Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Pengusaha Millenial Menjawab Tudingan 'Malas' Generasi Tua

7 September 2019   16:35 Diperbarui: 7 September 2019   16:47 319 0
Indonesia tidak kekurangan anak-anak muda hebat. Mereka menyematkan diri dengan beragam profesi dan tidak jarang harus menempuh jalan penuh resiko: dikritik hingga dibungkam secara halus. Namun semua itu ditempuh untuk mencapai kejayaan yang besar kepada bangsa dan kemuliaan Tuhan. Jika menengok perkembangan dewasa ini, banyak orang memilih untuk merintis usaha baru atau membangun start up di berbagai bidang. Kuncinya adalah melek kemajuan teknologi digital. Semua orang terhubung secara global.

Namun, orang sering luput bahwa teknologi hanyalah sebuah saluran atau alat. Bagaimanapun juga, orang-orang harus terus mengasah kemampuannya. Tanpa brainware yang mapan, teknologi akan menjadi perusak atau menghilang dengan sendirinya.

Saya berkesempatan bertemu seorang pengusaha jasa pelaksana konstruksi bernama Arkadius Manurung. Di usia saat ini 25 tahun, Arkadius menceritakan sisi hidupnya sebagai anak muda millenial yang jarang dipahami para generasi tua.

Arkadius saat ini menjabat sebagai Direktur CV Fortunam Meam yang baru berdiri beberapa bulan lalu. Perusahaan tersebut bergerak di sektor jasa pelaksana konstruksi di Kota Medan, padahal dia adalah orang berpendidikan ilmu komputer. Namun, dari sinilah, dia mengatakan, dunia tidak pernah berkompromi kepada para penunggu, apalagi memperdulikan latar pendidikan seseorang.

"Orang meragukan usia muda saya untuk memimpin. Ya, mereka benar, namun saya juga punya pendapat. Saya harus katakan, ketika merintis CV Fortunam Meam, saya membangunnya dengan cita-cita besar dan semangat, bukan keragu-raguan," kata Arkadius di sela-sela kunjungannya ke Jakarta, Jumat (6/9/2019).

Ia mengaku bangga terlahir sebagai generasi millenial, generasi yang berpikiran terbuka dan siap menerima segala kritikan. CV Fortunam Meam berfokus pada jasa pelaksana konstruksi saluran air, pelabuhan, DAM, jalan raya, rel, dan landasan pacu bandara. Perusahaan yang beralamat di Medan, Sumatera Utara ini menerima sertifikat LPJK pada Agustus 2019 lalu.

Perusahaannya masih terbilang baru, pujian dan kritik mengalir ketika CV Fortunam Meam berdiri. "Ada yang mengapresiasi, tapi memang lebih banyak yang mengkritik, hahaha," katanya.

"Orang harus bersikap biasa saja ketika dikritik karena di sana ada kepedulian dan pelajaran. Saya baru mendirikan usaha, dan ternyata ada orang yang peduli dengan usaha saya."

"Artinya apa? Mereka mengingatkan saya ada celah atau kesalahan, saya harus menghindarinya agar tidak celaka dan mempelajarinya. Poin baiknya (ketika dikritik), ya, saya seperti sedang mengikuti kuliah manajemen dan teknik sipil," ucapnya.

Arkadius menempuh pendidikan SMA di Seminari Menengah, Pematang Siantar, Sumatera Utara, sekolah yang dipersiapkan untuk calon imam Katolik. Di sana, dia dan siswa SMA lainnya tinggal dalam sebuah asrama dengan kedisiplinan tinggi.

Arkadius saat itu juga menjadi bagian dari klub sepak bola sekolahnya dengan berposisi sebagai gelandang sayap karena kelincahan dan kecepatannya berlari.

Di usianya saat itu, Arkadius boleh dikatakan telah menjadi lelaki sempurna, menempuh pendidikan di sekolah beken dan menjadi pemain sepakbola. Ia mengatakan, jika pengalaman hidup adalah sesuatu yang istimewa maka orang harus mensyukurinya. Namun, orang tidak boleh terus mengingat masa lalu.

"Saya orang yang berkarya, mengandalkan bakat saja ternyata tidak cukup. Menjadi pemain sepak bola adalah cita-cita, tapi Indonesia lebih butuh orang-orang berkarya," katanya.

Pembicaraan beralih kembali membahas generasi millenial. Menurutnya, sebenarnya tidak ada perbedaan karakter antara generasi muda dan tua, terutama dalam berpikir kritis. Toh, katanya, anak-anak muda seusianya malahan lebih vokal ketimbang generasi tua.

"Nah, kita juga harus adil, tidak semua anak millenial adalah orang malas, tidak produktif, dan sebagainya," ucap Arkadius seraya membandingkannya dengan perusahaannya saat ini.

Arkadius mengatakan, perlu kehati-hatian untuk mengukur karakter orang tersebut produktif atau tidak. Orang yang keranjingan bermain game, ternyata memanfaatkannya untuk menghasilkan pendapatan. Pola pikir semacam ini, katanya, agak kurang masuk akal bagi generasi tua sebelumnya.

"Orang lain mungkin mengira dia hanya bermain game terus, padahal pasar saat ini juga membutuhkan orang sepertinya," tambahnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun