Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Gadis Pedagang Asongan

13 Juli 2013   15:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:36 811 8
Saya baru sekali ini melihat gadis pedagang asongan ini, umurnya mungkin sekitar 18 tahunan. Wajahnya lumayan manis, dan dia menggunakan jilbab sederhana namun serasi dengan wajah dan tubuhnya. Kulitnya yang agak kehitaman. Mungkin karena sering terkena matahari. Tapi itu tak mengurangi daya tariknya.

Kemacetan yang biasa sangat menyiksa hari ini justru tak kurasa, bahkan saya berharap bisa lebih lama lagi kemacetan ini.

Kebetulan juga saya duduk di deret bangku paling belakang. Sehingga saya bisa leluasa memperhatikan gadis ini.

Dengan sedikit agak kaku dia mengawali dagangannya dengan orasi singkat. Di tengah deru mesin bus, dia menawarkan barang kerajinan tangan hasil karyanya sendiri. Gantungan kunci, dompet hp, dan pulpen yang dihias. Sepertinya tidak ada yang istimewa dari dagangannya. Harganya hanya dua ribuan.

Setelah orasi dia membagikan dagangannya itu satu persatu kepangkuan penumpang. Sama seperti cara yang digunakan asongan lain. Saya perhatikan banyak juga ragamnya. Sesekali dia mengusap mukanya dengan lengan bajunya. Tampak wajahnya berkeringat. Padahal bis kami ini ber-AC.

Semakin dekat menuju kursi saya semakin jelas wajahnya. Manis sekali. Saya heran mengapa gadis semanis ini mau jadi asongan. Padahal kalau dia mau, banyak pekerjaan lain yang mudah didapatkan, paling tidak sebagai penjaga toko swalayan.

Entah apa dia merasa saya perhatikan atau memang dia belum terbiasa. Dia tampak masih canggung dan agak gugup, beberapa kali dia menjatuhkan dagangannya.

Sampai di deretan bangku kami, dia membagikan dagangannya pada kami dengan meletakan di pangkuan kami masing-masing.

Saya ambil barang yang ada di pangkuan saya. Dompet dari kain dengan warna dan bentuk yang menarik. Bagian dalamnya ada lapisan keras yang membuat dompet itu tetap kaku.. Jahitannya rapih. Paduan warnanya serasi. Penumpang sebelah saya mendapatkan pulpen dengan hiasan. Memang tidak terlalu istimewa. Pulpen hias itu kemudian hanya diletakan di pangkuannya, kelihatannya tidak tertarik.

Setelah membagikan gadis itu kemudian berdiri dekat pintu belakang sambil merapikan dagangan yang tersisa dalam tas kantong kresek hitam. Sambil sesekali menaikan tas ransel yang digendongnya Dia seakan tak perduli dengan dagangannya, ada yang mau beli atau tidak.

Tiba-tiba laki-laki yang duduk dekat pintu bertanya pada gadis itu.

"Neng, ada yang warna merah ?" sambil menyerahkan dompet yang dipegangnya.

"aduh maaf, pak sudah habis." Gadis itu menjawab dengan mimik menyesal.

"ya, udah ndak apa-apa. Ini juga bagus. Saya ambil satu" Laki-laki itu mengambil kembali dompet tadi sambil menyerahkan uang dua ribu rupiah.

Setelah memasukan kedalam tasnya, laki-laki tadi kembali bertanya tapi dengan nada agak genit :

"Neng, kok, mau sih cewek manis kayak kamu jadi asongan gini?"

Gadis itu tak menjawab hanya tersenyum.

Entah saya kok jadi sebal dengan laki-laki itu, walau pun memang dia telah mewakili apa yang saya juga ingin tanyakan. Apa saya iri, karena dia duduk lebih dekat dengan gadis itu.

"kalo mau .. kerja saja di kantor saya, jadi OB, bisa lumayan loh."

"sayang lah kalo jadi OB, ndak cocok. Kalau di kantor saya cocoknya jadi sekretaris saya...he..he.." penumpang lain ada yang menimpali.

"Gimana, neng ? Pegawai tetap loh. Kantor saya lagi butuh sekarang, " laki-laki tadi ternyata serius menawarkan pekerjaan.

"maaf, pak, tidak bisa., " gadis itu menjawab sambil tersenyum

"loh, kenapa ?"

"saya harus kuliah, waktunya tidak ada untuk kerja penuh, pak." Jawab gadis itu dengan tenang

Saya dan penumpang lainnya yang ikut menyimak pembicaraan itu kaget juga mendengar jawaban gadis itu. Laki-laki tadi kelihatannya masih penasaran.

"Tapi kok, sempet dagang gini ?" tanyanya penasaran

"ya, ini sambil ke kampus. " jawab gadis itu agak malu-malu

"emang dimana kampusnya dik ?" laki-laki tadi akhirnya mulai berubah sopan dan segan.

Gadis tadi menyebutkan sebuah kampus di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur.

"maaf, pak, saya menolak tawaran bapak, karena memang ini cara saya untuk mempraktekan ilmu saya, sambil saya mencari tambahan untuk biaya kuliah." Gadis itu menambahkan penjelasan dengan nada sopan.,"dan dengan cara ini pula, saya bisa naik bus gratis." gadis itu berterus terang sambil tersenyum malu.

"ambil jurusannya apa dik ?"

"pendidikan tata niaga, pak. "

Akhirnya entah karena iba atau merasa bersalah, lelaki tadi membeli sepuluh barang dagangannya, dengan menyerahkan uang lima puluh ribuan dan menolak uang kembaliannya walau gadis itu memaksa. Saya terharu melihatnya.

Saat itu bus sudah mulai masuk kawasan Halim. Gadis itu beranjak kembali kedepan untuk mengambil dagangannya yang ada pada penumpang lainnya. Terlihat hanya beberapa orang saja yang membeli.

Kami semua yang sederet dengan lelaki tadi, membeli paling tidak dua barang. Saya sendiri membeli lima. Bukan karena iba, tetapi kagum dan terharu.

Gadis itu turun di pintu tol Halim dan berpindah naik bus lain yang searah dengan kampusnya. Untuk kembali berjualan sambil menuju ke kampusnya. Cerdik.

Bekasi, 4 Ramadhan 1434 H

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun