Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Irigasi Kami Dikoyak, Kami Diinjak, Akhirnya...

10 April 2021   16:41 Diperbarui: 10 April 2021   16:45 207 14
Semua terhening. Sawah kami kekurangan air. Tak ada yang peduli. Petani ya seperti ini.

Kami kekurangan air karena aliran irigasi kami disabotase. Aliran irigasi kami, sebagian dialirkan ke kolam, di daerah bukit. Imbasnya, aliran ke sawah kami berkurang.

Tak hanya itu. Karena alasan pembangunan, aliran irigasi kami dibelokkan menjadi dua cabang. Sebagian airnya juga keruh karena untuk membuang limbah rumah tangga.

Runyam sekali. Ini sudah masa panen kedua irigasi kami dikoyak. Kami tak diam. Kami sudah tembusi si empunya kolam, si empunya rumah, anggota dewan. Tapi kami hanya menghasilkan keringat dan lelah.

Arif, lelaki tanggung itu, sudah menyiapkan parang di balik tubuhnya. Dia sudah kehilangan akal. Dia akan tebas siapa saja yang melawan kami.

Tapi untungnya kami punya Lek Sipon. Dia yang bercerita panjang lebar pada Arif. Intinya, melakoni kekerasan hanya akan jadi runyam.

"Kamu marah-marah juga semakin runyam. Bisa bisa kamu ditangkap aparat karena dinilai membuat keonaran. Nama kita cemar kalau seperti itu. Orang cemar, suaranya tak akan didengar," kata Lek Sipon.

Arif terdiam. Dia menyadari bahwa kami adalah orang yang kalah. Kami melawan dengan kekerasan, kami salah. Kami mencari jalan baik-baik, kami kalah.

*

"Kang, terus ini bagaimana. Kalau air mengalir sedikit seperti itu, antarkita berantem sendiri rebutan air. Petani melawan salah, tapi mereka dibiarkan berantem sendiri," kata Arif padaku.

Aku tentu enteng saja menjawabnya. "Ikutilah takdir terbaik dari kita. Ikutilah. Teruslah mengusahakan untuk keadilan tanpa kekerasan. Itu takdir kita. Menang atau kalah, itu urusan yang Maha Kuasa," kataku disambut kecut oleh Arif.

Aku paham jika dia kecewa. Tapi, mengharap  kemenangan bagi petani adalah kesalahan. Aku sudah lama kalah. Aku paham bahwa kita akan selalu kalah. Lalu? Ya sudah, jalani saja sebaik-baiknya.

"Aku tak yakin jika Tuhan pelit. Perut kita pasti terisi. Ya tentu tak berlebihan isinya. Tugas kita hanya terus mengusahakan dengan benar agar irigasi kita kembali normal. Terus seperti itu," kataku sok bijak.

*
"Kita benar-benar kalah, kang," kata Arif. Dia menyaksikan sendiri, satu per satu petani tumbang. Menjual sawahnya yang tak lagi bisa ditanam. Ada sebagian yang memutuskan mengubah tanaman. Tapi, ya percuma karena bagaimana pun tanaman butuh air. Hasil tanaman lain tak sebagus padi.

Ya Arif benar, kami tumbang. Aliran irigasi itu hanya penuh dengan kotoran, dengan air yang sedikit. Aku pun tumbang. Entah kami akan jadi apa setelah tak lagi jadi petani.

Satu per satu petani yang menjual sawahnya itu berpulang. Mereka yang memutuskan menanam selain padi, juga berpulang.

Bukan hanya petaninya, tapi juga keluarganya. Semua berpulang secara cepat. Dalam waktu 30 hari, petani di kampung kami hanya tinggal nama.

Setiap pemakaman, aku merasakan sendiri semerbak melati yang entah datang dari mana. Wangi sekali. Setiap pemakaman petani itu.

"Tuhan sayang orang-orang baik, kang," kata Arif.

Tinggal aku dan Arif yang tersisa. Aku dan Arif sementara mengandalkan uang penjualan sawah. Kami tetap makan nasi. Kata orang nasi impor.

Ya sudah biarkan saja. Aku hanya ingin menjadi orang baik. Dan kau tahu, sebulan setelah para petani itu wafat, wabah menjamur luar biasa.

Wabah itu kabarnya dari daerah atas. Orang-orang terkena penyakit kulit yang mengerikan. Kulit terkelupas dan berdarah. Jika pun sembuh, selang sehari penyakit itu muncul lagi.

Sebanyak 95 persen penduduk di daerah kami terkena penyakit yang menakutkan itu. Semakin mereka melindungi diri, semakin parahlah penyakit itu.

Aku dan Arif termasuk yang tidak terkena wabah. Aku pun tak tahu kenapa aku tak kena wabah.

"Mungkin ini karma, kang?" Kata Arif.

"Tak baik berburuk sangka. Doakan saja wabah ini segera pergi. Aku juga tak tega melihat mereka yang jarang susah, bisa sesusah saat ini. Kalau kita memang dari dulu susah. Doakan saja yang terbaik," kataku.

"Iya kang," kata Arif.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun