Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Makna Upacara Reba Masyarakat Ngada: Narasi-Narasi Kemanusiaan*

25 Februari 2014   04:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:30 1986 0

Reba adalah fenomen keagamaan dan merupakan sebuah ritus agama asli yang  dirayakan setiap tahun oleh suku Ngadha. Ritus keagamaan ini  yang ditayangkan selama beberapa hari  berturut-turut  sangat diwarnai dengan  doa dan  kurban, sebuah upacara yang begitu kaya baik dari segi isi maupun dari segi  bentuk-bentuk simbolnya, sungguh-sungguh  menoreh religiositas orang Ngadha. Reba merupakan perayaan terbesar baik dalam makna maupun dalam penampilan lahiriahnya.Dalam perayaan Reba ini kita dapat menemukan secara kasat mata  rancangbangun religiositas orang Ngadha, rancangbangun relasi manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya. Simbol utama dari ritus Reba ini adalah “Uwi/Ubi” yang diyakini sebagai roti kehidupan manusia pada masa “in Illo temporenya “orang Ngadha(Domi Waso 2010:181) Ubi yang dipanggil namanya dan dipuji-puji pada perayaan Reba merupakan personifikasi seorang tokoh mitologis perempuan, seorang utusan Tuhan bagi manusia dan secara khusus lagi pribadi yang mati karena mengurbankan hidupnya agar sesamanya dapat hidup sejahtera. Penempatan perayaan Reba yang terbentang dari Akhir Desember sampai pada akhir Februari dan pada musim hujan mau  menyatakan bahwa perayaan Reba ini bermakna sebagai syukur atas penyelenggaraan “Dewa zeta Nitu zale” pada tahun silam dan mohon pendampingannya pada tahun yang akan datang. Reba merupakan perayaan keluarga karena dirayakan oleh seluruh keluarga, sebuah perayaan yang memiliki dampak systemik yang luas karena apa yang dirayakan pada saat Reba memang mempengaruhi pesta adat lainnya. Reba sebagai ritus keagamaan orang Ngadha, baik dari segi mitologinya maupun dari tahap-tahap pelaksanaannya selalu berbicara mengenai kehidupan secara menyeluruh tidak hanya mengenai segi tertentu saja.(Jawa Maku 2000:1). Reba secara tekstual memiliki paling kurang lima arti: Kaju Reba, adat reba, larangan seperti “reba bheto” atau larangan memotong bambu, sikap tidak konsisten, dan situasi sulit dilematis yang tidak diduga-duga.(Paul Arndt 1961:454).Reba yang menjadi tema kita adalah  arti kedua  yaitu “adat atau buku gua Reba”.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun