Orang-orang kota berlarian tinggalkan jalan raya menuju gedung dilingkupi cahaya buatan. sudah pasti tak ada sengatan matahari, juga tak ada serangan debu yang membawa ribuan virus. sedang senja, kala itu dikomersialkan, layaknya pertunjukan murahan untuk mengobati luka kecil. saat itu, orang-orang kebanyakan berharap, agar siang cepat berlalu, sebab malam dapat menyuguhkan aneka ragam aplikasi penawar rindu dan sepi
Malamlah yang dirindukan, sebab pada malam hari, para borjuis dapat dengan bebas menjajakan barang terbarunya di semua etalase murahan. dan dengan membajak karya sastra, berkedok romantika, mereka memanen hasil unggahan dalam hitungan detik. sungguh ironi pastinya, karena orang-orang malam, yang lugu dan manja tak tahan memapah luka hati, rela menjadi tumbal atas jejaring raksasa konglomerat hitam
Tentu di masa itu, di malam hari tak usah repot-repot keluar rumah mencari sinar bulan, gemintang atau semacam pelipur lara, sebab semuanya sudah dalam genggaman. duduk manis saja di beranda, cukup sekali unduh, menekan layar, dinding, lantai, mengusap kepala atau bersiul, segenap hasrat dan khayalan malam seketika menjadi nyata
Makassar | 18 November 2019