Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Produk yang Bercerita

3 Februari 2015   00:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:56 17 0
Akhir Oktober 2014 lalu, saya bersama dua orang teman mampir di sebuah resto di kawasan Kuningan, Jakarta.  Setelah memilih tempat, tak seberapa lama pesanan datang. Makanan berat berkolesterol timggi.Fast food! “Kita ini sedang sama-sama galau mas, kondisi ekonomi saat ini dan ke depan sedang tidak menentu,” ungkap salah seorang teman di salah satu bank swasta tiba-tiba. Ia lantas menceriterakan perusahaannya yang redup terkena imbas melambatnya pertumbuhan ekonomi. “Saya nggak tahu sampai kapan situasi ini akan kembali,” tambahnya.

Sementara saya sendiri, juga sedang menata diri sehabis di pendi (pensiun dini) dari sebuah perusahaan media. Derasnya penetrasi media digital membuat media mainsream sempoyongan. Pendapatan iklan dan tiras, dua pilar yang menopang pendapatan, menurun dari waktu ke waktu. Dan pengurangan karyawan menjadi solusi yang paling rasional.

Di tengah kegalauan itu, kami bertiga, justru melihat lakon ini sebagai kesempatan untuk tumbuh. Obrolan pun lantas bergulir pada kemungkinan memulai usaha.  Teman saya tadi sangat antusias. Menurutnya, ada banyak kesempatan di luar untuk memproduksi apa saja, yang penting bisa mempromosikan dengan benar, salah satunya lewat peoduk yang bercerita. Ia lantas mencontohkan bagaimana kesuksesan Maicih, produsen keripik singkong di Bandung. Maicih bisa dibilang  keripik singkong pertama yang memakai skor tingkat kepedasan sebagai keunikan produk. Dari mulai level 3 hingga level 10.

Dengan memanfaatkan kedigdayaan sosial media Twitter dalam menyebarkan pesan, pada akhirnya parafollowernya yang antusias bercerita, terutama ikhwal sensasi kepedasannya. Seperti virus yang akut dan gampang menular, keripik Maicih pun jadi konsumsi wajib penikmat makanan ringan.

Cerita di atas hendak mengatakan: produk apapun yang Anda jual, asal Anda bisa mempromosikan lewat sebuah cerita dibarengi dengan keunikan dan rasa yang nendang, tak ada alasan ditolak pasar.

Seorang teman wartawan bercerita, bagaimana ia mewancarai pengusaha tas kulit dengan jalur pemasaranonline. Tak sekadar jualan dan memajang gambar produk. Pengusaha ini dengan cerdik menceriterakan proses kreatifnya. Bagaimana ia belanja bahan, bagaimana ia membuat desain, bagaimana berkomunikasi dengan pelanggan, dsb. Dari sini pelanggan jadi tahu aktivitas di belakang layar sebuah produk tas. Alhasil respek pelanggan atas produk tersebut terbangun. Pada akhirnya tanpa disadari, konsumen mau merogoh kocek untuk membeli produk tersebut.

Begitulah di zaman digital ini, produk yang bercerita rasanya punya lebih kekuatan untuk diterima pasar. Sekali lagi, jangan cuma pasang foto produk. Tampilkan keunikan produk Anda lewat tulisan dan buatlah bercerita.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun