Terganggu keramaian suara anak-anak usia TK hingga SD yang ramainya menyerupai pasar, ditingkah teriakan memanggil namanya, Huda bangun. Matanya terbangun, nanar melihat kerumunan mereka. Sebutir air bening jatuh, haru. Tak dia sangka anak-anak itu begitu menginginkan buku.
Saya tersenyum mendapati hal demikian di depan mata. Mana pernah diduga, gerakan kecil ini, membuat perpustakaan mini, embrio rumah literasi akan memperoleh sambutan meriah dari anak-anak dusun dung Pasar. Sebuah dusun rawan banjir yang keseharian penduduknya bermata pencaharian sebagai pencari kupang.
Ingin mengadakan kegiatan bermanfaat saja mulanya, saya tawarkan semacam taman baca secara itu yang ada di kepala saya. Menggemakan literasi sebagai passion tak terpisahkan. Mendapat sambutan, mereka berharap banyak dengan bersedia menyediakan almari dan tempat berkumpul. Saya janjikan mencari bantuan buku untuk isi lemari. Syukurlah, saya dapatkan. Kompasianer Santoso Mahargono memberikan satu kardus buku bacaan. Itu yang saya berikan.
Minggu menjadi hari yang dinanti bagi anak anak itu, tunas bangsa yang padanya kita berharap menjadi generasi berbudi. Saya sempatkan datang, ingin betul melihat binar dari mata polos mereka. Mereka menggumuli buku-buku yang tersedia. Betul di sekolah mereka sudah bertemu buku, tapi buku rasa lain dengan membaca dalam situasi berbeda membuat mereka sangat antusias.