Dalam perjalanan waktu, ungkapan tersebut kemudian dipakai untuk menegaskan pentingnya tulisan. Daya tahan tulisan jauh lebih lama ketimbang kata-kata lisan. Yang diucapkan mudah dilupakan, sementara yang tertulis akan tinggal tetap.
Dalam semangat itu saya menempatkan program Samber THR Kompasiana 2021 secara khusus dan aktivitas menulis yang telah saya geluti bertahun-tahun secara umum. Awalnya saya perlu mempertimbangkan cukup dalam, terkait tawaran menarik dari platform yang sudah menjadi bagian dari aktivitas kepenulisan saya sejak akhir Juni 2015 itu.
Apakah saya perlu menerima tantangan itu? Apa yang membuat saya harus ambil bagian? Apakah semata-mata karena hadiah yang ditawarkan?
Bila saya berkata ya, apakah dengan sendirinya urusan selesai? Apakah aturan main tidak membelenggu kebebasan dan kreativitas saya? Apakah topik-topik yang ditawarkan bisa saya taklukkan? Apakah saya bisa menulis secara konsisten? Apakah tulisan saya bakal menuai sambutan luas? Lantas, bagaimana bila yang terjadi kemudian tidak sesuai ekspektasi?
Demikian berbagai pertanyaan yang sempat membuncah yang membuat saya harus menimbang sejenak sebelum berketetapan untuk ikut serta. Tidak sedikit pertanyaan itu berkahir dengan kecemasan.
Sejak awal saya menduga, Samber THR Kompasiana 2021 akan disambar oleh banyak kompasianer. Dengan demikian persaingan ketat pun niscaya. Bila keikutsertaan saya hanya sekadar "turut ramai," maka apa nilai lebih dari program ini bagi saya?
Keputusan untuk mengikuti Samber THR sekaligus mengikat saya secara pribadi. Memutuskan ambil bagian dengan sendirinya mewajibkan saya untuk bertanggung jawab pada keputusan itu. Maka hari-hari penuh tantangan pun dimulai.