Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Membiru

13 Juli 2023   13:40 Diperbarui: 13 Juli 2023   14:14 119 3

12:22 larut malam, huru-hara langit mengalihkan sistem tata pikir perempuan berkaos oblong navy & bercelana panjang hitam. Ribut mengenai atap rumah. Hujan deras berjatuhan ketika semua orang di rumah ini telah terlelap, kecuali satu. Perempuan yang sibuk mencari posisi nyaman untuk tubuhnya. Memeluk guling erat, kadang bangkit kembali membaca buku elektronik di gawainya. Kadang bangkit mengambil laptop tetapi tidak membukanya. Dia hanya memeluk laptop itu sambil lirih bergumam, "Aku rindu menulis". Dia merindukan sesuatu yang dia lakukan beberapa waktu. Terhitung sering. Namun mengapa dia tetap merindu untuk menulis? Adakah hal yang belum dia tuliskan? Apa yang memberangus benak perempuan yang tidak bisa memejamkan matanya itu?

Perempuan itu sudah membaca doa-doa sebelum tidur dan ibadah yang tak perlu dia sebutkan. Tetapi masih saja, kantuk belum menghampiri. Dia kembali bangkit terduduk di pinggir kasur yang beralaskan  seprai dominan hitam kotak-kotak bergaris putih. Dia mengelus tungkai bawahnya dengan lembut. Rupanya luka lebam itu masih ada hingga hari ini. Luka itu dia dapatkan dimomen jeda menulis beberapa pekan lalu. Kursi putar yang beralaskan baja ringan berbentuk pipih dia angkat menuju halaman belakang rumah. Namun sebelum tiba di tujuan, alas baja ringan itu mengenai tungkai bawah kaki kanannya di bagian fibula. Rasanya sakit, entah mengapa dia tak mampu merintih apalagi berteriak. Dia hanya melepaskan kursi putar itu, tak lagi mengangkatnya tapi mendorongnya perlahan ke tempat sedia kala karena terlalu berat.

Hari berganti, tentu saja. Kursi putar itu telah berkali-kali berpindah tempat dan digunakan penghuni lain selain perempuan itu. Dan tungkai bawah kaki kanannya semakin hari semakin membiru lebam. Namun kakinya masih lincah ke sana kemari bahkan berjalan ribuan langkah di area pegunungan. Dia masih bisa berlari meskipun tiap kali tungkai bawah itu tersentuh, sakitnya masih menggema. Dia masih menulis sambil sesekali mengusap tungkai bawah kaki kanannya sambil sesekali menebus rindunya di sela-sela kalimat yang dia rangkai dari waktu ke waktu. Entah telah memasuki hari keberapa sejak luka lebam itu mendiami tungkai bawah kaki kanannya. Akhir-akhir ini tubuhnya dipenuhi bekas luka. Tidak apa, barangkali itu pertanda jika tubuh perempuan itu tumbuh menguat dari hari ke hari yang dia pupuskan. Hari-hari menuju ketiadaan.

Perempuan itu tidak mengingat pukul berapa dia terlelap, yang terpenting subuh harus tepat waktu. Walau tubuh terhuyung-huyung menyambut subuh hari dan bertahan menuju pagi, dia mengerjap-ngerjap, menduga-menduga bagaimana reaksi Tuhan melihat tingkah laku hamba-Nya yang satu itu. Bertarung dengan diri, luka, kantuk, rindu dan ketidaktahuan pada takdir yang kian misterius dan ambigu. Ruang ini pasti sudah pengap menyaksikan tubuh ambruk dan kata-kata yang perempuan itu endapkan seperti debu-debu yang menempel erat di antara koper dan lemari atau seperti debu-debu yang menempel di baling-baling kipas angin lalu beterbangan setelah dinyalakan.

Sekarang 13:58 puncak siang waktu Indonesia tengah. Perempuan itu masih asyik menulis sambil mendengarkan playlist ONE OK ROCK di Spotify, bersisian dengan seorang kakak laki-laki yang menyantap makan siang sambil menyaksikan pertandingan sepak bola. Dimenit-menit tertentu, perempuan itu terperanjat oleh jeritan kakak laki-laki itu karena kegirangan atau karena sebal pada permainan yang tidak sesuai ekspektasinya. Hidup dan kejutan-kejutan yang membingungkan.

Didetik 52 lagu Neon dari ONE OK ROCK, tungkai bawah kaki kanan perempuan itu bergerak dari atas ke bawah mengikuti tempo lagu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun