Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Jadi Mahasiswa Pintar, Rajin atau Aktif?

10 Januari 2016   15:10 Diperbarui: 10 Januari 2016   15:12 60 0
Di era yang begitu mudahnya untuk kita untuk bisa menilai karakter seseorang hanya dengan melihat status-status di akun sosmednya, ada sesuatu yang kalau diamati secara mendetail bisa dikategorikan dalam hal yang aneh.

Tanggal 5 Januari 2016 Kemarin, Ronny Setiawan seorang mahasiswa yang sekaligus menjabat sebagai ketua BEM UNJ di DO oleh rektornya sendiri Prof. Dr Djaali dengan surat putusan bernomor 01/sp/2016.
Tentunya berita tersebut sudah kita ketahui, dan kita juga tahu bahwa rektor sudah mencabut surat putusannya, rektor mencabutnya setelah banyak mendapat kecaman dari pelbagai pihak, diantaranya menteri maupun oleh hal layak luas. Dengan upaya yang dilakukan, Akhirnya drama DO itu pun selesai, Mas Ronny yang keliahatannya alim itu, kembali berstatus mahasiswa UNJ kembali.

Ada beberapa point yang bisa diamati dari peristiwa itu.

Salah satunya adalah kebijakan putusan DO oleh rektor kepada Ronny itu sendiri. Saya sudah membaca beberapa artikel tentang latar belakang dari rektor tersebut.
Dijelaskan bahwa rektor adalah seorang alumnus universitas IKIP Ujung Pandang Th 1980. Dan bapak juga tercatat sebagai anggota akivis HMI, setidaknya itu yang tercatat di wikipedia.
Di bagian inilah yang aneh dan sarat akan kontradiktif.

Tuntutan ketua BEM UNJ itu, Rony. Dia hanya menuntut hal yang menurut saya amat sangat sepele. Hal yang terjadi hampir di semua kampus di Indonesia. Seperti perluasan lapangan parkir, sistem administrasi yang tiba-tiba melonjak, dan isu korupsi yang dilakukan oleh jajaran petugas, pengajar universitas dan termasuk oleh rektor.
Jelas begitu jopangnya jika dibandingkan dengan waktu di mana Prof. Dr. Djaali pernah menjadi mahasiswa atau menjadi akitivis HMI. Tentunya saat itu aksi mahasiswa yang menolak kebijakan Orba sangat terlihat dan tak menutup kemungkinan jika beliau juga ikut andil dalam hal tersebut. Hal ini secara tidak langsung menimbulkan sebuah dilema, yaitu putusan DO yang begitu mudahnya kepada mahasiswa.

Walaupun alasan Rektor memberikan putusan DO adalah karena Rony provokatif dalam dalam status-status yang dia buat. tapi menurut saya itu sesuatu yang sangat wajar, lumrah. Ketika seorang ketua sebuah perkumpulan menuangkan ide-ide dan buah pikirnya melalui apapun dalam hal ini media sosial. Dan kalau diliahat dari status-status di facebooknya pun, tulisan Rony tidak terlalu provokatif seperti yang dituduhkan.

Hal selanjutnya yang perlu dibahas adalah si mahasiswanya itu sendiri.

Setelah putusan DO oleh rektor, berbagai dukungan di dapatkan oleh ketua BEM tersebut tak terkecuali oleh para sesama mahasiswa. Hal ini bisa dilihat di media-media sosial yang menyerukan berbagai tagar-tagar seperti #saveronny, dll.

Dewasa ini, hampir seluruh mahasiswa memang kerap memakai media sebagai sarana penyaluran ekspresi mereka.

Dan ini poinnya. Kita sadar bahwa trend mahasiswa saat ini cenderung memikirkan hal-hal seperti jalan-jalan, naik gunung, nongkrong di sebuah kafe bersama-sama, atau memikirkan mode fashion terbaru. Naik gunung atau travelling contohnya, saya meragukan kegiatan mereka murni untuk mencari hiburan, untuk melepas penat selama berkuliah, atau untuk merenung mencari sebuah pemikiran untuk studi mereka. Mungkin hanya saya saja yang melihat dari kulit luarnya, tetapi kalau di lihat dari foto-foto yang mereka unggah, Saya setengah yakin bahwa mereka hanya ingin mencari sebuah foto, bahkan kalau dilihat dari data tentang kerusakan yang terjadi akibat pendakian dan ditutupnya beberapa situs mendaki gunung dengan alasan perbaikan kembali. Saya makin yakin bahwa mereka hanya sekedar gaya-gayaan belaka.

Seharusnya mahasiswa sadar bahwa mereka adalah regenerasi dari sebuah negara, pilar penting untuk kemajuan. Tapi kalau kita lihat yang sekarang ini terjadi rasanya miris sekali, apa lagi makin banyak mahasiswa yang lebih suka untuk duduk bangku penonton acara-acara tv, ketimbang melakukan studibanding ke tempat yang lebih layak untuk mereka.

Apalagi jika dilihat dari ranking sistem pendidikan dunia yang dilansir oleh BBC beberapa bulan lalu. Indonesia menempati peringkat 8 terbawah, peringkat 69. Teringgal jauh oleh Singapore yang bisa menduduki peringkat pertama atau Hongkong yang berada di peringkat dua.

Di satu sisi kita juga tak bisa menyalahkan pemerintah sebagai penyedia sarana. Mahasiswa juga sudah sepatutnya menjadi contoh yang baik minimal untuk adik-adik pelajar lainnya. Walaupun tidak sedikit pula mahasiswa yang membanggakan dan berprestasi. Tetapi
saat ini kondisi pendidikan kita memang memprihatinkan. Tanggung jawab mahasiswa cukup besar, mereka harus sadar bahwa ditangan mereka nasib bangsa dan negara ini berada.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun