Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

[Cerpen] Pria Hebat Itu Ayahku

13 Juli 2020   14:10 Diperbarui: 13 Juli 2020   14:10 224 4
"Nak, bangun sudah pagi."

Ku  buka mata dan ku tatap seorang pria yang membangunkan ku tadi. Mata ini masih perih nan lelah yang tak bisa disembunyikan dihadapan pria berpakain rapi itu yang mungkin sudah terbangun sejak pagi buta.

"Iya Ayah, aku bangun," ucapku sambil mengusap perihnya mata ini.

"Ayah berangkat ya, sarapan sama uang saku kamu ada di meja."

"Terimakasih...." senyum kecil ku berikan pada ayah yang ia balas usapan dikepala penuh kasih sayang.

Dan pria itu adalah ayahku yang telah merawat ku hingga detik ini. Ia telah menjadi orang tua tunggal untukku, ibu telah meninggal tepat beberapa jam setelah aku dilahirkan.
Begitu yang aku tahu dari cerita ayah, jadi... hingga kini aku belum pernah merasakan kasih sayang dari seorang ibu secara nyata.

Hari senin yang melelahkan ini sudah dimulaj, ayah telah  berangkat dan memulai kesibukannya dan aku selayaknya remaja beruntung lainnya... bersekolah tentu saja.

Seperti biasa ayah meninggalkan uang saku di meja bersanding dengan sarapan pagi sederhana.
Sejujurnya uang saku yang ayah berikan tidaklah cukup untukku yang kini duduk duduk di kelas VIII sekolah menengah tapi aku kesampingkan itu dengan lebih bersyukur dan menghargai usaha serta kerja keras ayah. Ayah tahu bahwa uang yang ia berikan tidak cukup tetapi aku telah berbicara dengannya dan aku mengerti betul kondisi keuangan ayah.

Bisa bersekolah, sarapan pagi dan dapat uang saku saja itu sudah lebih dari cukup untukku.

Bunyi  bel panjang sekolah telah berbunyi menandakan suruh kegiatan belajar hari ini telah usai dan aku bersiap untuk pulang tapi sebelumnya aku mau mampir sejenak melihat ayah berkerja.

"Siang ini pasti ayah sedang beristirahat." Gumam ku dengan menenteng sebungkus makanan.

Aku menyusuri sepanjang jalan trotoar untuk menemui ayah yang ternyata sedang duduk pada kursi panjang yang ada ditrotoar tersebut.
Bajunya basah oleh peluh, punggungnya lelah seharian berkerja dan wajahnya teramat ahli menyembunyikan segalanya. Ayah lelah aku tahu.

"Ayah?" Sapaku kepada pria berpakaian jingga dengan sapu yang masih ia pegang.

"Hana? Sudah selesai sekolahnya?"

"Sudah dong, nih buat Ayah." Ku berikan sebungkus makanan yang ku bawa tadi.

"Ayah pasti belum makan, kan?"

"Terimakasih, Ayah memang belum makan tapi... sebentar." Ayah membawa makanan tersebut menyeberang menuju kolong fly over dan aku hanya bisa menyaksikan ayah memberi makanan tersebut kepada seorang anak seumuran ku.
Aku hanya terpaku, bertanya-tanya kenapa? Ayah dengan sukarela memberikan makanan tersebut. Padahal aku tahu ia belum makan sesuap nasi pun sejak pagi.

"Kenapa Ayah berikan makanan itu?"

"Anak itu lebih membutuhkan." Jawaban singkat dari ayah.

"Kenapa?" Tanyaku lagi.

"Dia punya adik kecil dan seharian ini koran yang dijualnya baru laku sedikit saja."

"Ayah kan juga perlu makan." Aku sedikit kesal kepada Ayah.

"Ayah hanya ingin berbagi dan berbagi tidak perlu melihat kita kaya atau miskin, kan? Tapi tentang  bagaimana kita mampu untuk berbagi. Percuma saja kita kaya tapi tidak mampu berbagi."

Aku seketika terdiam atas perkataan Ayah dan ternyata aku masih terlalu anak-anak untuk mengerti hal ini.

"Sudah ayo kita pulang, lagi pula Ayah masih menyimpan makanan kok dirumah."

Aku tersenyum senang lalu aku meminta maaf karena sempat merasa kesal.

"Tak apa nak, semakin hari kamu akan mengerti apa arti bersyukur dan berbagi yang sesungguhnya."

Aku beruntung menjadi perempuan yang dibesarkan oleh pria sehebat ini, Ayahku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun