Kota yang tak pernah tidur
hingga fajar menyingsing
menyaji geliat kehidupan malam
Barisan lalu lalang gerobak
milik penjaja kaki lima
didorong perlahan
Dengan langkah gontai
menghitung lelah di antara
bulir keringat terperah
Seraya mengukur jalan
terpahat letih mendera
pada sorot mata sayu
Di antara remah daki waktu
di balik punggung malam
di sela ketiak rembulan
Hingga berujung dipangkalan
tempat akhir memarkirkan
gerobak kayu sandaran harapan
Penat teramat sangat namun
bukankah hidup harus terus laju
tak hanya sekedar mengisi
Mulut-mulut lapar serta
perut-perut nan kosong
sekosong uang di saku celana
Kota yang tak pernah tidur
acapkali menampar dengan
tangan-tangan realita
Memaksa menelan pil pahit
sebuah kenyataan dalam
himpitan keadaan
Kota yang tak pernah tidur
kerap kali membuat orang-orangnya
terjaga memikirkan hari esok
Yang kian membuat sakit kepala
lebih memilih menarik selimut
lalu tertidur diiringi dengkur
***
Hera Veronica Sulistiyanto
Jakarta | 27 Februari 2021 | 23:03