heart is so cold, and how much I want to kiss you with love.
Nothing to make me happy to see you happy, my Adinda...my only love.

The love unseen, The love unbearable, the love unconditional
because to love is nothing, and to beloved is something, but..
to love and beloved is everything...everything that decent human can feel
Feeling to love and be loved is the essence of complete love its self.

"Mas..... Ayo kopi mu sudah siap itu", kata mbok Siti sambil mendelik.
"Weleh mas Jack, pagi2 sudah Ngayal Adindanya yang terkasih,piye tochh mas."
"Wong Adinda sudah pergi jauh, meninggalkan mu, relakan saja,Mas."
"Kan masih ada mbok Siti yang selalu siap membuat kopi kalau panjenengan ke warung ini."

"Mbok Siti, bisa aja, wong saya tidak berhayal apa2 kok," ujar bohong saja.
"Kan Adinda pasti akan saya temui suatu saat, dan beliau akan mencintai pemulung ini."
"Dan lagi Adinda akan selalu mengenal kasih yang tulus ini."
"Walau mungkin hanya dalam pandangan mata yang berlalu saja."

"Nah...kan benar kata mbok, panjendenengan ini ngayal tentang Adindanya lagi," seru mbok Siti.

"Yeahh..saya hanya menghayal di kampung dengan kebun dan gubug sederhana tepi pantai, mbok."
"Dan lagi Menghayal kan Gratis, mana ada di Jakarta yang tidak gratis,
ke WC bayar, Mandi Bayar, tidur di kolong jembatan saja bayar,
jangan jangan nanti kalau menghirup udara harus bayar juga, "
sambil tertawa lirih.

"Karumu dewe lah, mas Jack. Percaya deh, Adinda mu sudah pergi dan melupakan mu,"jawabnya ketus.

Mungkin juga....
Mungkin juga....

Tetapi indahkan kalau terus mengingat senyum dan tawa nya,
Indahkan mengingat kasih yang pernah ada,
Indahkan mengingat kecupan kasih mesranya.
Yang membuat hari2 di padang gurun tetap dekat di hati....

Teringat lagu "Dont Stop Believin" by Journey

Lanjutan dari kisah "Perjalanan Tukang Becak Mencari Adinda."
PERJALANAN TUKANG BECAK MENCARI ADINDA

Jack Soetopo

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun