“Eyang bisma, semakin hari kondisi kita semakin terdesak. Dan hari ini prabu salya baru saja meninggal di tangan yudhistira. Apakah eyang rela melihat kehancuran hastinapura yang sudah di depan mata ini?”
Sejenak menarik nafas, bisma tau persis maksud kedatangan duryudana
“Tentu kalian masih ingat, bahwa peperangan ini terjadi akibat dari ulah kalian sendiri. Bagaimana permainan dadu yang telah kalian atur yang berujung pada pembuangan pandawa selama 13 taun. Setelah mereka selesai dalam proses pembuangan dan meminta hak mereka kembali, kalian justru mengkhianti janji yang telah disepakati. Belum lagi ditambah perilaku adikmu, dursasana, yang melecehkan kehormatan drupadi di depan umum. Terimalah kehancuran ini sebagai balasan dari apa yang telah kalian lakukan”
“Tapi eyang, saat ini kondisinya sedang genting. Sebagai salah satu pendiri hastinapura, eyang semestinya mengedepankan nasib negara ini. Saat ini, kita butuh orang yang mampu memporakporandakan mereka, bukan butuh nasehat”
Sekali lagi bisma menarik napas dalam2, sejenak terlihat berpikir. Kemudian berkata kepada duryudana,
“Besok serahkan pimpinan pasukan kepadaku”
Keesokan harinya, sebelum peperangan dimulai, Bima dikejutkan oleh informasi siapa yang memimpin pasukan di kubu kurawa hari itu. Kemunculan bisma membangkitkan gairah pasukan kurawa yang semakin hari semakin kehilangan semangat karena satu-persatu pemimpinnya berguguran, hal itu membuat kubu pandawa terdesak karena munculnya bisma yang kesaktiannya setara dengan dewa. Melihat pasukan pandawa yang mulai terdesak, Arjuna turun tangan dan berhadapan langsung dengan bisma
“Maafkan aku eyang, sesungguhnya aku tidak ingin melawan dan berkhianat terhadap eyang. Rasa hormatku terlalu tinggi kepada eyang. Tapi saat ini kondisi memaksaku untuk melawan eyang. Aku harus mempertahankan kehormatan negaraku
“Cucuku arjuna, Jangan pernah merasa telah mengkhianatiku. kau adalah salah satu dan akan selalu menjadi cucu terbaikku. Mari kita bertarung dengan sekuat tenaga untuk kehormatan Negara kita”
Terjadilah pertarungan sengit antara dua petarung handal itu, panah dengan kesakitan beragam saling mereka keluarkan. Tetap saja, arjuna yang terkenal sebagai salah satu petarung terbaik tidak bisa mengalahkan bisma. Karena kemampuan bisma setara dengan dewa, tubuhnya kebal terhadap senjata apapun.
Malam harinya, kubu pandawa berdiskusi dan sepakat untuk berkunjung ke kemah bisma, ke kemah musuhnya. Untuk menyampaikan suatu hal
“Selamat malam eyang bisma, maafkan kedatangan kami kemari mengganggu eyang, sapa yudhistira”
“Oh tidak cucuku, silahkan masuk. Ada apa gerangan kalian kesini?”
Sambil menahan sedih, yudhistira berkata, “Maafkan kami eyang, sungguh, tidak ada niat sedikitpun untuk melawan eyang. Tapi kami tau bahwa kami harus melakukan itu.
Selagi eyang masih memimpin peperangan kami yakin tidak ada satupun yang bisa mengalahkan eyang, bahkan dewa sekalipun. Tolong beri kami petunjuk”
“Besok suruh srikandi melawanku”
Para pandawa terkejut dengan ucapan bisma, Srikandi?? Bagaimana mungkin seorang ‘bocah’ yang baru saja mencicipi dunia peperangan disuruh melawan seorang bisma. Tapi keheranan itu tidak mereka tanyakan kepada bisma. Mereka cuma bisa berlalu menyimpan dalam-dalam keheranan itu sambil menunggu apa yang terjadi
Pagi harinya, arjuna memimpin pasukan dari kubu pandawa dan bisma memimpin pasukan kurawa. Dan hari itu srikandi muncul di belakang arjuna. Disiapkan khusus untuk melawan bisma
Akhirnya berhadapan lah bisma dengan srikandi, bisma sadar, hari itu ajalnya akan segera tiba
“Eyang, ijinkanlah saya melawan eyang”, ucap srikandi
“Silakan anak muda”, balas bisma
Srikandi melepaskan anak panahnya ke arah bisma. Dan keajaiban itu terjadi, bisma yang selama ini kebal terhadap senjata apapun tertembus tubuhnya oleh panah srikandi. Tapi tubuh bisma masih terlalu kuat untuk tidak jatuh. Srikandi melanjutkan tembakan panahnya ke tubuh bisma. Satu persatu panah menancap ke tubuh bisma. Dan akhirnya tubuh sang kakek itu jatuh karena kehilangan banyak darah akibat terlalu banyak panah yang menancap di tubuhnya
Peperangan sejenak dihentikan untuk menghormati leluhur kerjaan hastinapura tersebut, lokasi peperangan kemudian digeser karena sang dewabharata belum meninggal dan menginginkan tubuhnya tetap tertancap di tanah. Hanya bisma sendirilah yang bisa menghendaki kapan jiwanya lepas dari raganya. Dia masih ingin melihat akhir dari peperangan tersebut
“Aku terlahir sebagai seorang kesatria, dan aku ingin meninggal pula sebagai kesatria di medan perang”
Demikian akhir dari bisma, sang dewabharata yang selalu memegang teguh sumpahnya dan setia membela negaranya