Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

(MPK) Cinta Rasa Bubur Ayam

11 Juni 2011   00:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:38 1531 19
Tukang bubur ayam itu masih muda, usinya sekitar 20-an tahun, kumis tipis di atas bibirnya menambah tampan wajahnya, tapi bukan wajah itu yang membuat Aminah merasa aneh dengan kehadirannya. Setiap pagi tukang bubur itu memang teman setia dalam menemani sarapannya, bukan karena ia tak bisa memasak atau orangtuanya tidak menyediakan sarapan untuknya, tapi karena alasan waktulah ia melakukan semuanya itu. Aminah memang memikul tanggung jawab sebagai kepala sekolah SD Negeri di sebuah kecamatan yang jaraknya cukup jauh dari desanya, untuk itu ia harus berangkat pagi, tukang bubur ayam itulah yang menjadi langganan setiap pagi. Anehnya, tukang bubur ayam itu tidak mau menerima bayaran darinya, padahal sudah satu minggu ini atau 7 kali ia menyantap bubur ayamnya. Setiap kali Aminah berusaha membayarnya, ia selalu menolak dengan tersenyum, “Nggak usah mbak!” begitu selalu jawabnya. Ketika uang diletakkan ke gerobaknya dengan cepat ia mengembalikan, bahkan kalau Aminah menolak, si tukang bubur itu menaruh uang di teras rumah Aminah. Kalau dihitung-hitung 7 mangkok bubur x Rp. 5000,- = Rp. 35.000,- Bukankah itu jumlah uang yang cukup berarti baginya. Berapa sih untungnya dari bubur ayam itu? Kenapa ia tidak mau menerima bayarannya? Apakah ia mencintai Aminah? Ah, Aminah tak berpikir hingga sejauh itu. Bukankah sudah ada Jarwono, teman kuliahnya di FKIP yang kini menjadi pengajar yang sama di sekolahnya, yang diam-diam Aminah menaruh hati juga. Tiba-tiba ia jadi ingat, tukang bubur ayam itu dulu pernah dikontrak untuk mengisi salah satu menu dalam acara di sekolahannya. ***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun