Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Mangrove Center Tuban (MCT) Laboratorium Alam Pantai Utara

8 Maret 2012   00:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:23 2498 3

Siapa sangka, dulu tanah pesisir yang terabrasi oleh keganasan ombak pantai utara hingga 80-100 meter ke daratan itu kini berubah menjadi hutan mini, sebuah kawasan hijau, teduh dan asri dengan beraneka macam pohon cemara dan pohon-pohon keras lainnya. Barangkali itulah yang tergambar saat melewati Mangrove Center Tuban (MCT) di jalur Tuban-Semarang 9 KM Desa Jenu RT.02 RW.01 Kecamatan Jenu, Tuban.

Kawasan hijau yang berdiri diatas lahan seluas 56 hektar ini (MCT) tidak serta-merta berubah menjadi sebuah area yang sejuk dipandang seperti sekarang ini. Dulunya kawasan ini adalah pesisir pantai yang ditumbuhi dengan jutaan pohon kelapa. Tapi sayang, akibat dari tangan jahil manusia hewan yang bernama bajing, yaitu jenis hewanmamaliapengerat pemakan buah kelapa darisukuSciuridae, ditembaki begitu membabi buta sebagai hewan buruan. Wal hasil bajing-bajing itu pun kian hari semakin habis, hingga puncaknya pada tahun 1979 terjadilah wabah yang sangat mengerikan, dimana semua pohon kelapa terserang wabah kwawung secara besar-besaran sampai tak satupun pohon kelapa itu tersisa. Padahal bila manusia mau belajar terhadap alam yang sudah menjadi takdir Tuhan, yang namanya kwawung tidak akan berani menyentuh kelapa yang sudah terkena air kencing dari bajing.

Setahun setelahnya, tepatnya tahun 1980 pesisir pantai jenu terkena libasan ombak yang begitu dahsyat hingga terjadilah kerusakan tanah luar biasa hebat. Daya terjang ombak sampai ke daratan dan merusak infrastruktur di pinggir-pinggir jalan raya.

Prihatin dengan semakin memburuknya keadaan itu menggerakkan nurani seorang H. Ali Mansyur sebagai warga asli Desa Jenu untuk melakukan rehabilitasi terhadap kerusakan saat itu. Berawal dari 1,2 hektar tanah di tepi pantai yang ia miliki, H. Ali berusaha menanami kembali tanahnya dengan beberapa pohon mangrove. Minimnya pengetahuan tentang lingkungan sempat membuat H. Ali kebingungan, darimana bibit pohon mangrove itu di dapatkan? Akhirnya berkat usahanya itu dia mendapatkan bibit pohon mangrove dari Ujung Pangkah Kulon, Gresik.

Lahan 1,2 itu mulai ia garap sendiri, ia tanami pohon sendiri. Dia banyak mendapat sindirian dari beberapa kalangan khususnya para tetangga sekitar rumahnya, “wong tanah sudah rusak berat begitu mau ditanami apa bisa tumbuh? Ada-ada saja Pak Ali ini”. Anjing menggonggong kafilah berlalu, kerasnya celaan dan cibiran yang menghantam bagi H. Ali seolah sebagai tantangan baru supaya jerih payahnya ini membuahkan hasil.

Waktu terus berjalan, pohon yang dia tanam mulai tumbuh subur. Tak hanya mangrove, lebih dari itu telah berkembang ke pohon keras seperti pohon cemara udang dengan berbagai varitasnya. Bahkan H. Ali sampai-sampai kekurangan lahan. Maka, dibelilah lahan samping kanan-kiri untuk terus melakukan perluasan terhadap niatnya dalam menghijaukan pantai Jenu. Waktu itu tanah dibeli dengan perhektar seharga 4 juta atau 400 rupiah permeternya.

Tahun 1997 hamparan pantai berpasir yang rusak berat itu telah berubah drastis menjadi sebuah hutan mini yang hijau nan indah. Kemudian di tahun 1998 saat krisis monter berlangsung hutan mangrove binaan H. Ali akhirnya mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa 50.000 bibit seharga 3.300 perbatang.

Pesatnya perkembangan hutang mangrove sampai memancing rasa iri para tetangga H. Ali di sekitar Desa Jeu. Di tahun 2000 muncul para petani-petani baru yang juga ikut mengembangkan mangrove. Kurang lebih ada 12 kelompok tani. Kemudian dibentuklah sebuah komunitas baru yaitu sebuah komunitas yang sadar dan peduli akan lingkungan. Komunitas ini selanjutnya diberi nama “Forum Lingkungan Peduli Pesisir Pantai”.

Hutan magrove saat itu tak hanya sebagai pusat tanaman mangrove dan tanaman-tanaman pesisir pantai. Hutan mangrove telah menjelma menjadi sebuah laboratorium alam pantai utara, obyek wisata yang mendidik,  tempat latihan kepemimpinan dan area perkemahan nasional. Para aktifis pendidikan yang memanfaatkan area ini banyak belajar tentang bagaimana proses pembibitan, penanaman, dan tentang konservasi lingkungan. Maka tepatnya tahun 2005 hutan mangrove diresmikan menjadi “Mangrove Center Tuban (MCT)”, dan semenjak saat itu MCT telah resmi menjadi Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) yang bersih dari singgungan parpol dan ormas tertentu. MCT sendiri saat ini mempunyai 52 tim pengelola yang sadar dan peduli terhadap lingkungan. Dari 52 orang tersebut Dibagi menjadi 14 bidang. Masing-masing bidang terdiri dari 4 orang.

Banyaknya dorongan untuk melakukan pembibitan tanaman keras membuat H. Ali Mansyur mulai berpikir bagaimana kalau mangrove center memang tidak hanya sebagai bank benih mangrove dan cemara saja. Maka, mulailah dilakukan pembibitan pohon-pohon keras seperti mahoni, jati, trembesi, matoa, sengon, rambutan, duren, dan banyak jenis tanaman lainnya. Dan kini, nyaris tiap hari tak pernah sepi pembeli. Pesanan pun terus mengalir tiada henti. Ada yang dari Pasuruan, Malang, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Madura, Rembang, Gresik dan lain-lain.

Untuk memenuhi permintaan bibit yang terus meningkat tentunya membutuhkan modal yang tidak sedikit. Disini H. Ali Mansyur punya trik tersendiri. Dia melakukan subsidi silang dengan hasil tambak dan peternakan miliknya yang tersebar di seluruh wilayah Tuban. Selama pemenuhan kebutuhan bibit bisa dilakukan secara mandiri, pantang bagi seorang H. Ali Mansyur untuk meminta. Barulah kalau permohonan bibit itu dalam skala sangat besar dia akan menggandeng perusahaan-perusahaan swasta untuk mencairkan CSR-nya.

“Kian hari permintaan bibit kian banyak. Apalagi sekarang ini luas MCT mencapai 56 hektar. Untuk mensiasati hal ini saya melakuka subsidi silang dengan hasil tambak dan beberapa ternak pribadi yang tersebar di seluruh wilayah Tuban. Alhamdulillah sampai detik ini soal keuangan kami tidak pernah kekurangan. Kalau ada permintaan bibit dalam skala besar kami baru menggandeng instansi pemerintah atau perusahaan swasta setempat”, demikian penuturannya kepada wartawan KAPAL.

Menurut H. Ali Mansyur, saat ini pihaknya sedang gencar-gencarnya melakukan program pembibitan cemara laut. Jutaan bibit telah disiapkan. Dengan cemara laut ini pula pihak MCT telah melakukan penghijauan hampir diseluruh wilayah pesisir pantai Tuban. Dengan harapan tak lama lagi seluruh pesisir pantai tuban akan menjadi hijau dipenuhi dengan cemara laut.

Kenapa dipilih cemara laut ditanam sebagai garda depan yang lebih dekat dengan air? Belajar pada pengalaman tahun 2008, kedahsyatan ombak di laut jawa yang berlangsung selama sebulan lebih telah menghempaskan 105 hektar lahan mangrove di pesisir pantai Tuban. Hampir sepanjang pantai waktu itu lahan konservasi mangrove rusak berat dan terbawa arus air laut, sementara pohon cemara laut tetap kokoh berdiri dan hanya sedikit sekali yang mengalami kerusakan. Maka mengambil pelajaran dari semua peristiwa itu MCT secara besar-besaran membudidayakan cemara laut sebagai tanaman yang berfungsi menangkal abrasi pantai.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun