Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Economic War Rusia VS Amerika: Pelajaran Buat Indonesia

13 April 2014   12:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:44 1085 2
Perang ekonomi pun sedang hangat-hangatnya terjadi diantara Rusia VS Amerika mulai dari Maret 2014 kemarin dan semakin memanas hingga saat ini, kejadian tersebut dimulai dari tindakan saling melempar warning oleh kedua negara, yang saya jabarkan berikut ini :

1. Dimulai dari USA memberi sanksi ekonomi terhadap Rusia

' USA blacklists 20 Russian officials and businessmen, threatens to sanction economy ' (March 20, 2014 : O.News USA)

2. Dibalas Putin : 'Sanctions tit-for-tat: Moscow strikes back against USA officials' (March 21,2014 : Daily News)

3. Disusul dengan balasan  Parlemen Rusia yang memperkuat keputusan Putin : 'Russian lawmakers ask President Obama to impose sanctions on them all' (March 20,2014 : Daily News)

4. Ternyata Pengusaha Rusia sangatlah Nasionalis terhadap negaranya dengan melepas saham Facebook dan lainya dan menggantinya dengan saham Alibaba

'Usmanov, 60, a founder of Russia’s iron ore Metalloinvest holding company, has an estimated fortune of $18.6 billion as of March 2014 and is increasing his bet on China, while selling American assets. Chinese companies account for about 70 percent to 80 percent of the portfolio of our foreign internet investments,” Ivan Streshinskiy, head of Usmanov’s asset-management company USM Advisors LLC, told Bloomberg in an interview in Moscow. (MICEX Stock Exchange Russian)

5. Dan aksi dari The Fed USA menaikan suku bunganya, yg tentunya juga berimbas ke Indonesia (11 april 2014 : portal Forex Indonesia). Nah di poin 5 ini analisanya tentu saja ada benang merah dengan aksi dump-nya Rusia terhadap US Dollar.

6. Ancaman Putin :  Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan para pemimpin Eropa bahwa penundaan pembayaran gas oleh Ukraina kepada Rusia telah menciptakan "situasi kritis". (BBC Indonesia : 11 April 2014)
Ketegangan Rusia dan Amerika tersebut, sebenarnya berawal dari memanasnya gejolak politik di Ukraina yang selanjutnya diikuti bergabungnya Crimea manjadi bagian dari negara Rusia. Inilah yang menjadikan ketegangan antara Barat dan Timur tersebut memanas, yang merembet ke perang ekonomi dewasa ini.

Amerika beserta Uni Eropa berusaha mengintervensi Rusia dengan segala sanksi kebijakan ekonominya, lantas timbul pertanyaan, kira-kira apa mampu Rusia menghadapi guncangan ekonomi dalam negrinya menghadapi sanksi-sanksi tersebut ?

Menurut lembaga keuangan terpercaya 'Moddy' milik Amerika, yang biasa dipakai bahan pertimbangan oleh para investor, menyatakan bahwa berdasarkan rating kredit resiko Rusia untuk gagal bayar hutang lebih tinggi daripada Amerika menghadapi perselisihan dua negara tersebut. Tetapi menurut saya ada kejanggalan dalam data tersebut, bagaimana bisa Rusia mengalami gagal hutang, kalau hutangya hanya berkisar 12% dari GDP mereka sedangkan pertumbuhan ekonomi mereka di periode yang sama di angka 2,3%. Dan Amerika sendiri hutangnya sudah mencapai 110% dari jumlah GDP mereka, sedangkan pertumbuhan ekonomi di angka 2,3% juga (NDP).

Memang sih banyak pendekatan untuk menghitung rating tersebut, bukan hanya dengan pendekatan rasio hutang terhadap GDP dan angka pertumbuhan ekonomi, ada juga indikator lain yang harus dipakai untuk menghitung seperti rasio keuangan, Debt ratio, Prifitability ratio, inflasi, faktor non ekonomi dll. Tetapi dua indikator diawal tadi sebenarnya sudah bisa menjadi acuan dasar dari perhitungan tersebut, karena dengan melihat dua hal tersebut , sudah dapat dibaca arahnya akan kemana. Selain itu kita juga tidak boleh berpatok hanya menggunakan rating tersebut tetapi juga harus dibandingkan dengan keadaan rill-nya.

Logika sederhananya seperti ini, Rusia ini mempunyai Sumber Daya Alam yang besar seperti, Minyak , Gas dan Mineral. Mereka juga mempunyai kemandirian teknologi (militernya, otomotif,dll). Nah Rusia ini pasar konsumen yang besar juga mengingat mereka mempunyai jumlah penduduk yang besar, kurang lebih 143 juta jiwa. Nah jika kedepanya Rusia segera meningkatkan Industri mereka dan Ekspansi keluar itu akan membuat Rusia cepat berkembang mengingat mereka kaya akan SDA, Belum lagi faktor dari beberapa negara berkembang yang terus impor alat persenjataan dari Rusia seperti India dan Pakistan.

Sedangkan negara seperti Italia dan Perancis yang miskin SDA, dan ikut membela Amerika, mereka ini kan mengandalkan perdagangan teknologi dan fashion, yang selanjutnya tidak diperbolehkan berjualan di Rusia, berapa banyak kerugian yang akan mereka tanggung akan hal ini, coba bayangkan dimana Jerman akan berjualan Mercy-nya kalau di Rusia dilarang  ? di China ? udahlah china sudah overload terhadap barang  tersebut, jadi jelas ini akan berdampak pada Industri dalam negri negara Eropa sendiri. Beberapa waktu kemarin ketika Rusia menghentikan impor daging dari Polandia saja itu sudah membawa efek bagi ekonomi bagi Polandia sendiri. Hal ini mengingatkan terhadap kejadian tahun kemarin juga saat Iran tidak memperbolehkan Perancis berjualan di negaranya yang menyebabkan perancis merugi hingga jutaan US Dollar.

Sedangkan Amerika sendiri keadaanya masih belum begitu bangkit ekonominya, salah satu penyebabnya adalah pasar mereka Eropa juga belum pulih benar ekonominya. Andaikan Rusia mengajak BRICS (Brazil, Eropa,India,China dan Afrika Selatan) untuk mengurangi lagi porsi penggunaan US Dollar mereka dalam eksport/Impor, sudah tentu ini akan menjadi pukulan telak bagi Amerika. Secara mudah juga dapat dibaca dari agenda The FED terhadap suku bunga poin nomer 5 diatas, sebenarnya keadaan itu salah satu faktornya bisa saja merupakan hasil efek dari aksi Dump-nya Rusia terhadap Dollar Amerika, yang mulai membawa inflasi, belum lagi faktor Jepang yang mulai melepas T-Biil (surat hutang) Amerika secara perlahan.

Dengan ancaman Putin yang akan menghentikan pasokan gas ke Eropa. memang secara ekonomi Rusia akan merugi karena Eropa adalah pasar terbesarnya, tetapi Amerika dan Eropa lupa bahwa Rusia telah menjalin kerjasama perdagangan Gas dan Minyak dengan China dan menggunakan mata uang Yuan dan Rubel. Bukankah ini menjadi blunder bagi Amerika sendiri dan Uni Eropa kedepanya, apakah mereka tidak memikirkan bagaimana nasib Industri dalam negri mereka jika pasokan gas tersebut berhenti. Hal itu disikapi kanselir jerman Angela Markel dengan lebih teliti dan mulai ragu dengan keputusan Bos besar-nya  dengan mempertimbangkan untuk membantu Ukraina melunasi hutangnya kepada Rusia jika ingin pasokan gasnya terus dilakukan oleh Rusia. Dengan ini Rusia lah yang menjadi pemegang kendali memainkan peran-nya dalam memenuhi kebutuhan Gas Eropa yang sangat penting ini.

Sepertinya Amerika dan Uni Eropa harus membuka lagi lembaran lama sejarah, tiang-tiang penyangga ekonomi Amerika dan Uni Eropa banyak sekali yang sedang terkena virus mematikan di dalam sendi-sendi perekonomian. Sekaranglah saatnya Rusia memainkan kartu-kartu-nya, dan untuk kali ini sepertinya Rusia yang akan unggul dalam perang ekonomi tersebut, terlebih setelah china masuk dalam gerbong mereka juga. So sang beruang tidur sudah kembali terbangun dari tidur panjang-nya, yes this is Rosiiiy The White Bear.

Indonesia sendiri ? Sudah seharusnya Indonesia ini bangkit dari tidurnya juga dan belajar dari keadaan yang sudah terjadi, seperti halnya Rusia yang mendapat pelajaran berharga dari masalah Crimea tersebut. Kita tetap ada di era globalisasi, tetapi kita juga harus mengikuti alur dari globalisasi tersebut, dan tidak menjadi pengekor dalam globalisasi. Jangan sekali kali menggantungkan ekonomi, teknologi, dll, kepada negara lain. Kalau bisa kita curi ilmu teknologi mereka dan pasar mereka, seperti yang dilakukan oleh China dan Jepang.

Indonesia sudah terlalu lama membiarkan dirinya sendiri hidup tanpa kepastian, padahal teman-teman seukuran Indonesia (sama-sama ekonomi besar) sudah mulai berubah menjadi negara maju. Lihatlah BRICS mereka berubah secara cepat, secepatnya Indonesia harus bergabung dengan kelompok ini, disinilah prospek bagus kedepanya bagi Indonesia, karena di masa depan dapat diprediksi bahwa BRICS ini lah yang akan memecah peta kekuatan ekonomi dunia alias pemegang kendali.

Yups konflik dua poros kekuatan dunia ini sudah seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi Indonesia, setidak-tidaknya bisa dijadikan pelajaran Indonesia agar tidak mudah percaya dengan negara lain dan agar lebih menghargai apa yang dipunya sendiri di negara ini.

Dhita Arinanda PM



13 April 2014

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun