Puisi-puisiku lahir
dari bising deru kota
ditingkahi tarian debu dan
rupa-rupa kemacetannya pada
sepanjang tubuh beton yang kaku
Sajak-sajakku lahir
dari secangkir kopi pagi
beraroma matahari kureguk
hingga tetesan terakhir hapuskan
dahaga di ujung batang kerongkongan
Syair-syairku lahir
dari roda-roda kehidupan
yang tak henti menggelinding
pada paruh waktu kerap mematuk
singkirkan kantuk ganduli pelupuk
Diksi-diksiku lahir
dari bening air mata yang
diseka oleh tapak lengan bayu
tak kasat mata hingga mengering
tanpa sempat sisakan jejak kesedihan
Puisi-puisiku
akan terus lahir hingga
tajamnya pisau algojo waktu
memenggal batang usiaku serta
sehelai kafan selimuti seluruh raga
Hingga yang tersisa
goresan-goresanku pada
prasasti waktu memahat abadi
meski telah habis seluruh hela nafas
di jiwaku namun untaian kataku takkan
Pernah M A T I
H 3 R 4
Jakarta, 29/4/2022