Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa

Kecerdasan Linguistik

22 Juni 2021   11:13 Diperbarui: 25 Juni 2021   06:15 223 2
“Jangan mengeluh! Ubahlah tantangan jadi peluang!”

Begitu, ungkapan yang hampir kita semua pernah mendengarkannya.

Saya termasuk yang ingin sekali melakukan itu. Tapi, selalu tidak mudah. Tidak semudah mengucapkan atau menuliskannya.

Termasuk 12 jam terakhir ini (22/06). Saat alokasi waktu untuk pengunggahan nilai rapor semester genap berakhir pada pukul 23.59 kemarin, listrik pun mati akibat sambaran petir sewaktu hujan kemarin sore. Dua sisi keadaan yang saling berhadapan. Sungguh merupakan ritual akhir semesteran yang sensasional. Semacam sensasi deadline bagi para jurnalis. Atau, sebuah kejar tayang yang tertunda.

Sembari menanti lampu menyala kembali--dengan modal baterei hp yang masih di atas 50%--saya coba untuk menuliskan obrolan singkat dengan Pak Dani* kemarin tentang kecerdasan bahasa atau linguistic intelligence.

Adalah Howard Gardner dalam bukunya Frames of Mind yang pertama kali memperkenalkan Multiple Intelligences atau kecerdasan majemuk pada tahun 1983. Teori ini kini banyak dianut dan diterapkan dalam dunia pendidikan.

Kembali kepada obrolan dengan Pak Dani, pada 10 Januari 2020 lalu, saat Covid-19 mulai menjalar ke berbagai penjuru dunia, di laman Facebook Diplomatische Akademie Wien atau Akademi Diplomatik Wina terpasang sebuah video yang di dalamnya ada tulisan Covido ergo Zoom. Sebuah plesetan dari kata-kata masyhur Descartes Cogito ergo sum (Aku berpikir maka aku ada) menjadi ‘karena Covid maka Zoom pun ada’.

Sekian waktu setelah itu, beberapa bulan lalu, di laman mahakam.co diturunkan sebuah tulisan kecil dengan judulnya yang parodikal: “Ing Kuota Mangun Karso, Tut Wifi Handayani”. Tentu kita semua sudah akrab dengan redaksi yang asilnya dari Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara.

Kedua plesetan di atas lahir dari kecerdasan bahasa yang dimiliki para pembuatnya. Terlepas dari reaksi apa yang akan keduanya terima. Tentu saja akan jauh lebih baik bila kita bijak dalam berbahasa.

Uniknya dalam sejarah Islam ada sejumput kisah yang menunjukkan kecerdasan berbahasa Nabi Muhammad saw dalam kemasan canda. Konon suatu ketika seorang sahabat  meminta tunggangan kepada beliau saw. (Nampaknya sahabat ini dari kalangan Arab pedalaman yang biasa disebut Arab Badewi)

Nabi berkata, "Aku akan berikan kepadamu anak unta."

Orang itu heran, "Rasulullah, untuk apa anak unta?" tanyanya.

"Lho, bukankah unta hanya melahirkan unta?" jawab beliau.

Kisah ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi. Kecerdasan bahasa tercermin dengan begitu elegan dalam candaan Sang Nabi di atas. Tanpa ada unsur dusta atau merendahkan. Ya, seekor unta terlahir dari induk unta, dan unta dewasa pasti dulunya hanyalah seekor anak unta.

Para alim dan faqih dalam dunia Islam sangat memperhatikan kecerdasan bahasa ini. An-Naisaburi misalnya memberi judul kitab tafsir beliau dengan Ghara'ibul Qur'an wa Ragha'ibul Furqan. Betapa indah irama dan simetri kata-katanya atau murwakanti kalau istilah bahasa Sunda.

Terlalu banyak contoh dan ragam kecerdasan bahasa yang bisa kita temukan. Termasuk puisi Tapi-nya Sutardji Calzoum Bachri yang uniknya senafas dengan ide utama dari lagu How Blue Can You Get yang dipopulerkan oleh BB King pada tahun 1964.

Jarum jam menunjukkan pukul 6 pagi. 12 jam tanpa listrik. Deadline unggahan nilai ke aplikasi e-report diperpanjang. Tapi  tulisan ini telah tiba di ujungnya.  

Selamat hari Selasa!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun