Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Teruntuk Salah Satu Kader Intelektual PAN yang Menjadi Tim Sukses Salah Satu Caketum (Bagian 1)

27 Januari 2020   09:30 Diperbarui: 27 Januari 2020   09:41 275 0
PAN merupakan partai yang memiliki tradisi intelektual sejak berdirinya di era reformasi 1998. Sampai sekarang PAN bangak memiliki kader intelektual yang cedas dan kritis.

Munir adalah salah satu kader intelektual PAN. Tulisannya enak dibaca. Pikirannya luas. Tapi karena telah menjadi tim sukses, mendukung salah satu calon, MH, maka pikiran Munir sudah tidak bebas nilai lagi. Full interest.

Kepentingan Munir untuk memenangkan orang yang didukung. Caranya dengan menebar pikirannya dalam bentuk tulisan. Dengan segala bahasa dan literatur yang telah ia baca. Munir lalu menegasi, menafikkan, mendelegitimasi figur Zulkifli Hasan sebagai ketua umum PAN yang didukung 28 DPW untuk mencalonkan kembali di Kongres PAN 2020.

Sikap Munir itu wajar. Secara moral tidak salah. Secara etis tidak ada yang dilanggar. Ia sedang berusaha agar tulisannya dibaca orang, kemudian dapat mempengaruhi opini publik. Sehingga diharapkan dapat mempengaruhi pemilik suara kongres. Untuk memilih calon yang didukung Munir, yaitu Mulfachri Harahap.

Orang seperti Munir itu banyak. Baik itu di partai politik, pemerintahan, Ormas, atau organisasi sosial lain.

Bahkan secara resmi ada yang diangkat menjadi ghost writer, penulis hantu. Mereka punyai ide, gagasan untuk ditulis (dalam bentuk buku) atas nama orang lain (karena orang itu tidak punya waktu/ tidak bisa menulis). Tapi nama penulis hantu itu tidak dimunculkan.

Atau bisa juga sebagai speech writer, penulis pidato. Para pimpinan sedang mendayu-dayu membaca isi pidato, tetapi berasal dari ide dan gagasan penulis pidato. Tapi nama penulis pidato itu tidak dimunculkan.

Munir bukan sejenis ghost writer atau speech writer. Ia munulis dengan namanya sendiri. Yang full interest. Tidak bebas nilai, sarat dengan kepentingan: memenangkan caketum yang didukungnya.

Apakah salah? Ya tidaklah. Biasa saja.

Munir juga tidak termasuk, yang oleh Julian Benda, dikelompokkan sebagai La trahison des Clers, Pengkhianatan Kaum Intelektual. Itu terlalu jauh, karena Pak Benda itu berbicara dalam konteks ideologi, state, society, dan political power.

Lalu bagaimana?

Munir hanya sedang bekerja untuk mendelegitimasi dan menegasi figur Zulkifli Hasan dengan tulisannya.

Biasanya, jika sudah full interest, tidak bebas nilai, nilai obyektivitas lalu hilang dan menjadi non faktor, non signifikan lagi. Ibaratnya, kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak.

Yang dijadikan kritik tulisan Munir adalah sisi lemah dari Zulkifli Hasan. Sekecil apapun, seperti kuman, pasti tampak dan jadi bahan tulisan, hihihi.

Hilangnya obyektivitas karena kepentingan akan memunculkan irasionalitas dan keberpihakan. Nilainya tidak netral lagi. Penuh ambisi kepentingan telah merasuki.

Lalu, apakah Munir akan mengkritisi, mendelegitimasi, menegasi Mulfachri Harahap?

Jika itu dilakukan Munir, maka Munir akan digolongkan sebagai tim sukses yang tidak memiliki integritas. Tidak loyal. Tidak jelas keberpihakannya.

Jika ada yang berharap bahwa suatu saat Munir akan mengkritik Mulfachri Harahap, maka saya katakan, "Harapan Saudaraku itu bagai pungguk merindukan bulan. Bagai menggapai halusinasi saja."

Jadi, posisi Munir sudah jelas : menjadi tim sukses dengan tugas memproduksi tulisan dengan mengeksploitasi kecerdasannya agar mempengaruhi publik untuk mendelegitimasi ZH dan berharap pemilih suara terpengaruh, untuk meningkatkan caketum yang didukungnya.

Apakah mungkin Munir mengkritik caketum yang didukungnya?

Ya enggak mungkinlah.
Sama saja itu Saudaraku menjadi manusia halusinasi.

Teruslah menulis ya Munir. Mengutip teori ilmiah, memakai bahasa langit. Karena itu adalah talenta saudaraku. Tidak ada yang salah dengan Munir.

Sekian dulu,
Ayo ngopi biar pikiran terang.

Saleum..
Sumber dari TUN AZHARI

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun