Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cahaya Naga Emas

23 Mei 2022   12:20 Diperbarui: 23 Mei 2022   12:23 266 20
Sesosok raksasa berbaju besi mengenakan mahkota, kedua tangan memegang pedang, sedang kedua kaki dengan posisi kuda-kuda siap berperang melawan dua raksasa berbentuk sama menanti di hadapannya, ular piton dan ular kobra.

Dengan sekali teriakan "Uragapati," sesaat perang dimulai. Raja Uragapati hanya terdiam membaca gerak lawan, bentuk dan posisi tubuhnya masih sama. Ular piton mulai menyerang dan melilitnya. Hingga leher raja tercekik menghadap langit, membuat topeng zirahnya terbuka. Ular kobra mendekat, bersiap menyemburkan upas mematikan. Pedang raja masih berdiri tegap dalam genggaman.

Ular piton menambah lagi tenaga lilitan, seperti memeras pakaian basah. Raja Uragapati tak melepas pedangnya, bahkan semakin erat lilitan semakin erat pula pedang di genggaman. Tak lama ia seperti merintih kesakitan. Mulutnya pun kini mulai menganga, ular kobra tak ingin membuang kesempatan. Ditariknya kepala sedikit ke belakang, lalu memuncratkan cairan dari dalam mulutnya.

Di saat bersamaan muncul cahaya kilau keemasan menyelimuti pedang raja. Ular piton yang tahu mendadak melepas lilitan. Sesaat topeng zirah menutup menyelamatkan wajah raja dari racun ular kobra.

"Terlambat," ujar Putera Nara sembari menggerakan kedua tangannya seperti menebas, Raja Uragapati mengikuti isyarat. Kemudian diayunkan pedang dua kali. Cahaya kilau keemasan yang menyelimuti pedang itu, lalu mengeluarkan hempasan udara sangat panas. Seketika menghancurleburkan ular kobra dan ular piton yang ada.

Sontak debu-debu bertebaran sangat kencang hingga menyingkap jubah yang dikenakan Ki Purwa. "Bukan main, tuanku," kata Ki Purwa memuji. "Begitu sempurna kau melakukannya."

Akan tetapi, Putera Nara merasa belum puas dengan mantra besar uragapatinya. Sesaat ketika mulutnya akan berucap Ki Purwa lebih dulu berkata "Tak pernah ada yang lebih sempurna selain dirimu menggunakan mantra uragapati." Penuh rasa bangga.

"Tapi Ki." Celetuk Putera Nara "Aku ingin ada mantra lagi yang kekuatannya setara dengan uragapati," katanya melanjutkan "Coba Ki pikirkan baik-baik, bagaimana mungkin kelak aku menghadapi bayi itu hanya dengan cukup satu mantra saja." Dengan kepala mendongak dan memandang wajahnya.

Ki Purwa sama sekali tidak menyukai ekspresi Putera Nara, "Jangan kau remehkan mantra uragapati di hadapanku dengan mulutmu yang busuk itu." Timpal Ki Purwa sangat geram "Aku korbankan 6 tahun hanya untuk mantra uragapati hingga menyebabkanku terusir dari Padepokan Inggil Giri. Jika aku menginginkannya, sangat mudah bagiku mencabut mantra itu dari tubuhmu."

"Ki... Bu-bukan itu maksudku. Ka-kau salah pa-paham Ki," Putera Nara mendadak gagap, jantungnya berdegub jauh lebih kencang.

"Bila tadi kau paham dengan cahaya keemasan yang keluar dari pedang raksasa uragapati, mulutmu takkan selancang ini." Ki Purwa benar-benar marah besar. Kata-katanya seperti tak terkendali.

"Ki, ma-maafkan aku, aku ini keponakanmu. Bukankah kau sangat sayang padaku. Dan aku tahu cahaya keemasan itu." Putera Nara betul-betul memelas dan penuh sesal.

Hati Ki Purwa tiba-tiba luluh, "Banyak yang sudah kuajarkan mantra sakti kepadamu. Jika sedikit saja kau berpikir setidaknya mantra-mantra sakti itu bisa dipadukan dari satu mantra ke mantra yang lainnya, tentu akan membuatmu jauh lebih sakti," kata Ki Purwa dengan suara lirih.

Melihat Ki Purwa yang sudah mencair hatinya, Putera Nara sedikit memberanikan diri untuk bertanya tentang sesuatu, "Ki?"
"Hmmm," gumam Ki Purwa singkat sembari mengubur dalam-dalam rasa emosinya.
"Bukankah cahaya keemasan yang kulihat di pedang Raja Uragapati tadi itu seperti simbol naga?" tanyanya penasaran.

Dengan hanya sekali tarikan napas, Ki Purwa menuturkan "Ya. Benar sekali." Dengan penuh yakin ia melanjutkan "Cahaya keemasan itu kelak menjadi benteng pertahanan paling kuat yang pernah kau miliki."

Mendengar jawaban itu sejenak Putera Nara merasa sedikit lega. Tetapi, lagi-lagi ada yang mengganjal di hatinya.

"Ki, satu lagi?" tanya Putera Nara mendesak.
"Hmmm," gumamnya.
"Jika betul dugaanku ini, apakah bisa mantra uragapati yang hanya mengeluarkan cahaya keemasan itu disempurnakan menjadi bentuk cahaya naga emas? Jika iya, bukankah hal ini bisa membuat mantra tersebut jauh lebih sakti. Betul kah itu Ki?" Tanya Putera Nara dengan tatapan serius.

Ki Purwa tak bisa menyembunyikan wajahnya yang menyimpan beribu rahasia seraya memandangi keponakannya yang mendadak tahu kesempurnaan mantra. Mulutnya terlihat sangat berat berucap.

Siang itu cuaca cerah mulai memudar, udara dingin semakin cepat menggantikan udara hangat. Daun-daun pinus terlihat melambai-lambai. Dan Ki Purwa masih saja terdiam.

"Ki. Percayalah." ujarnya dengan sungguh-sungguh meyakinkan Ki Purwa, "Aku tahu semua tentangmu. Aku tak meragukan kehebatan kuali sakti milikmu. Bukankah airnya kau dapatkan dari kawah candradimuka dengan mengalahkan kesaktian para penjaga menggunakan cahaya naga emas dari mantra uragapati yang kau miliki?" Putera Nara semakin terus memberondong Ki Purwa dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyulitkan hatinya.
"Kuali sakti tak mungkin berbohong kan Ki?" desaknya lirih.

Ki Purwa betul-betul tak menyangka keponakannya berpikir sejauh itu. Sesaat ia terpejam, cukup lama. Lagi-lagi bibirnya terkunci sangat rapat. Seperti apapun ia sembunyikan puncak kesempurnaan mantra uragapati yang sesungguhnya pastilah kelak akan muncul dengan sendirinya, itu yang ada di benaknya saat ini.

Tak berapa lama matanya terbuka dan memandangi wajah Putera Nara, seraya berkata "Jika memang ini sudah menjadi kehendakmu, kau harus siap melakukannya." Ujarnya lagi dengan suara sangat pelan "Diperlukan ketenangan hati dan jiwa untuk sanggup menguasainya."

"Berapa lama aku harus bertapa Ki?" tanya Putera Nara. Sesaat Ki Purwa merapatkan kepala untuk membisik.
"Tujuh tahun."

Setelah mendengar apa yang dibisikan Ki Purwa, kepalanya terlihat mengangguk-angguk kecil tanda kesanggupan. Putera Nara begitu yakin dari apa yang akan dilakukannya. Ki purwa yang masih saja menatap Putera Nara pun juga sangat percaya, kelak keponakannya ini mampu menguasai cahaya naga emas yang berasal dari mantra uragapati persis seperti dulu dirinya bertapa.

Cerpen Dewandaru
4. Cahaya Naga Emas
Senin, 23 Mei 2022
Henri Koreyanto

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun