Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan! Sebuah hal yang tabu

27 November 2020   23:53 Diperbarui: 28 November 2020   00:05 118 2
60 Tahun yang lalu terjadi sebuah tragedi naas, tidak lain adalah tragedi pembunuhan Mirabal bersaudara  (Patria, Minerva, dan Maria Teresa) yang konon katanya diinisiasi oleh Presiden Republik Dominika pada saat itu,  Rafael Trujillo.

Mirabal bersaudara dahulunya adalah aktivis perempuan yang memperjuangkan demokrasi dan keadilan terhadap rezim Rafael Trujllo.

Perlawanan yang dilakukan pun oleh mereka dan kelompoknya untuk melawan kediktatoran Presiden Rafael Trujillo yang mendapat julukan El Jefe atau Pak Bos.

Kejadian itu pun mendorong diberlakukannya Kampanye Internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.

Dewasa ini berbicara mengenai penanganan kekerasan terhadap perempuan ataupun pelanggaran hak asasi yang lain sepertinya hanya menjadi angin lewat dalam penangannya oleh negara.

Kisah mengenai Marsinah buruh arloji sampai Baiq Nuril kiranya dapat merepresentasikan betapa kejamnya kekerasan terhadap perempuan. Belum lagi kasus kasus yang terjadi di instansi intansi kenegaraan bahkan dari instansi tersebut ada yang berlabel instansi akademis diikuti bayang bayang keagamaan, yang kasus kasus nya terawat dengan baik dalam arsip kepolisian sengaja disembunyi menjaga citra baik institusi.

Ada pula dari hasil berbagi pengalaman kawan kawan dari penulis dapati korban pelecehan seksual yang mengalami trauma baik secara fisik maupun mental. Pelakunya pun masih bebas berkeliaran disana ataupun disini.

Mari kita sedikit menyinggung mengenai gender. Dalam struktur sosial masyarakat di dalam lintasan sejarah, perempuan berada pada posisi minoritas.

Sejak lahir setiap orang telah ditentukan perannya masing masing. Jika seorang laki laki maka ia akan mendapat peran maskulin, sebaliknya jika seseorang perempuan maka ia mendapat peran feminim.

Anggapan anggapan budaya pun telah memberikan peran lebih luas kepada laki laki karena status kejantanannya, pada saatnya laki laki memperoleh status sosial lebih tinggi daripada perempuan.

Dominasi laki laki dalam masyarakat menurut Allan G. Johnson, bukan hanya karena mereka mempunyai akses kepada kekuasaan untuk memperoleh status. Sementara perempuan ditempatkan pada posisi inferior. Peran mereka terbatas, akibatnya perempuan mendapat status lebih renndah dibanding laki laki.

Hak asasi yang dideklarasikan secara universalitas menurut Richard T. Peterson hendak mengatasi 3 permasalahan sosial yaitu kesenjangan, dominasi, pelecehan.

Kasus kasus terhadap perempuan kebanyakan meliputi 3 hal tersebut. Dapat kita ambil contoh kejadian yang sempat buming tahun lalu perihal Baiq Nuril.

Baiq Nuril adalah seorang tenaga pengajar di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), ia menjadi korban kriminalisasi setelah merekam percakapan mesum kepala sekolah terhadap dirinya.

Kasus ini menjadi polemik sebab Baiq Nuril merupakan korban pelecahan oleh oknum tersebut. Namun, pengadilan menjatuhi hukuman terhadap Baiq Nuril dihukum dengan enam bulan penjara dan denda Rp500 juta setelah dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam kasus penyebaran informasi percakapan mesum kepala sekolah tempat ia pernah bekerja.

Walau sudah dibebaskan setelah amnestinya dikabulkan oleh Presiden. Tapi kita perlu pahami bahwa kasus kasus seperti itu telah merajalela dan hukum lalai akan hal itu baik dari segi formil maupun pelaksananya.

Pada Kasus Baiq Nuril, dia telah merasakan pahitnya atas dominasi oknum kepala sekolah. Kesenjangan tersebut membuat kasus pelecehan terhadap dirinya seakan akan menjadi pelaku.

Kekerasan terhadap perempuan sama sekali tidak menghormati hak asasi manusia.  Hak asasi manusia yang lahir untuk menjaga martabat individu setiap manusia. Dengan adanya budaya patriarki yang membuat jurang pemisah antara laki laki dan perempuan, menjadikan perempuan sebagai golongan yang minoritas. Dari pemikiran ini kemudian orang orang berspekulasi untuk merendahkan kaum perempuan bahkan berbuat semaunya.

Hari ini permasalahan mengenai kekerasan terhadap perempuan kita tidak dapat mengandalkan suatu instansi apapun bahkan negara sekalipun. Hal seperti itu menurut hemat penulis harus diatasi dari individu individu masing masing.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun