Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum Pilihan

Wahai Para Pembantu, Bersatulah

10 April 2021   16:47 Diperbarui: 10 April 2021   16:51 257 14
Seruan serupa judul diatas sangat urgen dan relevan untuk digaungkan saat ini karena dengan bersatunya para pembantu rumah tangga (PRT) akan menciptakan kekuatan. Kekuatan yang akan  mendengar keluh kesah dan karut marut dalam dunia yang mempekerjakan mereka tanpa perlindungan sama sekali. Selama ini suara para PRT seperti iklan salah satu perusahaan otomotif "nyaris tidak terdengar".

Berbeda dengan sejawat dekat mereka "kaum buruh" punya "power" untuk menyuarakan keluhan mereka. Minimal setiap tahun pada hari buruh tanggal 1 Mei mereka melakukan demonstrasi besar-besaran yang bisa membuat usahawan, pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan stake holder lain menjadi ciut nyalinya.

Kekuatan buruh tercipta karena mereka dilindungi oleh Undang-undang yang memberi hak kepada mereka bersatu dalam organisasi-organisasi buruh. Adanya organisasi yang dikelola secara profesional mengakibatkan komunikasi diantara mereka intens dan terarah.

Tanggal 15 Maret 2021 sebetulnya merupakan hari PRT nasional yang merupakan hari istimewa pagi para PRT, tapi di hari tersebut tidak terjadi sesuatu yang istimewa. Bahkan banyak yang tidak tahu termasuk PRT sendiri bahwa tanggal tersebut merupakan hari PRT Nasional.

Berdasarkan riset Konde.co yang didukung oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) atas sepuluh media daring teratas versi Alexa.com atas isu Rancangan Undang-Undang PRT (RUU  PRT) sangat minim informasi.

Dari sepuluh media daring tersebut selama jangka waktu Januari- Maret 2021 hanya ada 6 (enam) portal yang memberitakan tentang isu RUU PRT, 4 (empat) yang lain tanpa berita sama sekali.

Kemudian dari enam portal yang memberitakan, artikel terbanyak dibuat oleh Kompas.com dengan 6 berita. Disusul oleh Liputan6.com 3 berita, selanjutnya masing-masing 1 berita dari portal berita lainnya (Kompas 9 April 2021).

Menurut Ketua peneliti Konde.co Tika Adriana, selain minim informasi secara kuantitatif pemberitaan tentang RUU PRT juga sangat minim secara kualitatif karena narasi pemberitaan berisi data mentah tanpa mengkritisi sama sekali (Kompas 9 April 2021).

Konsekwensi lemahnya gaung suara PRT membuat RUU PRT sampai saat ini masih terkatung-katung, padahal sudah 17 tahun sejak tahun 2014 PRT memperjuangkan nasibnya agar ada Undang-undang yang bisa melindungi profesinya.

 Para PRT masih berjuang sendiri tanpa perlindungan terhadap ancaman seksisme, rasisme bahkan ancaman jiwa.

Padahal Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menjamin setiap warga negara berhak atas pengakuan, jaminan, perlakuan yang sama dihadapan hukum dan berhak atas pekerjaan dan perlakuan yang layak dan adil.

 Undang-undang PRT Terkatung-Katung Selama 14 Tahun Di DPR.

Berdasarkan data survey Internasional Labour Organisation (ILO) dan Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2015 ada 4,2 juta jiwa PRT di Indonesia, tertinggi didunia dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti India dan Philipina yang juga banyak PRT. Data ini tentunya beranjak naik saat ini ditambah lagi banyaknya yang belum terdata karena masalah PRT tersembunyi di dalam rumah-rumah yang tertutup.

Urgensi melindungi PRT juga karena dalam populasi PRT tersimpan data bahwa 84 % PRT adalah kaum perempuan bahkan yang menyedihkan ternyata 14 % merupakan pekerja anak. Kaum perempuan yang lemah dan anak-anak yang tidak berdaya sangat rawan untuk dieksploitasi bahkan diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (trafickking).

Besarnya populasi PRT tidak membuat suaranya lantang, malah seperti yang disebutkan diatas lemah nyaris tidak terdengar karena tidak ada kekuatan yang memadai untuk menggaungkannya.

DPR sebagai wakil rakyat yang menggadang-gadang "vox populi vox dei" (suara rakyat adalah suara Tuhan) juga tuli dan budeq terhadap suara PRT. Sejak tahun 2014 RUU PRT telah masuk Proyek Legislasi Nasional (Prolegnas) namun tidak pernah masuk dalam prioritas untuk dibahas, hanya sebatas waiting list. Entah kapan RUU PRT akan menjadi Undang-undang agar bisa mengayomi rakyat yang mempunyai profesi PRT.

Perlunya Undang-undang Untuk Melindungi PRT

Adanya Undang-undang PRT nantinya diharapkan akan mengatur tentang standar upah yang layak agar kesejahteraan PRT sebagai profesional mempunyai kelayakan untuk menghidupi keluarganya.

Selain itu adanya perlindungan hubungan kerja antara majikan dan PRT. Diantaranya bekerja dalam situasi yang layak secara kemanusiaan. Pengaturan lamanya jam  kerja tentu akan diatur dalam Undang-undang PRT. Pengaturan lamanya jam kerja sangat perlu diatur apalagi bagi PRT yang bekerja full time di rumah majikannya. Mentang-mentang bertempat tinggal di rumah majikan bukan berarti PRT dipekerjalan 24 jam sekehendak hati.

Aturan tentang jam istirahat bagi PRT akan membuat profesi PRT mendapat penghargaan manusiawi untuk menegaskan bahwa PRT bukanlah budak belian.

Masih berkaitan dengan jam kerja, dalam UU PRT juga akan diatur tentang hak liburan dan hak cuti bagi PRT. Pengaturan jam kerja dengan hak libur dan cuti merupakan pengejawantahan dan  pengakuan penghargaan masyarakat terhadap profesi PRT.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun