Mohon tunggu...
KOMENTAR
Roman

Dia dan Senyumannya Seindah Senja

3 Juni 2025   11:07 Diperbarui: 20 Juli 2025   18:23 130 1
Langit sore itu memerah, seolah mengisyaratkan kepergian yang tak bisa dihindari. Di tepi pantai yang sepi, aku duduk sendirian, menyaksikan ombak yang datang bergulung-gulung sebelum pecah di bibir pantai. Udara sore terasa hangat, dengan aroma asin laut yang khas, namun dalam kehangatan itu terselip rasa dingin yang tak tertahankan di hatiku. Senja memang selalu indah, tetapi keindahannya selalu membawa pesan tentang akhir.

Aku sedang tenggelam dalam lamunan ketika dia datang. Langkahnya ringan, hampir tak terdengar di atas pasir, seperti bayangan yang muncul tanpa peringatan. Wajahnya diterangi cahaya senja yang keemasan, dan senyumnya---oh, senyum itu---mampu menggetarkan hatiku seperti pertama kali aku melihatnya bertahun-tahun lalu. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini. Senyumnya tetap indah, tetapi di balik keindahan itu, aku bisa merasakan kesedihan yang tak terucapkan. Seolah-olah dia adalah sebuah lukisan yang memukau, namun waktu telah meninggalkan goresan luka yang halus di kanvasnya.

"Lihatlah," katanya lembut, sambil menunjuk ke langit yang mengubah warnanya menjadi jingga kemerahan. "Seperti lukisan, bukan?"

Aku mengangguk, tak mampu berkata-kata. Matanya berbinar, memantulkan warna senja yang hangat, tetapi ada bayangan di dalamnya, bayangan yang tak pernah kulihat sebelumnya. Aku mengenal mata itu---mata yang dulu penuh harapan dan kebahagiaan. Namun kini, mereka seperti menyimpan rahasia yang terlalu berat untuk diungkapkan.

Kami mulai berbicara, seperti biasa, tentang hal-hal kecil yang pernah kami impikan bersama. Tentang perjalanan yang tak pernah kami lakukan, tentang rumah kecil di tepi bukit yang pernah kami rencanakan untuk ditinggali. Dia berbicara dengan nada yang sama seperti dulu---tenang, penuh kasih, dan penuh mimpi. Namun, setiap kalimat yang keluar dari bibirnya terasa seperti pisau yang perlahan mengiris hatiku. Aku tahu, ini bukan percakapan biasa. Ini adalah perpisahan yang disembunyikan di balik topeng kenangan.

"Aku selalu suka senja," katanya sambil tersenyum, meskipun matanya terlihat berkabut. "Senja mengingatkanku bahwa segala sesuatu yang indah tidak pernah abadi, tetapi itu tidak membuatnya kurang berharga."

Aku menatapnya, mencoba mencari kata-kata untuk menahan kebisuan yang mulai menyelimuti kami. Namun, aku terlalu takut untuk bertanya, terlalu takut untuk mendengar jawaban yang sudah kutahu di dalam hati. Senja terus merangkak menuju malam, dan aku merasa waktu semakin sempit, seperti pasir yang jatuh di jam pasir yang hampir habis.

"Kau tahu," aku akhirnya berkata, suaraku serak karena menahan emosi, "senja selalu menjadi favoritku. Tapi aku benci bagaimana ia selalu berakhir terlalu cepat."

Dia menoleh, matanya bertemu dengan mataku. Dalam sekejap, aku melihat semua yang dia sembunyikan---rasa sakit, kenangan, dan cinta yang tidak pernah benar-benar pudar. Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya tersenyum kecil, senyum yang terasa seperti perpisahan yang tak terucapkan.

Waktu berjalan begitu cepat malam itu, dan sebelum aku menyadarinya, matahari telah tenggelam sepenuhnya. Sisa-sisa cahaya memudar di cakrawala, dan kegelapan mulai merayap masuk. Dia berdiri, menatapku untuk terakhir kalinya sebelum berbalik dan berjalan pergi. Aku ingin memanggilnya, ingin memintanya untuk tinggal, tetapi kata-kata itu terjebak di tenggorokanku.

lima tahun kami bersama, melewati setiap suka dan duka, saling menguatkan ketika dunia terasa terlalu berat. Kami pernah menjadi dua bintang yang bersinar di langit malam, tetapi kini, aku merasa seperti satu-satunya bintang yang tersisa, terjebak dalam kegelapan tanpa arah. Aku tahu takdir telah memisahkan kami, tetapi itu tidak membuat rasa sakitnya berkurang.

Saat dia akhirnya menghilang dari pandanganku, aku tetap berdiri di sana, menatap ke arah di mana dia terakhir kali kulihat. Angin malam mulai berhembus, membawa serta aroma laut dan kenangan yang tak terelakkan. Aku merasa kosong, seolah-olah bagian dari diriku telah pergi bersamanya. Namun, di tengah kehampaan itu, aku tahu satu hal pasti---aku tidak akan pernah melupakannya.

Dia adalah senja dalam hidupku, indah dan tak terlupakan, tetapi juga penuh dengan kesedihan yang tak terelakkan. Dia mengajarkanku bahwa kebahagiaan tidak selalu abadi, tetapi itu tidak membuatnya kurang berarti. Dan meskipun malam telah datang, aku tahu senja akan selalu kembali. Dengan setiap senja yang kulihat, aku akan selalu mengingatnya---senyumnya, matanya, dan semua kenangan yang kami bagi bersama.

Kini, aku hanya bisa berharap bahwa dia juga akan mengingatku, meskipun hanya seperti bayangan samar di antara warna-warna senja. Karena bagi aku, dia adalah senja yang takkan pernah benar-benar pergi---selalu ada di dalam hatiku, meskipun waktu terus berjalan, dan dunia terus berubah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun