Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Rekreasi ke Monas, Turun Tangga 15 Menit, Antre di Lift 3 Jam

21 Desember 2012   01:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:17 2175 3

Pengalaman yang saya ingin ceritakan kali ini, adalah kejadian di siang hari. Banyak pengalaman unik dari pengunjung yang ingin mencapai pelataran puncak Monas. Perlu perjuangan tersendiri, sehingga banyak kisah takterlupakan bagi yangmengalaminya. Salah satunya, Galih Abu Syauqi , warga Griya Parungpanjang, Kabupaten Bogor. Pada  liburan sekolah 2010 silam, ia bersama isteri dan anaknya berwisata ke Monas. Sudah beli tiket ke puncak ternyata antrenya mengular.

Ayah dua anak ini keluar antrean dan mendapat info dari beberapa pengantreterdepan, bahwamereka sudah 3 jam lebih di situ. Untuk menghilangkan kejenuhan, Galih membawa kedua anak balitanya keluar antrean dan membeli makanan dan mainan layangan kecil. Sementara isterinya tetap di tempat. Tak terasajam 18.00 baru dapat giliran ke puncak dengan naik lift yang berkapasitas maksimum 12 orang itu.

Kisah lain dialami ibu Sardiah dan ibu Siti Rabiah, keduanya guru PAUD/TK Islam Raihan di Bekasi Timur, Kota Bekasi. Pada tahun 2010, ia bersama 50-an siswanya berwisata ke Monas setelah latihan manasik haji di Masjid Istiqlal. Tiket sudah dibeli untuk naik puncak Monas.

Ternyata antrenya lama sekali sampai 3 jam lebih. Padahal carter busnyasudah hampir mencapai batas waktunya. Oleh guru-guru dan wali murid diputuskan pulang saja ke Bekasi dan batal naik ke puncak Monas. Apa yang terjadi? Ternyata banyak anak anak balita itu yang menangisbergulung-gulung di lantai pelataran Monas dan ngambek tak mau pulang. “Mau naik Monas,”rengek mereka. Tapi namanya guru, ya tak kurang akal membujuk anak didiknya.

Pengalaman lain, dialami seorang warga Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Namanya  Daeng Tika. Pada  21 April1995 silam, pria kelahiran Makassar ini berwisata ke Monas bersama anak dan isterinya yang sedang hamil tua. Sudah berlama-lama antre mau naik lift ke puncak Monas, tiba-tiba isterinya mengaduh perutnya mulas, kontraksi.

Tanpa pikir panjangdiurungkan niatnya dan buru- buru turun mencari taksi. Pasanganini langsung menuju Rumah Sakit Bersalin yangdekat rumahnya. Benar saja, ternyata telah pembukaan pertama. Esok harinya lahirlah anak Milarun yang kedua, perempuan.

Ini pengalaman unik yang lain. Suhargo warga Bendungan Hilir (Benhil), Jakarta Pusatyang kini tinggal di Depok, bersama saudara sepupunyaPrihardjo bersilaturahim ke tempat kerja temannya, Tobing di Monas. Pertengahan dekade 1970-an,Monas belum dibuka untuk umum.

Kesempatan ini digunakan mereka berdua menikmati segala fasilitas yang ada di Monas, termasuk naik lift ke pelataran puncak. Saat mau turun ternyata diumumkan ada tamu Negara yang datang dari India berkunjung ke monumen kebanggaan Indonesia itu.

“Kami dilarang turun dengan lift. Terpaksa lewat tangga spiral. Lebih seperempat jam sampai di bawah,” kata Suhargo. Prihardjo menambahkan, telapak tangan jadi hitamberpegangan reling tangga meluncur ke bawah.

Akibat frekuensi lift Monas naik- turun cukup tinggi, pernah terjadi macet di tengah tengah sehingga membuat panic pengunjung. Karena itu tiap Senin pekan terakhir,faslitas itu diservis dan Monas ditutup.

(Teks gambar: Suasana senja hari di Monas, difoto menggunakan handphone, foto2: koleksi NAH/Nur Terbit)

salam,

Nur Terbit

Nama lengkapnya: Nur Aliem Halvaima (NAH)

blog: www.aliemhalvaima.blogspot.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun