Mohon tunggu...
KOMENTAR
Music Pilihan

Keroncong yang Menentramkan

19 November 2020   15:03 Diperbarui: 19 November 2020   15:15 367 6
Kamis pukul 20.00 hingga 21.00 malam adalah waktu yang saya tunggu-tunggu. Itu adalah saat TVRI menyajikan acara "Musik Keroncong". Saya sangat menikmati musik ini, dan saya yakin begitu juga dengan banyak orang usia 'over seket' (50 tahun ke atas).

Musik ini indah, liriknya halus, umumnya bertema cinta tanah air, semangat berjuang dan tentang kehidupan pada umumnya. Mendengar musik keroncong membuat hati menjadi tentram, damai dan nikmat.

Beruntung buat para penggemar musik keroncong, TVRI menampilkan acara ini pada jam yang prima. Dulu, tahun 2000-an, acara musik keroncong disiarkan TVRI pada larut malam, sehingga untuk mendengarkannya orang harus melawan kantuk.

Pernah ada pemirsa dari kawasan Indonesia timur yang memprotes jam tayang itu, yang di sana berarti pukul 12 malam lebih. Namun tidak ada perubahan. Selain itu, acara musik keroncong pernah ditayangkan hanya dua minggu sekali. Membuat orang tidak tahu kalau ada acara itu.

TVRI yang milik negara ini tampak kala itu tidak memberi perhatian kepada warga bangsa generasi lanjut usia. Di luar TVRI dan RRI,  tidak ada atau jarang sekali stasiun TV dan radio swasta yang menyiarkan acara musik keroncong maupun acara bernuansa budaya nasional lain.

Pertimbangannya mudah ditebak: acara itu tidak bernilai komersial, sehingga tidak mendapat slot sama sekali. Dan, pemerintah terlihat tidak mempunyai keberpihakan yang tegas dalam tataran implementasi untuk memajukan musik keroncong. Sedikit berlebihan namun ada benarnya, yaitu bahwa 'musik keroncong mati di kandang sendiri'.

***
Keadaan itu berbeda dengan apa yang pernah saya lihat di Jepang. Saya tidak ingat apakah NHK atau tv swasta penyelenggaranya, tetapi musik nasional mereka mendapat perhatian besar. Pagelaran musik tradisional Jepang yang disebut Enka itu ditampilkan di ruang besar, dengan penonton duduk di kursi seperti menyaksikan konser musik modern.

Penyanyi wanita memakai busana nasional, dan tata panggung dibuat meriah serta megah. Terlihat penyelenggara stasiun tv itu memberi tempat yang terhormat bagi musik nasional mereka. Benar-benar dihargai dan membanggakan.

Di Inggris, musik klasik yang disukai generasi tua, sangat mudah dinikmati melalui radio dan televisi. Pendengar dan pemirsa tinggal menyediakan waktu. Pada saat-saat tertentu ada konser musik klasik di gedung-gedung kesenian, juga di kampus-kampus. Di sana, tampak bahwa setiap generasi mendapat akses untuk mendengarkan musik yang disukai.

Malaysia mengembangkan sendiri musik keroncong. Saya masih menyimpan CD yang berisikan lagu-lagu keroncong berbahasa Malaysia, dinyanyikan oleh penyanyi setempat dalam suatu acara kerajaan di sana. Perlu diketahui juga bahwa penyanyi keroncong Indonesia cukup populer dan banyak yang diundang untuk tampil di Malaysia.

Di Belanda, konon rutin diselenggarakan pasar malam Indonesia yang antara lain diisi dengan penampilan penyanyi-penyanyi keroncong terkenal kita.

***
Bisakah musik keroncong berjaya kembali di Indonesia seperti sejak era pra-kemerdekaan hingga tahun 1990-an? Banyak tantangan untuk itu, namun juga ada harapan.

Mengenai tantangan, musik keroncong terlanjur dicap sebagai musik untuk orang tua-tua, karena iramanya 'slow', membuat ngantuk, kuno/tradisional, atau tidak modern. Maka musik keroncong dianggap tidak cocok bagi generasi muda, dan cenderung di'emohi'. Misalnya saja anak saya selalu protes kalau saya menyetel lagu keroncong saat naik mobil.

Saya heran, musik yang indah di telinga saya itu dianggap tidak cocok untuk diperdengarkan. Biasanya saya mengalah dengan memilih lagu pop Indonesia atau barat yang saya bisa menikmatinya juga. Tetapi itu dulu. Sekarang anak-anak saya sudah maklum kalau bapaknya suka musik keroncong.

Di pihak lain, ada yang menganggap bahwa musik keroncong berasal dari Portugis, sehingga tidak bisa disebut musik asli Indonesia. Saya keberatan dengan anggapan ini karena musik keroncong seperti yang dikenal sekarang ini sama sekali tidak mirip dengan musik Portugis sekarang.

Bahwa lagu keroncong jaman dulu mirip dengan lagu Portugis jaman dulu, bisa saja terjadi, mengingat Portugis pernah membangun hubungan dagang dengan daerah-daerah di Indonesia pada abad 15.

Hubungan dagang itu kemudian melebar ke hubungan budaya. Dan budaya-budaya itu saling memengaruhi satu sama lain. Namun untuk mengatakan bahwa keroncong adalah musik Portugis sehingga bukan asli Indonesia, saya rasa itu merendahkan kemampuan musisi Indonesia dalam menciptakan musik sendiri yang bermutu dan berbeda.

***
Adapun yang menggembirakan, disamping ada acara "Musik Keroncong" setiap Kamis malam di TVRI, di berbagai kota seperti yang saya lihat di Youtube, muncul grup-grup keroncong yang anggotanya anak-anak muda.

Grup-grup keroncong anak muda ini menampilkan musik keroncong dengan gaya kekinian, baik dalam instrumen, penampilan, maupun kreativitas. Contohnya, lagu-lagu pop lokal dan barat diaransemen ulang dengan memasukkan irama keroncong.

Lagu-lagu ini juga enak didengar, walau saya lebih menyukai lagu-lagu keroncong versi asli, seperti yang diciptakan oleh Gesang, Ismail Marzuki, Budiman BJ, dll;  atau yang biasa dinyanyikan oleh Sundari Soekotjo, Mus Mulyadi, Toto Salmon, dll.
 
Walaupun musik keroncong sudah bertambah banyak penggemarnya di kalangan anak muda, namun masih belum dapat disebut menjadi musik kebanggaan nasional, seperti musik Enka di Jepang.

Saya berharap pertunjukan musik keroncong mendapat tempat di acara-acara kenegaraan mengingat musik keroncong terbukti memiliki peran besar dalam membangkitkan semangat juang bagi para pejuang kemerdekaan sekitar tahun 1945. Beberapa contohnya adalah: Sepasang Mata Bola (lagu favorit Presiden BJ Habibie), Jembatan Merah, Kopral Jono, dll.

Setidaknya setahun sekali perlu diadakan Pagelaran Musik Keroncong tingkat Nasional, yang dihadiri Presiden dan pejabat negara lain, yang menampilkan penyanyi-penyanyi keroncong papan atas dan para juara lomba cipta dan nyanyi lagu keroncong.

Ada yang menganggap bahwa keroncong musiknya orang Jawa, sehingga tidak layak disebut musik nasional. Saya rasa tidak demikian, karena banyak penyanyi bukan suku Jawa yang populer dengan musik keroncongnya, seperti Hetty Koes Endang, Tuti Maryati, Bram Titaley, dan sebagainya.

Tentu saja, disamping keroncong, musik-musik nasional lain pun perlu juga diapresiasi. Saya sangat terharu ketika mendengar musik berirama degung Sunda diperdengarkan di suatu acara di Disney Land, Hongkong sekian tahun yang lalu.

Barangkali tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa jika bangsa ini ingin menyenangkan generasi tua, perdengarkanlah atau sisipkanlah musik keroncong dalam acara televisi/radio milik publik dan swasta, di sekolah-sekolah, di kampus-kampus, serta di acara-acara resmi. Tidak berlebihan, tetapi proporsional. Tujuannya agar bangsa ini dapat menghargai, menikmati dan mengembangkan musik keroncong.

Terakhir, dengan mempopulerkan musik keroncong ke negara-negara lain, ke PBB, dan ke forum-forum internasional lain, Indonesia kiranya dapat memberi kontribusi pada kedamaian dunia dan kehidupan yang lebih menentramkan. Semoga. <>


HD, 19/11/2020

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun