Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen | Para Tamu Rumah Kami

12 Januari 2023   18:14 Diperbarui: 1 Februari 2023   22:55 419 6

Awalnya, cukup masuk akal alasan Mama ketika menyuruhku mematikan semua lampu di teras rumah. Lampu jalan yang berada tepat di depan rumah  komplek kami sudah cukup memberi penerangan, kata Mama.

Saat Mama mulai menambah perintah untuk mematikan seluruh lampu dalam rumah besar kami supaya hemat listrik, aku juga masih bisa mengerti. Kami mulai berat membayar listrik karena tidak ada pemasukan.

Lalu saat listrik akhirnya diputus PLN hingga rumah kami gelap gulita, itu pun masih wajar meski berat kuterima. Namun, mulai sulit untukku, ketika Mama mulai bicara dengan tamu kegelapan.

--

Keuangan sudah kritis. Perlahan isi rumah kami jual bertahap. Mama menyuruhku jual ke tetangga atau siapa saja yang mau. Awalnya lemari, kemudian sofa, meja, dan perabot-perabot yang bernilai jual tinggi. Merambah ke ranjang, kasur, dan peralatan dapur. Aku juga menjual boneka atau mainanku yang menggunung di kamar. Dua tahun saja isi rumah mampu membantu keuangan kami. Selanjutnya kosong.

Rumah besar dan bertingkat kami pun akhirnya kosong. Seperti hatiku. Kosong bertingkat-tingkat. Kosong ditinggal Papa yang pergi; kosong ditinggal jiwa Mama yang pergi, ke dunia gelap; kosong dari pendidikan yang telah kutinggalkan; dan kosong dari keuangan.

Agar tak kosong sekali ini hati, aku masuk ke dunia maya. Melalui handphoneku. Nonton video, bermain game, chatan dengan teman medsos, membaca online, atau menulis khayalan

--

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun