Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Menjawab Kampanye Hitam atas Jokowi

31 Mei 2014   08:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:54 294 8


Gerah sekali perpolitikan terkini di negeri ini. Sikut-sikutan seakan menjadi lazim dalam hidup bermasyarakat. Demi kekuasaan, rela mengorbankan waktu dan pikiran. Bahkan uang digunakan demi mewujudkan impian menjadi Presiden RI.

Twitter, Facebook, Instagram, Path sampai YouTube tidak pernah seramai ini dalam dunia demokrasi di Indonesia. Perbandingan penggunaan aplikasi jejaring sosial untuk berkampanye (positif maupun negatif) sangat jauh sekali dibanding Pemilu Presiden 2009. Maklum, karena saat itu Facebook masih minim fitur dan Twitter 'baru' berusia 3 tahun dan belum begitu populer di Indonesia. Sedangkan aplikasi lainnya juga belum dimanfaatkan secara maksimal.

Aplikasi jejaring sosial menjadi penting untuk berkampanye merekrut suara sebanyak-banyaknya dan menjadi ajang unjuk kekuatan. Siapa paling sosial, dialah pemenangnya. Siapa memiliki jaring paling lebar, dialah yang berhasil meraup massa.

Dan, akhir-akhir ini aplikasi jejaring sosial dijadikan sebuah media informal untuk menjatuhkan lawan politik (baca: capres-cawapres). Menurut pengamatan saya selaku masyarakat awam yang melihat kondisi adu kekuatan 2 pasang capres-cawapres, ada 1 kubu yang selalu diserang kampanye negatif (hitam). Yakni kubu Jokowi-JK. Setidaknya saya menghabiskan rata-rata 2-3 jam per hari untuk melihat kondisi kampanye kedua pasang calon di jejaring sosial. Tentunya, saya melihat ini tidak adil. Karena menyudutkan seseorang dengan kampanye negatif sangat tidak demokratis.

Ini mengingatkan saya kepada periode di mana SBY, Megawati dan Gus Dur diserang metode kampanye seperti ini di periode Pemilu Presiden yang berbeda sejak reformasi 1998. Permasalahan agama istri dari SBY, agama Boediono, wacana anti-Presiden perempuan, Gus Dur dekat dengan Amerika Serikat dan banyak lagi. Sekarang Jokowi dihantam segala macam kampanye hitam, dan yang terakhir adalah munculnya surat yang entah dari mana datangnya menyebut Jokowi meminta penangguhan proses pemanggilannya ke Kejaksaan Agung. Keterlaluan. Karena ini sudah mengarah ke tindakan kriminal yang lebih nyata.

Sekarang, saya ingin sedikit memberikan jawaban yang tersistematis mengenai berbagai macam pertanyaan yang menyudutkan Jokowi-JK sebagai capres dan cawapres. Saya tidak memilih capres-cawapres rival mereka karena mereka tidak terlalu 'diserang' di jejaring sosial. Yang sampai sekarang saya tidak tahu, kenapa mereka ini tidak terlalu diserang kampanye hitam di jejaring sosial.

Berikut beberapa pertanyaan dan pernyataan yang sering saya lihat di jejaring sosial dan saya mencoba menjawabnya dari informasi yang saya rangkum dari berbagai sumber yang terpercaya serta pemikiran saya sebagai masyarakat awam:

Pertanyaan/Pernyataan (P): Kenapa waktu 2009 lalu, masyarakat/PDI-P tidak mengungkit kejahatan HAM seperti yang dituduhkan kepada Prabowo saat ini?

Jawaban (J): Masyarakat tidak terlalu mempersoalkannya karena pada waktu itu Prabowo menjadi cawapres. Akan berbeda ketika konteksnya bila Prabowo dicalonkan sebagai presiden, maka ia akan menjadi pengambil keputusan/kebijakan eksekutif tertinggi, Panglima Tertinggi TNI dan pemimpin bangsa dan negara. Itu sebabnya, hal ini kembali menjadi penting, karena saat ini Prabowo mencalonkan diri sebagai presiden.

(P): Kenapa Jokowi berkhianat dan berbohong kepada warga DKI Jakarta?

(J): Berkhianat bila ia pergi menjadi Gubernur California. Tapi ini tidak, ia masih di Indonesia dan mencalonkan diri sebagai presiden RI. Bila terpilih, tentunya dia yang akan memimpin rapat koordinasi Kepala Daerah. Meminta pertanggungjawaban dari seluruh Gubernur, termasuk gubernur DKI Jakarta. Lagipula, siapa yang tidak menginginkan kenaikan karir. Tidak usah munafik, anda, saya, bila saya analogikan seperti ini: bahwa anda atau saya bekerja sebagai karyawan yang berprestasi kemudian ditawarkan promosi untuk posisi sebagai Manager di perusahaan (apakah itu ditempatkan di pusat atau di cabang, apakah itu lintas divisi), pasti anda akan menerimanya bila anda merasa mampu dan atasan anda merasa anda memiliki kapabilitas untuk itu. Dan itu adalah peningkatan karir bagi anda, investasi bagi perusahaan. Tanggung jawab tentunya lebih besar dan tentunya tidak ada sesuatu yang dilanggar, karena masih dalam satu bendera. Kecuali anda pindah ke perusahaan lain padahal anda terikat kontrak yang mengatakan bahwa anda akan kena penalti bila pindah atau keluar dari perusahaan sebelum berakhir kontraknya. Apalagi bila peningkatan karir ini didukung oleh masyarakat dan demi kemajuan bangsa. Alangkah lebih baiknya bila kita berkaca dan menempatkan diri sebagai orang tersebut sebelum menghakiminya. Justru, saya malah curiga, bahwa yang mengatakan bahwa Jokowi berkhianat adalah orang-orang yang takut bila Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta.

(P): Jokowi pernah mengamini kebijakan mobil murah yang justru memacetkan Jakarta. Kenapa ini bisa terjadi?

(J): Kebijakan tersebut merupakan keputusan pemerintah pusat, bukan provinsi.

(P): Dulu pakai mobil Esemka, sekarang lupa. Pencitraan?

(J): Baca di sini

(P): Jokowi pasti terlibat dalam kasus bus karatan.

(J): Jaksa Agung sudah membuat pernyataan bahwa Jokowi tidak terlibat.

(P): Jakarta masih macet, banjir dan lainnya. Mana prestasinya?

(J): Ini beberapa prestasinya yang berhasil saya rangkum:

1. Birokrasi protokoler diganti jadi blusukan (inspeksi lapangan untuk melihat langsung kondisi riil)

2. Membuka Balai Kota untuk warga DKI Jakarta dan berinteraksi langsung tanpa pengawalan super

3. Berani mereformasi birokrasi di DKI Jakarta yang terkenal sulit dan memakan waktu dan biaya yang banyak

4. Mereformasi Satpol PP dan cara kerjanya

5. Digitalisasi layanan Pemprov DKI Jakarta

6. Pemberlakuan KJS dan KJP

7. Peremajaan bis-bis, dari Kopaja sampai TransJakarta

8. Berani mencopot Kepala Sekolah yang tidak bekerja dengan baik

9. Lelang jabatan, biar yang mau dan berkompeten bersaing secara jujur

10. Relokasi pedagang dan penduduk bantaran tanpa konflik

11. Transparansi anggaran lewat website

12. Revitalisasi taman, danau, rusun, kampung deret dan fasilitas publik (terminal, pasar tradisional, bus wisata Jakarta)

13. Memulai kembali pembangunan monorel MRT (yang sebelumnya tiang-tiangnya sudah digunakan untuk iklan)

14. Berhasil menggalang para pengusaha untuk turut berpartisipasi membangun dan memperindah Jakarta

Untuk masalah macet, ini tentu saja belum efektifnya penggunaan moda transportasi massal. Selain proyek MRT yang masih berlangsung, penerapan ERP yang belum jadi, pembatasan BBM bersubsidi yang setengah hati, serta penggunaan angkutan umum yang belum efektif karena memang belum maksimal pelayanan yang diberikan. Namun, saya pribadi sudah cukup merasakan bagaimana enaknya naik busway, metromini, kopaja, bus patas dan mikrolet. Tergantung kemauan saja dan menekan rasa gengsi. Untuk banjir, ini sudah dapat dilihat dengan menurun drastisnya titik banjir di Jakarta dibanding tahun 2007-2012.

(P): Jokowi itu capres boneka dan antek asing.

(J): Selama Jokowi di pemerintahan (Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta), tidak ada satu pun kebijakan yang diambilnya menguntungkan partai yang mengusungnya, karena dia memang bukan bagian struktural partai. Dan ini menyebabkan proses kebijakan yang diambilnya bukan merupakan perpanjangan tangan partai. Justru dia sanggup bersinergi dengan Ahok, wakilnya di DKI Jakarta, yang notabene adalah kader Gerindra dan salah satu putera bangsa yang cerdas dan tegas. Antek asing? Kenapa antek asing? Apakah bila kita membuka diri dengan dunia internasional disebut antek asing? Apakah bila saya ketua RT, kemudian berkunjung ke rumah warga saya yang berkewarganegaraan Malaysia lalu saya disebut antek asing? Yang saya bingung, kenapa orang yang jelas-jelas tinggal di negara lain bertahun-tahun saat negara sedang kacau-balau tidak disebut sebagai antek asing? Malah seakan menjadi orang paling nasionalis di negeri ini?

(P): Jokowi bukan orang Islam, tidak bisa shalat, menulis Alhamdulillah saja salah.

(J): Isu SARA sudah jadi isu kuno. Jangan bahas ini. Isu ini hanya dilahirkan oleh orang-orang yang tidak hafal dan tidak paham Pancasila atau lupa dengan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) atau Kewiraan. Waktu yang akan membuktikan soal ini.

(P): Di video YouTube, JK saja mengatakan bahwa Jokowi tidak pantas jadi presiden.

(J): Coba tonton lagi video tersebut. Dengarkan baik-baik omongan JK. "Iya, kalau dia sukses ya silahkan." JK bukan orang baru dalam perpolitikan negeri ini. Ia sadar bahwa saat ini Jokowi telah berhasil memimpin Jakarta, setidaknya dalam waktu yang singkat. Maka dari itu sikap politiknya berubah. Pembuktian dan rekam jejak Jokowi dalam satu setengah tahun ini sudah cukup nyata bagi seorang JK untuk mengubah pendiriannya. Bukankah itu hebat? Bahwa Jokowi berhasil membuktikan keberhasilannya kepada politisi senior seperti JK untuk menjadi wakilnya nanti.

(P): Jokowi ndeso dan tidak pantas secara fisik jadi presiden.

(J): Ini sebuah pernyataan yang seharusnya dipakai saat memilih bintang iklan untuk produk susu peningkat massa otot atau saat mencari aktor protagonis untuk film aksi atau sinetron.

(P): Jokowi itu petugas partai. Tidak amanah.

(J): Memangnya ada presiden yang dipilih tanpa dukungan partai? Bahwa Jokowi wajib menjunjung ideologi partai pengusungnya, yang mana ideologi itu adalah Pancasila, dasar negara kita, itu benar. Tapi bila ada asumsi bahwa Jokowi akan mengistimewakan partainya bila terpilih, itu tidak bisa. Karena ada lembaga legislatif yang mengawasi eksekutif. Dan PDI-P di Pemilu legislatif hanya meraih 18.95% yang masih jauh dari kursi mayoritas di DPR.

(P): Media tidak adil. Selalu mengangkat isu HAM, lumpur dan korupsi.

(J): Media bukan tidak adil. Tapi media melihat bahwa hal-hal tersebut memang menjadi isu sentral saat ini yang berkembang di masyarakat, karena rekam jejak dan sejarah memang belum diselesaikan dengan baik. Dan tidak sedikit juga media yang melakukan pemberitaan tidak berimbang dan menyerang kredibilitas Jokowi. Apabila kemudian ada pertanyaan kenapa hal tersebut diungkit lagi, saya rasa sebagai pengagum Soekarno, anda atau kita tidak akan lupa dengan moto beliau, yakni Jas Merah: jangan sekali-kali melupakan sejarah.

(P): Jokowi tidak jago bahasa Inggris.

(J): Di banyak negara maju di Eropa, justru banyak pemimpinnya lebih memilih menggunakan bahasa negara mereka, demi mengajak pemimpin negara lain belajar lebih banyak tentang negara sahabatnya. Konteks bahasa Inggris sebagai bahasa internasional memang benar, tapi ini bukan sesuatu yang tidak bisa dipelajari. Dan yang menjadi catatan, Jokowi sudah berkali-kali melakukan studi ke luar negeri seperti ke Tiongkok dan Rusia. Jadi kalau ada anggapan bahwa kurang bisa berbahasa Inggris berarti orang tersebut tidak go international, ini adalah sebuah anggapan yang salah.

(P): Jokowi dibiayai cukong dan Amerika Serikat.

(J): Dengan era transparansi yang terjadi saat ini, pemerintah, KPU dan Bawaslu tentunya lebih cerdas dan memiliki akses terhadap data semacam ini serta lebih awas dalam mengawasi aliran dana yang masuk untuk biaya kampanye. Termasuk capres-cawapres rival dari Jokowi-JK.

Jadi, saya rasa kampanye negatif atau kampanye hitam sudah tidak diperlukan lagi saat ini. Sudah saatnya kita, masyarakat, diberikan penjelasan mengenai visi-misi capres dan cawapres yang bersaing, mengingat banyaknya visi-misi dan program kerja tersebut (puluhan halaman). Ketimbang sibuk mencari isu negatif baru, saling sikut dan menjatuhkan. Ibarat sepakbola, bermainlah dengan cantik dan sportif. Kalah atau menang itu urusan belakang. Bukan yang penting menang dengan menghalalkan segala cara.

Baca di sini visi-misi Jokowi dan JK: http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf

Baca di sini untuk visi-misi Prabowo dan Hatta Rajasa: http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_prabowo-Hatta.pdf

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun