Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Mengambil Ilmu, Lalu Jadi Pesaing

13 Februari 2022   18:55 Diperbarui: 13 Februari 2022   18:57 306 21
Persaingan itu tak terelakkan. Persaingan antarsinga adalah persaingan yang menarik. Tapi bagaimana jika persaingan kelas teri?

Banyak orang mendapat ilmu dari atasannya. Lalu kelak kemudian dia bersaing dengan atasannya. Ada juga yang mendapatkan ilmu dari temannya, lalu bersaing dengan temannya.

Kalau persaingan tingkat tinggi, saya pikir mereka relatif tidak rugi. Contohnya, jika pelatih sepak bola Mourinho mampu mengalahkan Louis Van Gaal yang dulu adalah atasannya, maka tak akan membuat Gaal langsung jatuh miskin.

Lalu bagaimana jika persaingan itu di level bawah? Aku punya cerita. Aku punya kenalan, pedagang makanan mentah yang jika membuatnya perlu pengetahuan.

Si kenalan ini masuk keluar kampung menjajakan dagangannya. Kampung yang disambangi ya itu itu saja karena mobilitas si kenalan ini hanya bersepeda. Lagipula, si kenalan ini sudah punya langganan, jadi ya mutar di situ-situ saja.

Satu ketika salah satu pelanggannya bertanya cara membuat makanan mentah itu. Diberikanlah caranya, karena dengan niat berbagi ilmu.

Ternyata oh ternyata, si pelanggan itu akhirnya membuat makanan mentah yang sama. Bukan hanya membuat, tapi juga menjual. Menjualnya di sebagian area yang dulunya jadi sasaran kenalan saya.

Apa yang terjadi? Biasalah, rebutan lapak. Rebutan lapak untuk bisnis kelas rumahan. Orang kecil melawan orang kecil.

*

Kelak di masa yang tak jauh berbeda, aku punya teman sekolah sejak kecil. Sembilan tahun berteman dari SD hingga SMP. Si teman ini kemudian kerja di sebuah industri rumahan.

Si teman ini jadi pekerja andalan. Tapi ternyata eh ternyata, si teman ini keluar. Dia membangun industri rumahan yang sama dengan mantan bosnya.

Membangunnya pun tak jauh dari tempat si mantan bos. Celakanya, teman si mantan bos adalah teman si temanku itu. Artinya potensi pelanggannya sama.

Bisa dibayangkan, industri rumahan yang sama, jarak antarindustri tak jauh, dan punya pelanggan yang sama. Ya, yang ada adalah rebutan lapak.

*

Jika di cerita pertama temanku adalah yang ilmunya diambil disaingi, maka di cerita kedua temanku yang mengambil ilmu dan jadi pesaing.

Menjadi penonton seperti aku saja, butuh hati yang lapang, apalagi bagi si pemain. Jika hati tak lapang, persaingan seperti ini akan memunculkan percik yang tak enak. Sebab, persaingan mereka adalah persaingan level kecil, jika salah satu sukses, maka yang lainnya potensi tutup buku.

Ini hanya cerita tanpa kesimpulan. Hanya ingin bercerita tentang pergulatan si kecil di dunia, di tempat yang kadang tak punya belas kasihan. Itu saja.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun