Mengapa pengembangan dan perkembangan sastra terus berdetak tak pernah mati di Yogyakarta? Apakah semata-mata karena penerbitan buku karya sastra tak lekang oleh waktu? Atau karena banyaknya perguruan tinggi dengan jurusan seni, bahasa, dan sastra? Barangkali bisa juga disebabkan oleh banyaknya media (majalah, koran) yang memiliki rubrik budaya dan sastra?